BAB
II
DESAIN
KURIKULUM DAN STANDAR KOMPETENSI MATA
PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A.
Orientasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Dengan menempuh suatu kurikulum siswa dapat
memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti,
bahwa siswa telah menempuh kurikulum
yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menemouh
suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish.
Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting
untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan
suatu ijazah tertentu.
Dari beberapa defenisi tentang kurikulum
tersebut,maka dapat dipahami bahwa pengembangan kurikulum Pendidikan Agama
Islam dapat diartikan sebagai:
1.
Kegiatan menghasilkan kurikulum Pendidikan
Agama Islam;
2.
Proses yang mengaitkan satu komponen dengan
yang lainnya lain untuk menghasilkan kurikulum yang Pendidikan Agama Islam yangg
lebih baik ;
3.
Kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan,
penilaian, dan penyempurnaan kurikulum Pendidikan Agama Islam
Dalam realita sejarahnya, pengembangan
kurikulum tersebut ternyata mengalami perubahan-perubahan paradigma, walaupun
dalam beberapa hal tertentu paradigma sebelumnya masih tetap dipertahankan
hingga sekarang. Hal ini dapat dicermati dari penomena berikut:
a.
Perubahan dari tekad pada hafalan dan daya
ingat tentag teks- teks dari ajaran agama- agama Islam, serta disiplin mental
spiritual sebagaimana pengaruh dari Timur Tengah, kepada pemahaman tujuan.
b.
Perubahan dari cara berpikir tekstual,
formatif, dan absolutis kepada cara berpikir historis, empiris, dan konstektul
dalam memahami dan menjelaskan ajaran- ajaran dan nilai- nilai agama islam.
c.
Perubahan dari tekanan pada produk atau hasil
pemikiran keagamaan islam dari para pendahulunya kepada proses atau
metodologinya sehingga menghasilkan produk tersebut.
d.
Perubahan dari pola pengembangan kurikulum PAI
yang hanya mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan menyusun isi
kurikulum PAI yang arah keterlibatannya
yang luas dari para pakar, guru, peserta didik, masyarakat, untuk
mengidentifikasi tujuan Pendidikan Agama Islam dan cara- cara mencapainya.
Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses
yang kompleks, dan melibatkan berbagai komponen yang tidak hanya menuntut ketrampilan tekhnis dan pihak pengembangan
terhadap pengembangan berbagai komponen kurikulum, tetap harus pula dipahami
berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Pengembangan Kurukulum Tingkat Satuan Pendidikan
Pendidikan Agama Islam difokuskan pada kompetensi tertentu berupa pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap yang utuh dan terpadu, serta dapat didemonstrasikan
peserta didik sebagai wujud hasil belajar. Penerapan KurikulumTingkat Satuan Pendidikan
serta hasil belajar peserta didik dalam mencapai standar kompetensi, dan
kompetensi dasar sebagai cermin penguasaan dan pemahaman terhadap apa yang
dipelajari.(E.
Mulyasa, 2006: 146).
Oleh karena itu, peserta didik perlu
mengetahui kriteria pencapaian kompetensi yang akan dijadikan standar penilaian
hasil belajar, sehingga mereka dapat mempersiapkan diri melalui penguasaan
terhadap sejumlah kompetensi, sebagai prasyarat melanjutkan penguasaan
kompetensi berikutnya. kriteria tersebut biasanya dikembangkan berdasarkan
tujuan dan indikator kompetensi dasar yang harus dikuasai.
Kemudian kurikulum berbasis kompetensi (KBK)
merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat
bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi seperti yang digariskan dalam haluan
Negara. Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan
landasan dan pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan
berkelanjutan, baik secara makro, maupun mikro. Kerangka makro erat kaitannya
dengan upaya politik yang saat ini sedang ramai dibicarakan yaitu
desentrelisasi kewenangan dari
pemerintah pusat ke daerah, aspek makro
berkaitan dengan kebijakan daerah tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten,
sedangkan aspek mikro melibatkan seluruh sektor dan lembaga pendidikan yang paling
bawah, tetapi terdepan dalam pelaksanaannya, yaitu sekolah.
Dari penjelasan di
atas maka dapat digambarkan bahwa arah dan oreintasi kurikulum Pendidikan Agama
Islam itu
adalah agar anak dapat mengemban amanah Allah sebagaimana pesan Allah dalam
al-Qur`an (Q.S Al- Baqarah: 30) yang intinya bahwa manusia adalah wakil Tuhan
di muka bumi ini, diberikan kewenangan seluas-luasnya dengan koridor sesuai
dengan konsep al-Qur`an dan Sunnah Nabi Muhammad saw. Jadi kedudukan kurikulum
disini dapat ditempatkan dalam guiding instruction (arahan dan
bimbingan) dan juga harus bisa menduduki peran sebagai alat anticipatory,
yaitu alat yang dapat meramalkan masa depan sehingga anak itu dapat membangun fithrahnya sebagai
khalifah di muka bumi ini.
Jadi kurikulum merupakan komponen yang amat
penting karena merupakan bahan- bahan ilmu pengetahuan yang diproses dalam
sistem pendidikan Isalm. Ia juga menjadi salah satu bagian dari bahan masukan
yang mengandung fungsi sebagai alat pencapai tujuan pendidikan Islam. Kurikulum
pendidikan itu bertujuan memberi sumbangan untuk mencapai perkembangan
menyeluruh dan terpadu bagi pribadi pelajar, membuka tabir tentang bakat- bakat
dan kesediaannya- kesediaannya serta mengembangkannya, mengembangkan minat,
kecakapan, pengetahuan, kemahiran, dan sikap yang diingini, menanamkan padanya
kebiasaan, akhlak sikap yang penting bagi kejayaannya dalam hidup dan kemahiran
asas untuk memperoleh pengetahuan, menyiapkannya untuk memikul tanggung jawab
dan peranan- peranan yang diharapkan dari padanya dalam masyarakatnya, dan
mengembangkan kesadaran agama, budaya , pemikiran sosial, dan politik pada
dirinya.
Kurikulum pendidikan Agama Islam harus
didesain agar mampu menghasilkan muslim yang mampu menjadi khalifah tersebut
diatas. Pertimbangan dasar dalam mendesain kurikulum ialah:
1.
Pengembangan kedekatan keagamaan melalui semua
mata pelajaran dan kegiatan.
2.
Kurikulum harus disusun sesuai dengan taraf
perkembangan kemampuan pelajar.
3.
Kurikulum haruslah disusun berdasarkan prinsip
berkesinambungan, berurutan, dan terintegrasi
Maka semua jenis pendidikan yang dikehendaki
oleh Al-Qur’an diajarkan kepada anak
didik. Ilmu- ilmu itu meliputi: Ilmu Agama, Sejarah, Ilmu Falak Dan Ilmu Bumi,
Ilmu Jiwa, Ilmu Kedokteran, Ilmu Pertanian,Ilmu Biologi, Ilmu Hitung, Ilmu
Hukum, dan Ilmu Perundangan, Ilmu Kemasyarakatan, Ilmu Ekonomi, dan Ilmu
Balaqhah dan adap serta ilmu pertahanan Negara dan lain- lain ilmu pengetahuan
yang dapat mengembangkan kehidupan manusia dan mempertinggi derajatnya.
B.
Pengembangan Kurikulum Model Mikro
Model
pendekatan mikro dalam reformulasi penerapan kurikulum pendidikan agama Islam
yaitu suatu tahapan secara praktis dan sistematis yang memperhatikan situasi
dan kondisi sumber daya dukung lembaga pendidikan. Melalui pendekatan mikro ini
dimaksudkan agar tujuan penerapan kurikulum pendidikan agama Islam di sekolah
atau madrasah dapat tercapai secara terukur, dan dapat berhasil secara maksimal.(Sahron
Lubis, 2009:l2).
Pendekatan
mikro lebih dihadapkan pada hal-hal yang bersifat fungsional, khususnya
pengembangan materi, peran guru dan siswa dalam interaksi pembelajaran. Ketiga
komponen tersebut merupakan suatu sistem dalam pendidikan yang perlu
mendapatkan perhatian oleh para pelaku pendidikan. Adapun langkah-langkah yang
dapat ditempuh lembaga pendidikan untuk menerapkan kurikulum pendidikan agama
Islam melalui model pendekatan mikro ini sebagai berikut: (Sahron Lubis,
2009:3).
a. Menentukan
Tujuan Materi
Untuk memudahkan cara mengalisis keberhasilan kegiatan
pembelajaran, biasanya sekolah membuat standar mutu pembelajaran. Standar mutu
pembelajaran merupakan jabaran dari standar isi yang dikonsep dan dibangun
melalui pemikiran logis dan sistematis berdasarkan nilai-nilai dan
prinsip-prinsp pokok pada visi dan misi sekolah atau madrasah.
Para
guru harus membuat tujuan materi pendidikan agama Islam yang fisibel dan
berdaya guna. Menentukan tujuan materi ini dimaksudkan agar guru mudah mengukur
ketercapaian proses belajar-mengajar yang dilakukannya selama proses interaksi
pembelajaran di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.
Tujuan ini juga dimaksudkan untuk menunjukkan kecakapan seorang guru dalam
mengembangkan materi pendidikan agama Islam yang memiliki nilai bobot dan
kualitas yang bagus. Dengan cara itulah tujuan pendidikan agama Islam mampu
memberikan perubahan dan pencerahan jiwa, pikiran, hati dan perasaan peserta
didik. Kualitas pembelajaran pendidikan agama Islam membutuhkan kreatifitas
seorang guru dalam mengembangkan tujuan materi yang relevan dengan kebutuhan
anak didik, relevan dengan visi-misi sekolah, relevan dengan tuntutan
masyarakat global saat ini.( Arnold, 2008:15).
b. Mengukur Kemampuan Awal Siswa dan Solusinya
Mengukur
kemampuan awal siswa bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa sebelum menempuh sistem
pembelajaran pendidikan agama Islam. Guru juga berkepentingan bahwa dengan
mengetahui kondisi kemampuan siswa, supaya sekolah dapat memberi materi yang
tepat dan sesuai tingkat kemampuan dan kebutuhan mereka. Adapun pengukuran
kemampuan awal siswa dilakukan dengan menggunakan tes. (Sahron Lubis,
2009:5).
Setiap awal tahunan ajaran, bersamaan dengan masa orientasi siswa
(MOS) baru, mereka terlebih dahulu diwajibkan mengikuti tes agama. Tes ini
untuk memperoleh tingkat pemahaman pendidikan agama Islam, misalnya tentang
baca tulis al-qur’an, praktek shalat dan bacaan do’anya, dan seputar wawasan
dan penghayan keagamaan. Bagi yang belum lancar dan fasih membaca al-qur’an
misalnya, mereka harus mengikuti kurikulum tambahan,yakni pembinaan baca
al-qur’an yang dilakukan sebelum atau sesudah waktu jam pelajaran formal
sekolah.Model ini perlu untuk menggali informasi dan performen peserta didik
terhadap kemampuan pendidikan agama Islam. Dengan demikian, secara fungsional
kurikulum pendidikan agama Islam sesuai dengan background siswa terlebih
dahulu.
c. Pembentukan
Perfomansi (perilaku)
Pada tahap ini pimpinan lembaga pendidikan perlu menerjemahkan
kebutuhan dan tujuan performansi objektif yang ingin dicapai dalam pelaksanaan
pendidikan agama Islam. Gambaran mengenai performen siswa perlu dirumuskan,
sehingga kurikulum pendidikan agama dapat diarahkan untuk pembetukan cita-cita
performansi siswa tersebut.
Ada beberapa alasan mengapa pimpinan sekolah perlu menyusun sebuah
performansi siswa. Pertama, agar dapat mengomunikasikan tingkat
perbedaan siswa. Kedua, untuk menambah kelengkapan atau rincian dalam
menyusun program kegiatan pendidikan agama Islam yang tepat sasaran. Ketiga,
untuk mencapai tujuan performansi perlu nilai standart yang mengatur siswa
untuk menjadi pijakan dan pedoman pelaksanaan pendidikan di sekolah. Tujuan performansi adalah untuk mendesain proses kegiatan
belajar mengajar yang mampu menciptakan kepribadian yang mantap dan mandiri.
Performansi memberikan sebuah pengertian untuk menentukan apakah hubungan
pembelajaran dengan pencapaian tujuan pendidikan agama Islam, memberikan makna,
untuk memfokuskan perencanaan pembelajaran dan menuju keadaan yang tepat atau
cocok dengan sosio-kultural dan sosio religius yang itu merupakan pilar-pilar
penting terwujudnya idealitas pembelajaran pendidikan agama Islam.
d. Menyusun Evaluasi
Evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari implementasi
kurikulum dan kegiatan pembelajaran akademik di lembaga pendidikan. Evaluasi
ini dibutuhkan dengan mengacu pada tujuan pokok kurikulum pendidikan agama
Islam yang mengarah pada domain-domain yang komprehensif.
Ada beberapa manfaat dari evaluasi yaitu pertama, dapat digunakan
untuk mengalisis tingkat penjabaran kurikulum pendidikan agama Islam. Kedua
untuk mengukur apakah ada pengaruh kepada peserta didik yang telah mempelajari
materi pendidikan agama Islam. Adapun jenis evaluasinya diserahkan kepada guru
untuk menunjukkan kebutuhan individu siswa, sesuai dengan tingkat kecakapannya
dan tidak tepat jika hanya sekadar sebagai formalitas pembelajaran.
Tujuan lain dari evaluasi adalah untuk mengecek kemajuan hasil
belajar siswa, dan untuk mengecek kemungkinan terjadinya salah pengertian siswa
sehingga bisa dilakukan perbaikan sebelum dilanjutkan. Sebagai tambahan,
pelaksanaan evaluasi memberikan kesimpulan hasil belajar sehingga dapat digunakan
sebagai dokumen kemajuan siswa untuk keluarganya, sekolahnya, dan sebagai
administrasi.
C.
Pengembangan Kurikulum Model Makro
Model
pendekatan makro berupaya menghadirkan proses pembelajaran pendidikan agama
Islam yang dapat memberikan nuansa yang
berbeda dan harapan kolektif dari semua pihak, baik oleh sekolah/madrasah,
orangtua atau masyaraka tadapun langkah-langkah
yang harus ditempuh yaitu: (Nur Syah Agustiar,
2008:57).
a.
Merancang Program
Pembelajaran yang Unggul
Untuk
melahirkan mutu pendidikan agama Islam yang berwawasan masa depan, perlu
program pembelajaran yang unggul dan mampu membuat para guru dan siswa
menikmati materi dengan menyenangkan. Proses merancang program pembelajaran
biasanya mulai sebelum kegiatan proses belajar mengajar (PBM) berlangsung.
Kegiatan ini dirancang oleh pimpinan, guru dan melibatkan konseptor dan
masyakarat agar dapat memenuhi kebutuhan stakeholders.
(Nur Syah Agustiar, 2008:57).
Program pembelajaran yang unggul merupakan bagian dari prinsip,
strategi dan tujuan implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
Program unggulan dimaksudkan agar lembaga pendidikan itu memiliki daya saing
sekaligus sebagai daya tarik masyarakat, selain sebagai kebutuhan lembaga
pendidikan agar proses pembelajaran pendidikan agama Islam dapat berlangsung
secara optimal. Karena itu, para pengambil keputusan di tingkat satuan
pendidikan harus mengkaji ulang apa yang masih menjadi persoalan dan hambatan
pembelajaran selama ini, khususnya terhadap penerapan kurikulum pendidikan
agama Islam.
Melalui pembelajaran yang unggul, pelaksanaan pendidikan agama
Islam akan tampak sebagai nilai plus (tambah) guna melahirkan out put
yang memadahi, melahirkan karakter individu kokoh spiritualnya, anggun
akhlaknya, serta memiliki kemandirian yang kuat. Kualitas pembelajaran
pendidikan Islam harus menumbuhkan sikap sensitifitas dan kepekaan terhadap
sesama manusia. Pendidikan agama Islam dirancang dan didesain sebagai modal
utama untuk menyadarkan jati diri peserta didik, dengan sentuhan dan
model-model pembelajaran yang mudah dipahami, dihayati dan dikerjakan oleh
peserta didik.
(Nur Syah Agustiar, 2008:57).
Lembaga
pendidikan harus memiliki komitmen untuk menempatkan materi pendidikan agama
Islam sebagai pondasi pokok terhadap keilmuan dan keterampilan yang dimiliki
setiap siswa. Keilmuan dan ketrampilan yang tinggi bila tidak diimbangi dengan
pemahaman agama yang kuat, akan mudah tergelincir pada tindakan dhalim dan
mafsadat. Dengan pendekatan pengajaran yang tepat, pemahaman dan penghayatan
nilai-nilai Islam akan menjadi frame (cara pandang) setiap peserta didik
dalam kehidupan sehari-hari di mana pun mereka berada. Menyadari akan pentingnya kurikulum pendidikan agama Islam
tersebut, maka perlu ada penyederhanaan pokok-pokok materi dan melengkapi
dengan model-model dan strategi pembelajaran yang lebih relevan dengan situasi
perubahan sosial.
Melalui usaha kreatif dengan membuat program pembelajaran yang
unggul, diharapkan menjadi sebuah kerangka acuan kerja atau job description
yang mudah dilakukan oleh para pendidik untuk menyampaikan materi pendidikan
agama Islam yang tepat sasaran, sesuai misi dan tujuannya. Melalui job
description yang unggul inilah selanjutnya akan menentukan peranan-peranan
efektif dan efesien, baik oleh pendidik maupun peserta didik dalam memandang
pendidikan agama Islam.
Upaya memahami penerapan kurikulum pendidikan agama Islam dari sudut
pandang pendekatan makro ini, sekolah atau madrasah harus mampu meningkatkan
kompetensi kemampuan siswanya dengan memberikan pemahaman, penghayatan dan
pengalaman ajaran Islam secara kontekstual. Kurikulum pendidikan agama Islam
memiliki tujuan yang sangat kompleks, karena selain menyangkut pengembangan
kemampuan kognitif, juga efektif dan psikomotorik siswa. (Sahron Lubis,
2009:5).
Melalui pendekatan pengajaran di luar kelas itulah sesungguhnya
siswa dapat dilatih dengan mengindentifikasi dan mengamalkan bagaimana cara
meraih ciri-ciri dan tanda-tanda orang beriman tersebut. Dengan proses
pengajaran semacam ini diharapkan oleh sekolah agar siswa memiliki nilai kadar
keimananan yang lebih kuat dengan jabaran penerapan kurikulum yang
komprehensif.
b. Merumuskan
Kembali Tujuan Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Tujuan program pendidikan sangat dipengaruhi oleh kualitas isi
kurikulum, disamping pengaruh guru dan lingkungannya. Karena itu, lembaga
pendidikan sekolah atau madrasah memandang perlu melakukan perumusan kembali
tujuan besar program pembelajaran yang ada dalam kurikulum pendidikan agama
Islam. Hal ini penting, karena sangat terkait dengan kondisi peserta didik
(siswa), situasi dan kondisi masyarakat, serta perubahan-perubahan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta komunikasi informasi.(Nur Syah, 2008:59)
Kegunaan dari perumusan tujuan kurikulum ini adalah memberikan
pelayanan kepada peserta didik agar kemampuannya dapat bertambah dari modal
kemampuan sebelumnya. Dengan cara ini, diharapkan kurikulum pendidikan agama
Islam benar-benar membekas dalam diri siswa, dan dapat menjadi bekal yang
positif setelah lulus dari sekolah. Rumusan
tujuan kurikulum tersebut menjadi acuan setiap guru dalam membina para siswa.
Rumusan tujuan ini diarahkan untuk menitikberatkan pada pencapaian kompetensi,
mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia,
serta memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksanaan proses
pembelajaran. Tujuan untuk merumuskan kembali tujuan kurikulum ini yaitu ingin
melahirkan pembelajaran keagamaan yang menjadi life skill (keterampilan
hidup) serta sekaligus way of life (pandangan hidup) para peserta didik.
Rumusan tujuan kurikulum pendidikan pendidikan agama Islam,
dimulai dari dasar penanaman keyakinan yang mantap, pemahaman ibadah (cara
melaksanakan shalat, puasa, zakat, dan haji), hingga etika atau akhlak, baik
menyangkut urusan pribadi maupun sosial. Selain itu bagaimana hubungan
nilai-nilai ajaran normatif itu berkolaborasi dengan bidang ilmu-ilmu umum
lainnya. Sebab Islam adalah agama peradaban yang mampu mengatur semua urusan
manusia, mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali. Dengan begitu luas cakupan kurikulum pendidikan agama
Islam, maka tujuan pelaksanaannya harus dirancang dengan baik dan tepat, yang
memiliki dimensi ruang dan waktu yang futuristik. Keterpaduan tujuan di atas,
antara dimensi ubudiyah dan dimensi muamalah harus dipahami sebagai kerangka
besar yang diemban oleh semua guru untuk melahirkan generasi yang kokoh dalam
memegang teguh keimanan, rajin beribadah dan saleh dalam mengamalkan ilmunya.
(Nur Syah, 2008:.61)
c. Menciptakan
Sumber Belajar Unggul
Sumber belajar adalah sesuatu yang mendukung dan mensupport
kegiatan belajar mengajar, baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar
lingkungan sekolah. Di dalam sekolah, mungkin perlu dibangun sebuah masjid atau
mushalla sebagai tempat ibadah, yang setiap hari para pimpinan, guru, karyawan
dan semua siswa secara bersama-sama melaksanakan shalat berjama’ah. Tidak hanya
sebagai tempat shalat, masjid juga dapat difungsikan sebagai pusat unggulan
lainnya, seperti tadarus dan latihan baca tulis al-Qur’an, kajian dan
pendalaman materi pendidikan agama Islam. Sumber belajar dapat mengambil dari fenomena dan kejadian
alam atau sosial, yang sesungguhnya peristiwa itu merupakan bahan ”materi
pendidikan agama Islam” yang nyata dan kontekstual.
Sumber belajar bertujuan untuk merangsang semangat dan motivasi
belajar supaya lebih baik. Kurikulum pendidikan Islam perlu sebuah sumber
belajar yang berkualitas tinggi. Misalnya, selain telah disebutkan di atas,
perlu ada tempat bacaan (mading), yang memuat informasi dan berita yang berguna
bagi siswa. Laboratorium dan perpustakaan yang unggul, untuk tempat belajar dan
melakukan riset dan eksperimen ilmiah yang diintegrasikan dengan semangat isi
al-Qur’an dan hadits.
Selain sumber belajar yang unggul di dalam sekolah, perlu sebuah
sumber belajar yang berasal dari luar sekolah. Sumber belajar itu misalnya,
menjalin kerjasama dengan masyarakat dalam bidang tertentu, menjalin hubungan
institusi sosial atau lembaga sosial, seperti panti asuhan, tempat rehabilitasi
mental, lembaga pemasyarakatan dan lain-lain. Sumber belajar semacam itu
digunakan untuk melatih kesalehan sosial, bermuamalah, serta menumbuhkan
kesadaran dan rasa syukur atas ni’mat dan karunia Allah yang tak ternilai
besarnya itu.
Kurikulum pendidikan agama Islam memang sangat
memerlukan adanya sumber belajar semacam itu untuk melatih sensitifitas daya
nalar, kepekaan jiwa dan hatinya agar tumbuh sikap penghayatan dan
pengamalannya. Secara fungsional, sumber belajar di luar sekolah itu untuk
menyempurnakan agar kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam benar-benar
memiliki kesan mendalam dan membekas pada diri siswa.
Dari uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa penciptaan sumber
belajar itu dipilih berdasarkan muatan substansial dari kurikulum yang akan
diwujudkan. Usaha sekolah dalam mengupayakan fasilitas dan sumber-sumber
tersebut, diharapkan penerapan kurikulum pendidikan agama Islam mampu mencapai
tujuan dan orientasi yang dapat dirasakan dan banggakan siswa.
D.
Karakteristik Kurikulum Islami
Sistem pendidikan
Islam menuntut pengkajian kurikulum yang Islami, tercermin dari sifat dan
karakteristiknya. Kurikulum seperti itu hanya mungkin, apabila bertopang yang
mengacu pada dasar pemikiran yang Islami pula, serta bertolak dari pandangan
hidup serta pandangan tentang manusia serta diarahkan kepada tujuan pendidikan
yang dilandasai kaidah-kaidah Islami.
c. Pentahapan serta pengkhususan kurikulum
hendaknya memperhatikan periodisasi perkembangan peserta didik maupun unisitas
(kekhasannya) seperti karakteristik keanak-anakan, kewanitaan dan kepribadian.
d. Dalam berbagai pelaksanaan, aktivitas,
contoh dan nashnya, hendaknya kurikulum memelihara segala kebutuhan nyata
kehidupan masyarakat, sambil tetap bertopang pada jiwa dan cirri-ciri ideal
Islaminya, seperti rasa syukur serta harga diri sebagai ummat Islam serta tetap
mendukung dan menegakkannya.
e. Secara keseluruhan struktur dan organisasi
kurikulum tersebut hendaknya tidak bertentangan dan tidak menimbulkan
pertentangan, bahkan sebaliknya, terarah kepada pola hidup Islami, dengan kata
lain; kurikulum tersebut berpulang untuk menenpuh kesatuan jiwa ummat. Bukankah
Allah menciptakan manusia sebagai suatu kesatuan? kepada mereka diberikan
kesempatan yang sama untuk mendapatkan pengalaman dalam menggali dan menyingkap
rahasia segala yang ada sera keberadaannya, hukum aturan dan keteraturannya serta kejadiannya.
f. Hendaknya kurikulum itu realistic, dalam
arti bahwa ia dapat dilaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi serta batas
kemungkinan yang terdapat dinegara yang akan melaksanakannya.
g. Hendaknya metode pendidikan/pengajaran dalam
kurikulum itu bersifat luwes, sehingga dapat disesuaikan dengan berbagai
kondisi dan situasi setempat.
h. Hendaknya kurikulum itu efektif dalam arti
menyampaikan dan menggugah perangkat nilai edukatif yang positif pula dalam
jiwa generasi muda.
i.
Kurikulum itu
hendaknya memperhatikan pula tingkat perkembangan siswa yang bersangkutan,
misalnya bagi suatu fase perkembangan tertentu diselaraskan dengan pola
kehidupan dan tahap perkembangan perasaan keagamaan dan pertumbuhan bahasa bagi
fase tersebut. (Nur Uhbiyati, 2005:.176-179).
Menurut al-Syaibani,
sebagaimana yang dikutif oleh Ahmad Tafsir bahwa kurikulum pendidikan Islam seharusnya
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Kurikulum pendidikan Islam harus menonjolkan
mata pelajaran agama dan akhlak.
b. Kurikulum pendidikan Islam harus
memperhatikan pengembangan menyeluruh aspek pribadi siswa, yaitu aspek jasmani,
akal dan rohani.
c. Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan
keseimbangan antara pribadi dan masyarakat, dunia dan akhirat, jasmani, akal
dan rohani manusia.
d. Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan
juga seni halus, yaitu ukir, pahat, tulis indah, gambar dan sejenisnya.
e. Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan
perbedaan-perbedaan kebudayaan yang sering terdapat ditengah manusia karena
perbedaan tempat dan juga perbedaan zaman. (Ahmad
Tafsir, 2000: 65-66.)
E.
Standar Kompetensi Pendidikan Agama Islam
Secara umum Kompetensi Pendidikan Agama Islam adalah siswa beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Allah Swt), berakhlak mulia (berbudi
pekerti luhur) yang bercermin dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara: memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran
agamanya, serta mampu menghormati agama lain dalam kerangka kerukunan antar
umat beragama.
Sementara Kompetensi Spesifik Pendidikan Agama Islam untuk tingkat satuan pendidikan adalah siswa beriman bertaqwa kepada Allah Swt; berakhlaq
mulia (berbudi pekerti luhur) yang tercermin dalam perilaku sehari-hari dalam
hubungannya dengan Allah, sesama manusia dan alam sekitar, mampu membaca dan
memahami al-Qur’an; mampu beribadah dan bermuamalah dengan baik dan benar:
serta mampu menjaga kerukunan intern dan antar umat beragama.
Sebagai alat ukur standar komptensi tersebut agar
dapat tercapai sebagaimana semestinya, dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai
dengan tahap perkembangan anak.
2. mengenal kekurangan dan kelebihan diri
sendiri
3. mematuhi atauran-aturan sosial yang berlaku
dalam lingkungannya.
4. menghargai keberagaman agama, budaya, suku,
ras, dan golongan sosial ekonomi di lingkungan sekitarnya.
5. menggunakan informasi tentang lingkungan
sekitar secara logis, kritis, dan kreatif
6. menunjukkan kemampuan berpikir logis,
kritis, dan kreatif, dengan bimbingan guru/pendidik
7. menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi
dan menyadari potensinya
8. menunjukkan kemampuan memecahkan masalah
sederhana dalam kehidupan sehari-hari
9. menunjukkan kemampuan mengenali gejala alam
dan sosial di lingkungan sekitar
10. menunjukkan kecintaan dan kepedulian
terhadap lingkungannya
11. menunjukkan kecintaan dan kebanggaan
terhadap bangsa, negara dan tanah air
12. menunjukkan kemampuan untuk melakukan
kegiatan seni dan budaya lokal
13. menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat,
bugar, aman dan memanfaatkan waktu luang.
14. berkomunikasi secara jelas dan santun
15. bekerja sama dalam kelompok, tolong menolong
dan menjaga diri sendiri dalam lingkungan keluarga dan teman sebaya.
16. menunjukkan kegemaran membaca dan menulis
17. menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara
membaca, menulis dan berhitung. (E. Mulyasa, 2006: 92-93).
Dari uraian di atas
dapat disampaikan bahwa kemampuan yang harus dimiliki oleh anak pada ketika
selesai belajar pada tingkat satuan pendidikan dasar adalah; dapat mengetahui bentuk dan tata cara
pelaksanaan ibadah shalat secara baik dan benar dan mengenal adab sopan santun baik dalam berbicara, berpakaian maupun
bertindak sesuai dengan ajaran agama islam dan sebagainya.
Dan kemampuan yang harus dimiliki oleh anak setelah
selesai mengikuti pendidikan pada
tingkat satuan Menengah
Pertama adalah; memperluas cakrawala berpikir siswa tentang
pentingnya nilai agama dalam kehidupan, menanamkan
ajaran agama islam sebagai basis peningkatan akhlak masyarakat menuju
pendewasaan diri siswa.
Sementara kemampuan yang harus dimiliki
oleh anak setelah selesai mengikuti pendidikan pada tingkat satuan Menengah Atas
diharapkan membuminya nilai- nilai keagamaan yang kuat melalui prdaoblem solving keagamaan terutama di bidang
akhlak atau etika social dan adaptasi lingkungan berbasis agama dan kokohnya
nilai
keimanan, ibadah dan pergaulan.