Selasa, 23 Oktober 2012

Bagian 1 Bab II


BAB II
DESAIN KURIKULUM DAN STANDAR KOMPETENSI  MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


A.     Orientasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Istilah “kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar- pakar dalam bidang  pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dengan dewasa ini. Tafsiran- tafsiran tersebut berbeda- beda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. (Oemar Hamalik, 2011 16).

Dengan menempuh suatu kurikulum siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti, bahwa siswa telah menempuh  kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menemouh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.

Dari beberapa defenisi tentang kurikulum tersebut,maka dapat dipahami bahwa pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam dapat diartikan sebagai:

1.      Kegiatan menghasilkan kurikulum Pendidikan Agama Islam;
2.      Proses yang mengaitkan satu komponen dengan yang lainnya lain untuk menghasilkan kurikulum yang Pendidikan Agama Islam yangg lebih baik ;
3.      Kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan kurikulum Pendidikan Agama Islam

Dalam realita sejarahnya, pengembangan kurikulum tersebut ternyata mengalami perubahan-perubahan paradigma, walaupun dalam beberapa hal tertentu paradigma sebelumnya masih tetap dipertahankan hingga sekarang. Hal ini dapat dicermati dari penomena berikut:

a.       Perubahan dari tekad pada hafalan dan daya ingat tentag teks- teks dari ajaran agama- agama Islam, serta disiplin mental spiritual sebagaimana pengaruh dari Timur Tengah, kepada pemahaman tujuan.
b.      Perubahan dari cara berpikir tekstual, formatif, dan absolutis kepada cara berpikir historis, empiris, dan konstektul dalam memahami dan menjelaskan ajaran- ajaran dan nilai- nilai agama islam.
c.       Perubahan dari tekanan pada produk atau hasil pemikiran keagamaan islam dari para pendahulunya kepada proses atau metodologinya sehingga menghasilkan produk tersebut.
d.      Perubahan dari pola pengembangan kurikulum PAI yang hanya mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan menyusun isi kurikulum PAI  yang arah keterlibatannya yang luas dari para pakar, guru, peserta didik, masyarakat, untuk mengidentifikasi tujuan Pendidikan Agama Islam dan cara- cara mencapainya.
Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang kompleks, dan melibatkan berbagai komponen yang tidak hanya menuntut  ketrampilan tekhnis dan pihak pengembangan terhadap pengembangan berbagai komponen kurikulum, tetap harus pula dipahami berbagai faktor yang mempengaruhinya.

Pengembangan Kurukulum Tingkat Satuan Pendidikan Pendidikan Agama Islam difokuskan pada kompetensi tertentu berupa pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang utuh dan terpadu, serta dapat didemonstrasikan peserta didik sebagai wujud hasil belajar. Penerapan KurikulumTingkat Satuan Pendidikan serta hasil belajar peserta didik dalam mencapai standar kompetensi, dan kompetensi dasar sebagai cermin penguasaan dan pemahaman terhadap apa yang dipelajari.(E. Mulyasa, 2006: 146). 

Oleh karena itu, peserta didik perlu mengetahui kriteria pencapaian kompetensi yang akan dijadikan standar penilaian hasil belajar, sehingga mereka dapat mempersiapkan diri melalui penguasaan terhadap sejumlah kompetensi, sebagai prasyarat melanjutkan penguasaan kompetensi berikutnya. kriteria tersebut biasanya dikembangkan berdasarkan tujuan dan indikator kompetensi dasar yang harus dikuasai.

Kemudian kurikulum berbasis kompetensi (KBK) merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi seperti yang digariskan dalam haluan Negara. Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan  landasan dan pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, maupun mikro. Kerangka makro erat kaitannya dengan upaya politik yang saat ini sedang ramai dibicarakan yaitu desentrelisasi  kewenangan dari pemerintah pusat ke daerah, aspek  makro berkaitan dengan kebijakan daerah tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten, sedangkan aspek mikro melibatkan seluruh sektor dan lembaga pendidikan yang paling bawah, tetapi terdepan dalam pelaksanaannya, yaitu sekolah.

Dari penjelasan di atas maka dapat digambarkan bahwa arah dan oreintasi kurikulum Pendidikan Agama Islam  itu adalah agar anak dapat mengemban amanah Allah sebagaimana pesan Allah dalam al-Qur`an (Q.S Al- Baqarah: 30) yang intinya bahwa manusia adalah wakil Tuhan di muka bumi ini, diberikan kewenangan seluas-luasnya dengan koridor sesuai dengan konsep al-Qur`an dan Sunnah Nabi Muhammad saw. Jadi kedudukan kurikulum disini dapat ditempatkan dalam guiding instruction (arahan dan bimbingan) dan juga harus bisa menduduki peran sebagai alat anticipatory, yaitu alat yang dapat meramalkan masa depan sehingga anak  itu dapat membangun fithrahnya sebagai khalifah di muka bumi ini.
Jadi kurikulum merupakan komponen yang amat penting karena merupakan bahan- bahan ilmu pengetahuan yang diproses dalam sistem pendidikan Isalm. Ia juga menjadi salah satu bagian dari bahan masukan yang mengandung fungsi sebagai alat pencapai tujuan pendidikan Islam. Kurikulum pendidikan itu bertujuan memberi sumbangan untuk mencapai perkembangan menyeluruh dan terpadu bagi pribadi pelajar, membuka tabir tentang bakat- bakat dan kesediaannya- kesediaannya serta mengembangkannya, mengembangkan minat, kecakapan, pengetahuan, kemahiran, dan sikap yang diingini, menanamkan padanya kebiasaan, akhlak sikap yang penting bagi kejayaannya dalam hidup dan kemahiran asas untuk memperoleh pengetahuan, menyiapkannya untuk memikul tanggung jawab dan peranan- peranan yang diharapkan dari padanya dalam masyarakatnya, dan mengembangkan kesadaran agama, budaya , pemikiran sosial, dan politik pada dirinya.

Kurikulum pendidikan Agama Islam harus didesain agar mampu menghasilkan muslim yang mampu menjadi khalifah tersebut diatas. Pertimbangan dasar dalam mendesain kurikulum ialah:

1.      Pengembangan kedekatan keagamaan melalui semua mata pelajaran dan kegiatan.
2.      Kurikulum harus disusun sesuai dengan taraf perkembangan kemampuan pelajar.
3.      Kurikulum haruslah disusun berdasarkan prinsip berkesinambungan, berurutan, dan terintegrasi
Maka semua jenis pendidikan yang dikehendaki oleh Al-Qur’an diajarkan kepada  anak didik. Ilmu- ilmu itu meliputi: Ilmu Agama, Sejarah, Ilmu Falak Dan Ilmu Bumi, Ilmu Jiwa, Ilmu Kedokteran, Ilmu Pertanian,Ilmu Biologi, Ilmu Hitung, Ilmu Hukum, dan Ilmu Perundangan, Ilmu Kemasyarakatan, Ilmu Ekonomi, dan Ilmu Balaqhah dan adap serta ilmu pertahanan Negara dan lain- lain ilmu pengetahuan yang dapat mengembangkan kehidupan manusia dan mempertinggi derajatnya.    

B.     Pengembangan Kurikulum Model Mikro
Model pendekatan mikro dalam reformulasi penerapan kurikulum pendidikan agama Islam yaitu suatu tahapan secara praktis dan sistematis yang memperhatikan situasi dan kondisi sumber daya dukung lembaga pendidikan. Melalui pendekatan mikro ini dimaksudkan agar tujuan penerapan kurikulum pendidikan agama Islam di sekolah atau madrasah dapat tercapai secara terukur, dan dapat berhasil secara maksimal.(Sahron Lubis, 2009:l2).
Pendekatan mikro lebih dihadapkan pada hal-hal yang bersifat fungsional, khususnya pengembangan materi, peran guru dan siswa dalam interaksi pembelajaran. Ketiga komponen tersebut merupakan suatu sistem dalam pendidikan yang perlu mendapatkan perhatian oleh para pelaku pendidikan. Adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh lembaga pendidikan untuk menerapkan kurikulum pendidikan agama Islam melalui model pendekatan mikro ini sebagai berikut: (Sahron Lubis, 2009:3).
a.      Menentukan Tujuan Materi
Untuk memudahkan cara mengalisis keberhasilan kegiatan pembelajaran, biasanya sekolah membuat standar mutu pembelajaran. Standar mutu pembelajaran merupakan jabaran dari standar isi yang dikonsep dan dibangun melalui pemikiran logis dan sistematis berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsp pokok pada visi dan misi sekolah atau madrasah.

Para guru harus membuat tujuan materi pendidikan agama Islam yang fisibel dan berdaya guna. Menentukan tujuan materi ini dimaksudkan agar guru mudah mengukur ketercapaian proses belajar-mengajar yang dilakukannya selama proses interaksi pembelajaran di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Tujuan ini juga dimaksudkan untuk menunjukkan kecakapan seorang guru dalam mengembangkan materi pendidikan agama Islam yang memiliki nilai bobot dan kualitas yang bagus. Dengan cara itulah tujuan pendidikan agama Islam mampu memberikan perubahan dan pencerahan jiwa, pikiran, hati dan perasaan peserta didik. Kualitas pembelajaran pendidikan agama Islam membutuhkan kreatifitas seorang guru dalam mengembangkan tujuan materi yang relevan dengan kebutuhan anak didik, relevan dengan visi-misi sekolah, relevan dengan tuntutan masyarakat global saat ini.( Arnold, 2008:15).
b.       Mengukur Kemampuan Awal Siswa dan Solusinya
Mengukur kemampuan awal siswa bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa sebelum menempuh sistem pembelajaran pendidikan agama Islam. Guru juga berkepentingan bahwa dengan mengetahui kondisi kemampuan siswa, supaya sekolah dapat memberi materi yang tepat dan sesuai tingkat kemampuan dan kebutuhan mereka. Adapun pengukuran kemampuan awal siswa dilakukan dengan menggunakan tes. (Sahron Lubis, 2009:5).
Setiap awal tahunan ajaran, bersamaan dengan masa orientasi siswa (MOS) baru, mereka terlebih dahulu diwajibkan mengikuti tes agama. Tes ini untuk memperoleh tingkat pemahaman pendidikan agama Islam, misalnya tentang baca tulis al-qur’an, praktek shalat dan bacaan do’anya, dan seputar wawasan dan penghayan keagamaan. Bagi yang belum lancar dan fasih membaca al-qur’an misalnya, mereka harus mengikuti kurikulum tambahan,yakni pembinaan baca al-qur’an yang dilakukan sebelum atau sesudah waktu jam pelajaran formal sekolah.Model ini perlu untuk menggali informasi dan performen peserta didik terhadap kemampuan pendidikan agama Islam. Dengan demikian, secara fungsional kurikulum pendidikan agama Islam sesuai dengan background siswa terlebih dahulu.
c.       Pembentukan Perfomansi (perilaku)
Pada tahap ini pimpinan lembaga pendidikan perlu menerjemahkan kebutuhan dan tujuan performansi objektif yang ingin dicapai dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam. Gambaran mengenai performen siswa perlu dirumuskan, sehingga kurikulum pendidikan agama dapat diarahkan untuk pembetukan cita-cita performansi siswa tersebut.

Ada beberapa alasan mengapa pimpinan sekolah perlu menyusun sebuah performansi siswa. Pertama, agar dapat mengomunikasikan tingkat perbedaan siswa. Kedua, untuk menambah kelengkapan atau rincian dalam menyusun program kegiatan pendidikan agama Islam yang tepat sasaran. Ketiga, untuk mencapai tujuan performansi perlu nilai standart yang mengatur siswa untuk menjadi pijakan dan pedoman pelaksanaan pendidikan di sekolah. Tujuan performansi adalah untuk mendesain proses kegiatan belajar mengajar yang mampu menciptakan kepribadian yang mantap dan mandiri. Performansi memberikan sebuah pengertian untuk menentukan apakah hubungan pembelajaran dengan pencapaian tujuan pendidikan agama Islam, memberikan makna, untuk memfokuskan perencanaan pembelajaran dan menuju keadaan yang tepat atau cocok dengan sosio-kultural dan sosio religius yang itu merupakan pilar-pilar penting terwujudnya idealitas pembelajaran pendidikan agama Islam.
d.       Menyusun Evaluasi
Evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari implementasi kurikulum dan kegiatan pembelajaran akademik di lembaga pendidikan. Evaluasi ini dibutuhkan dengan mengacu pada tujuan pokok kurikulum pendidikan agama Islam yang mengarah pada domain-domain yang komprehensif.

Ada beberapa manfaat dari evaluasi yaitu pertama, dapat digunakan untuk mengalisis tingkat penjabaran kurikulum pendidikan agama Islam. Kedua untuk mengukur apakah ada pengaruh kepada peserta didik yang telah mempelajari materi pendidikan agama Islam. Adapun jenis evaluasinya diserahkan kepada guru untuk menunjukkan kebutuhan individu siswa, sesuai dengan tingkat kecakapannya dan tidak tepat jika hanya sekadar sebagai formalitas pembelajaran.

Tujuan lain dari evaluasi adalah untuk mengecek kemajuan hasil belajar siswa, dan untuk mengecek kemungkinan terjadinya salah pengertian siswa sehingga bisa dilakukan perbaikan sebelum dilanjutkan. Sebagai tambahan, pelaksanaan evaluasi memberikan kesimpulan hasil belajar sehingga dapat digunakan sebagai dokumen kemajuan siswa untuk keluarganya, sekolahnya, dan sebagai administrasi.

C.     Pengembangan Kurikulum Model  Makro
Model pendekatan makro berupaya menghadirkan proses pembelajaran pendidikan agama Islam  yang dapat memberikan nuansa yang berbeda dan harapan kolektif dari semua pihak, baik oleh sekolah/madrasah, orangtua atau masyaraka tadapun langkah-langkah yang harus ditempuh yaitu:  (Nur Syah Agustiar, 2008:57).
a.    Merancang Program Pembelajaran yang Unggul
Untuk melahirkan mutu pendidikan agama Islam yang berwawasan masa depan, perlu program pembelajaran yang unggul dan mampu membuat para guru dan siswa menikmati materi dengan menyenangkan. Proses merancang program pembelajaran biasanya mulai sebelum kegiatan proses belajar mengajar (PBM) berlangsung. Kegiatan ini dirancang oleh pimpinan, guru dan melibatkan konseptor dan masyakarat agar dapat memenuhi kebutuhan stakeholders. (Nur Syah Agustiar, 2008:57).
Program pembelajaran yang unggul merupakan bagian dari prinsip, strategi dan tujuan implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Program unggulan dimaksudkan agar lembaga pendidikan itu memiliki daya saing sekaligus sebagai daya tarik masyarakat, selain sebagai kebutuhan lembaga pendidikan agar proses pembelajaran pendidikan agama Islam dapat berlangsung secara optimal. Karena itu, para pengambil keputusan di tingkat satuan pendidikan harus mengkaji ulang apa yang masih menjadi persoalan dan hambatan pembelajaran selama ini, khususnya terhadap penerapan kurikulum pendidikan agama Islam.

Melalui pembelajaran yang unggul, pelaksanaan pendidikan agama Islam akan tampak sebagai nilai plus (tambah) guna melahirkan out put yang memadahi, melahirkan karakter individu kokoh spiritualnya, anggun akhlaknya, serta memiliki kemandirian yang kuat. Kualitas pembelajaran pendidikan Islam harus menumbuhkan sikap sensitifitas dan kepekaan terhadap sesama manusia. Pendidikan agama Islam dirancang dan didesain sebagai modal utama untuk menyadarkan jati diri peserta didik, dengan sentuhan dan model-model pembelajaran yang mudah dipahami, dihayati dan dikerjakan oleh peserta didik. (Nur Syah Agustiar, 2008:57).
Lembaga pendidikan harus memiliki komitmen untuk menempatkan materi pendidikan agama Islam sebagai pondasi pokok terhadap keilmuan dan keterampilan yang dimiliki setiap siswa. Keilmuan dan ketrampilan yang tinggi bila tidak diimbangi dengan pemahaman agama yang kuat, akan mudah tergelincir pada tindakan dhalim dan mafsadat. Dengan pendekatan pengajaran yang tepat, pemahaman dan penghayatan nilai-nilai Islam akan menjadi frame (cara pandang) setiap peserta didik dalam kehidupan sehari-hari di mana pun mereka berada. Menyadari akan pentingnya kurikulum pendidikan agama Islam tersebut, maka perlu ada penyederhanaan pokok-pokok materi dan melengkapi dengan model-model dan strategi pembelajaran yang lebih relevan dengan situasi perubahan sosial.
Melalui usaha kreatif dengan membuat program pembelajaran yang unggul, diharapkan menjadi sebuah kerangka acuan kerja atau job description yang mudah dilakukan oleh para pendidik untuk menyampaikan materi pendidikan agama Islam yang tepat sasaran, sesuai misi dan tujuannya. Melalui job description yang unggul inilah selanjutnya akan menentukan peranan-peranan efektif dan efesien, baik oleh pendidik maupun peserta didik dalam memandang pendidikan agama Islam.

Upaya memahami penerapan kurikulum pendidikan agama Islam dari sudut pandang pendekatan makro ini, sekolah atau madrasah harus mampu meningkatkan kompetensi kemampuan siswanya dengan memberikan pemahaman, penghayatan dan pengalaman ajaran Islam secara kontekstual. Kurikulum pendidikan agama Islam memiliki tujuan yang sangat kompleks, karena selain menyangkut pengembangan kemampuan kognitif, juga efektif dan psikomotorik siswa. (Sahron Lubis, 2009:5).

Melalui pendekatan pengajaran di luar kelas itulah sesungguhnya siswa dapat dilatih dengan mengindentifikasi dan mengamalkan bagaimana cara meraih ciri-ciri dan tanda-tanda orang beriman tersebut. Dengan proses pengajaran semacam ini diharapkan oleh sekolah agar siswa memiliki nilai kadar keimananan yang lebih kuat dengan jabaran penerapan kurikulum yang komprehensif.



b.    Merumuskan Kembali Tujuan Kurikulum Pendidikan Agama Islam

Tujuan program pendidikan sangat dipengaruhi oleh kualitas isi kurikulum, disamping pengaruh guru dan lingkungannya. Karena itu, lembaga pendidikan sekolah atau madrasah memandang perlu melakukan perumusan kembali tujuan besar program pembelajaran yang ada dalam kurikulum pendidikan agama Islam. Hal ini penting, karena sangat terkait dengan kondisi peserta didik (siswa), situasi dan kondisi masyarakat, serta perubahan-perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi serta komunikasi informasi.(Nur Syah, 2008:59)

Kegunaan dari perumusan tujuan kurikulum ini adalah memberikan pelayanan kepada peserta didik agar kemampuannya dapat bertambah dari modal kemampuan sebelumnya. Dengan cara ini, diharapkan kurikulum pendidikan agama Islam benar-benar membekas dalam diri siswa, dan dapat menjadi bekal yang positif setelah lulus dari sekolah. Rumusan tujuan kurikulum tersebut menjadi acuan setiap guru dalam membina para siswa. Rumusan tujuan ini diarahkan untuk menitikberatkan pada pencapaian kompetensi, mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia, serta memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksanaan proses pembelajaran. Tujuan untuk merumuskan kembali tujuan kurikulum ini yaitu ingin melahirkan pembelajaran keagamaan yang menjadi life skill (keterampilan hidup) serta sekaligus way of life (pandangan hidup) para peserta didik.

Rumusan tujuan kurikulum pendidikan pendidikan agama Islam, dimulai dari dasar penanaman keyakinan yang mantap, pemahaman ibadah (cara melaksanakan shalat, puasa, zakat, dan haji), hingga etika atau akhlak, baik menyangkut urusan pribadi maupun sosial. Selain itu bagaimana hubungan nilai-nilai ajaran normatif itu berkolaborasi dengan bidang ilmu-ilmu umum lainnya. Sebab Islam adalah agama peradaban yang mampu mengatur semua urusan manusia, mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali. Dengan begitu luas cakupan kurikulum pendidikan agama Islam, maka tujuan pelaksanaannya harus dirancang dengan baik dan tepat, yang memiliki dimensi ruang dan waktu yang futuristik. Keterpaduan tujuan di atas, antara dimensi ubudiyah dan dimensi muamalah harus dipahami sebagai kerangka besar yang diemban oleh semua guru untuk melahirkan generasi yang kokoh dalam memegang teguh keimanan, rajin beribadah dan saleh dalam mengamalkan ilmunya. (Nur Syah, 2008:.61)

c.       Menciptakan Sumber Belajar Unggul

Sumber belajar adalah sesuatu yang mendukung dan mensupport kegiatan belajar mengajar, baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Di dalam sekolah, mungkin perlu dibangun sebuah masjid atau mushalla sebagai tempat ibadah, yang setiap hari para pimpinan, guru, karyawan dan semua siswa secara bersama-sama melaksanakan shalat berjama’ah. Tidak hanya sebagai tempat shalat, masjid juga dapat difungsikan sebagai pusat unggulan lainnya, seperti tadarus dan latihan baca tulis al-Qur’an, kajian dan pendalaman materi pendidikan agama Islam.  Sumber belajar dapat mengambil dari fenomena dan kejadian alam atau sosial, yang sesungguhnya peristiwa itu merupakan bahan ”materi pendidikan agama Islam” yang nyata dan kontekstual.

Sumber belajar bertujuan untuk merangsang semangat dan motivasi belajar supaya lebih baik. Kurikulum pendidikan Islam perlu sebuah sumber belajar yang berkualitas tinggi. Misalnya, selain telah disebutkan di atas, perlu ada tempat bacaan (mading), yang memuat informasi dan berita yang berguna bagi siswa. Laboratorium dan perpustakaan yang unggul, untuk tempat belajar dan melakukan riset dan eksperimen ilmiah yang diintegrasikan dengan semangat isi al-Qur’an dan hadits.

Selain sumber belajar yang unggul di dalam sekolah, perlu sebuah sumber belajar yang berasal dari luar sekolah. Sumber belajar itu misalnya, menjalin kerjasama dengan masyarakat dalam bidang tertentu, menjalin hubungan institusi sosial atau lembaga sosial, seperti panti asuhan, tempat rehabilitasi mental, lembaga pemasyarakatan dan lain-lain. Sumber belajar semacam itu digunakan untuk melatih kesalehan sosial, bermuamalah, serta menumbuhkan kesadaran dan rasa syukur atas ni’mat dan karunia Allah yang tak ternilai besarnya itu. Kurikulum pendidikan agama Islam memang sangat memerlukan adanya sumber belajar semacam itu untuk melatih sensitifitas daya nalar, kepekaan jiwa dan hatinya agar tumbuh sikap penghayatan dan pengamalannya. Secara fungsional, sumber belajar di luar sekolah itu untuk menyempurnakan agar kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam benar-benar memiliki kesan mendalam dan membekas pada diri siswa.

Dari uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa penciptaan sumber belajar itu dipilih berdasarkan muatan substansial dari kurikulum yang akan diwujudkan. Usaha sekolah dalam mengupayakan fasilitas dan sumber-sumber tersebut, diharapkan penerapan kurikulum pendidikan agama Islam mampu mencapai tujuan dan orientasi yang dapat dirasakan dan banggakan siswa.

D.    Karakteristik Kurikulum Islami

Sistem pendidikan Islam menuntut pengkajian kurikulum yang Islami, tercermin dari sifat dan karakteristiknya. Kurikulum seperti itu hanya mungkin, apabila bertopang yang mengacu pada dasar pemikiran yang Islami pula, serta bertolak dari pandangan hidup serta pandangan tentang manusia serta diarahkan kepada tujuan pendidikan yang dilandasai kaidah-kaidah Islami.

 Menurut Abdurrahman An-Nahlawi sebagaimana yang diktutif oleh Nur Uhbyati bahwa kriteria kurikulum pendidikan Islam dapat terpenuhi, maka dalam penyusunannya supaya selalu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a.       Sistem dan perkembangan kurikulum tersebut hendaknya selaras dengan fitrah insani sehingga memiliki peluang untuk menyucikannya, menjaganya dari penyimpangan dan menyelamatkannya.

b.      Kurikulum dimaksud hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan akhir pendidikan Islam, yaitu iklas, taat dan beribadah kepada Allah. Disamping untuk merealisasikan berbagai aspek tujuan tak lengkap seperti aspek psikis, fisik, sosial, budaya maupun intelektual.
c.       Pentahapan serta pengkhususan kurikulum hendaknya memperhatikan periodisasi perkembangan peserta didik maupun unisitas (kekhasannya) seperti karakteristik keanak-anakan, kewanitaan dan kepribadian.

d.      Dalam berbagai pelaksanaan, aktivitas, contoh dan nashnya, hendaknya kurikulum memelihara segala kebutuhan nyata kehidupan masyarakat, sambil tetap bertopang pada jiwa dan cirri-ciri ideal Islaminya, seperti rasa syukur serta harga diri sebagai ummat Islam serta tetap mendukung dan menegakkannya.

e.       Secara keseluruhan struktur dan organisasi kurikulum tersebut hendaknya tidak bertentangan dan tidak menimbulkan pertentangan, bahkan sebaliknya, terarah kepada pola hidup Islami, dengan kata lain; kurikulum tersebut berpulang untuk menenpuh kesatuan jiwa ummat. Bukankah Allah menciptakan manusia sebagai suatu kesatuan? kepada mereka diberikan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pengalaman dalam menggali dan menyingkap rahasia segala yang ada sera keberadaannya, hukum aturan dan keteraturannya serta kejadiannya.

f.       Hendaknya kurikulum itu realistic, dalam arti bahwa ia dapat dilaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi serta batas kemungkinan yang terdapat dinegara yang akan melaksanakannya.

g.      Hendaknya metode pendidikan/pengajaran dalam kurikulum itu bersifat luwes, sehingga dapat disesuaikan dengan berbagai kondisi dan situasi setempat.

h.      Hendaknya kurikulum itu efektif dalam arti menyampaikan dan menggugah perangkat nilai edukatif yang positif pula dalam jiwa generasi muda.

i.        Kurikulum itu hendaknya memperhatikan pula tingkat perkembangan siswa yang bersangkutan, misalnya bagi suatu fase perkembangan tertentu diselaraskan dengan pola kehidupan dan tahap perkembangan perasaan keagamaan dan pertumbuhan bahasa bagi fase tersebut. (Nur Uhbiyati, 2005:.176-179).

Menurut al-Syaibani, sebagaimana yang dikutif oleh Ahmad Tafsir bahwa kurikulum pendidikan Islam seharusnya mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a.       Kurikulum pendidikan Islam harus menonjolkan mata pelajaran agama dan akhlak.
b.      Kurikulum pendidikan Islam harus memperhatikan pengembangan menyeluruh aspek pribadi siswa, yaitu aspek jasmani, akal dan rohani.
c.       Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan keseimbangan antara pribadi dan masyarakat, dunia dan akhirat, jasmani, akal dan rohani manusia.
d.      Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan juga seni halus, yaitu ukir, pahat, tulis indah, gambar dan sejenisnya.
e.       Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan perbedaan-perbedaan kebudayaan yang sering terdapat ditengah manusia karena perbedaan tempat dan juga perbedaan zaman. (Ahmad Tafsir, 2000: 65-66.)



E.     Standar Kompetensi Pendidikan Agama Islam

Secara umum Kompetensi Pendidikan Agama Islam adalah siswa beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Allah Swt), berakhlak mulia (berbudi pekerti luhur) yang bercermin dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara: memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agamanya, serta mampu menghormati agama lain dalam kerangka kerukunan antar umat beragama.

Sementara Kompetensi Spesifik Pendidikan Agama Islam untuk tingkat satuan pendidikan adalah siswa beriman bertaqwa kepada Allah Swt; berakhlaq mulia (berbudi pekerti luhur) yang tercermin dalam perilaku sehari-hari dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia dan alam sekitar, mampu membaca dan memahami al-Qur’an; mampu beribadah dan bermuamalah dengan baik dan benar: serta mampu menjaga kerukunan intern dan antar umat beragama.

Sebagai alat ukur standar komptensi tersebut agar dapat tercapai sebagaimana semestinya, dapat dirumuskan sebagai berikut: 

1.      Menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak.
2.      mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri
3.      mematuhi atauran-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungannya.
4.      menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi di lingkungan sekitarnya.
5.      menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis, dan kreatif
6.      menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif, dengan bimbingan guru/pendidik
7.      menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi dan menyadari potensinya
8.      menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari
9.      menunjukkan kemampuan mengenali gejala alam dan sosial di lingkungan sekitar
10.  menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap lingkungannya
11.  menunjukkan kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa, negara dan tanah air
12.  menunjukkan kemampuan untuk melakukan kegiatan seni dan budaya lokal
13.  menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar, aman dan memanfaatkan waktu luang.
14.  berkomunikasi secara jelas dan santun
15.  bekerja sama dalam kelompok, tolong menolong dan menjaga diri sendiri dalam lingkungan keluarga dan teman sebaya.
16.  menunjukkan kegemaran membaca dan menulis
17.  menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara membaca, menulis dan berhitung.   (E. Mulyasa, 2006: 92-93).

Dari uraian di atas dapat disampaikan bahwa kemampuan yang harus dimiliki oleh anak pada ketika selesai belajar pada tingkat satuan pendidikan dasar  adalah;  dapat mengetahui bentuk dan tata cara pelaksanaan ibadah shalat secara baik dan benar dan mengenal adab sopan santun baik dalam berbicara, berpakaian maupun bertindak sesuai dengan ajaran agama islam dan sebagainya.

Dan kemampuan yang harus dimiliki oleh anak setelah selesai mengikuti pendidikan pada  tingkat satuan Menengah Pertama adalah; memperluas cakrawala berpikir siswa tentang pentingnya nilai agama dalam kehidupan, menanamkan ajaran agama islam sebagai basis peningkatan akhlak masyarakat menuju pendewasaan diri siswa. Sementara kemampuan yang harus dimiliki oleh anak setelah selesai mengikuti pendidikan pada  tingkat satuan Menengah Atas diharapkan membuminya nilai- nilai keagamaan yang kuat melalui prdaoblem solving keagamaan terutama di bidang akhlak atau etika social dan adaptasi lingkungan berbasis agama dan kokohnya  nilai keimanan, ibadah dan pergaulan.
































Tidak ada komentar:

Posting Komentar