|
MENCARI
FORMAT GURU YANG IDEAL
Oleh: Drs. Samsuddin, M.Ag
|
Pendahuluan
Paradigma pembelajaran yang
berkualitas sangat ditentukan oleh guru yang professional, jika guru
professional maka pendidikan kitapun bisa gemilang dan anak bangsa inipun akan
menjadi bangsa yang cerdas, memiliki ilmu pengetahuan, disiplin, bertanggungjawab dan berkepribadian yang
mantap. Oleh karena itu Usaha untuk menciptakan dan mengangkat professionalisme
gurupun oleh pemerintah menggagas trobasan-trobosan baru dengan tujuan untuk
peningkatan kualitas guru agar pendidikan nasional dapat bernuansa baru dengan
system pendidikan yang berkualitas setidaknya dapat setara Negara berkembang
lainnya seperti Malaysia, Korea dan
Jepang.
Trobosan-trobosan pemerintah
untuk mengangkat kualitas guru itu termasuk pemberian dana tambahan bagi guru
yang telah lulus sertifikas, atas
kebijakan ini maka guru sontak bertepuk tangan. Kualifikasi untuk lulus
sertifikasi dimaksud tentunya punya tahapan yang jelas, mulai dari tahap
pemberkasan, pelatihan dan penataran, maka guru bersinergi untuk aktif
mengikuti dan melaksanakannya.
Namun demikian program peningkatan kualitas
guru itu kenyataannya di lapangan tampaknya belum dapat memuaskan, mutu standar
pendidikan Nasional kita masih tetap rendah bahkan sangat jauh dari yang diharapkan,
moral anak bangsa semakin merosot, tawuran antar pelajar sudah menjadi menu
trend bagi siswa, tawuran antar mahasiswa jadi kebanggaan bagi calon
intelektual kita.
Suatu kenyataan menunjukkan
betapa banyak guru-guru yang memperoleh dan mendapat pendidikan dan latihan
bahkan semua guru proses itu nyaris diikutinya, ternyata yang terjadi di dalam
aktualisasi pembelajaran tidak ada perubahan yang signifikan, penulis salah
satu yang sering memberikan pencerahan kepada guru-guru di daerah Sumatera
Utara dalam bentuk pelatihan seminar dan workshop tentang penyusunan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), penyusunan Silabus dan konsep Strategi
Pembelajaran. Tampaknya sayang sekali sebahagian guru boleh dikatakan dengan
guru stone (batu) artinya sulit berubah, dan sebahagian lagi lazim
dijuliki guru sfoam (busa) maksudnya masuk dari telinga kiri keluar dari
telinga kanan.
Kasuistis
President Buruk Buat Guru
Dalam konsep Islam guru adalah
merupakan pekerjaan mulia, bahkan orang yang mengajarkan ilmunya kepada orang
lain digolongkan sebagai amal penyelamat seseorang dari siksa Tuhan, betapa
mulianya seorang guru. Secara tataran ahli perang, guru merupakan prajurit yang berada di garis
depan, dengan harapan dapat memberikan tekanan kepada lawan atau musuh yang
selalu siap menghadang mengintip di mana
titik sentral kelemahan kita, personifikasi ini membuat jelas kepada
kiita bahwa guru tidak boleh lalai dan
bermain-main dalam melaksanakan tugasnya. Jika taktik perang yang
dilaksanakan oleh prajurit tidak taat asaz dan aturan maka secara spontan
perang itu akan mengalami kekalahan, tapi bagi dunia pendidikan jika guru tidak
melaksanakan tugas atau mall praktek dalam pembelajaran dan keguruan serta
salah procedural maka yang terjadi
dampaknya adalah satu generasi kedepan akan mengalami kehancuran dalam
persoalan krisis pendidikan dan moral bangsa.
Dalam hal ini mohon maaf jika
kita bentangkan beberapa ketelodoran guru dalam mengayomi anak bangsa ini
sehingga siswa tidak merasa nyaman di dalam konteks pendidikan, yang akhirnya
merambah kepada kasus-kasus social yang tak bisa kita pungkiri dapat meresahkan
masyarakat dan lingkungan, memang tidak semuanya guru yang berbuat negative
yang tak taat aturan, tapi yang namanya guru tidak metolelir bebuat kasus yang
melanggar hokum, karena dia tahu hokum, penyebar ilmu, pengamal ilmu jadi tidak
ada seharus satu orangpun guru yang berbuat aneh dalam bidang negative.
Kenyataan menunjukkan dan sudah
menjadi rahasia umum sifat dan sikap guru yang tidak proaktif memberikan contoh
teladan kepada siswa dan kepada masyarakat antara lain: bermain plaiget dalam
menyusun RPP, tidak membuat pembaharuan dan pengembangan RPP, tidak mau merobah
system pembelajaran dari system konvensional menuju pembelajaran modern, tidak
mau belajar dan menambah literature pembelajaran, tidak menguasai ICT. Dari
sisi social masih terdapat guru yang melukai moral siswanya, tidak menunjukkan
profil guru di masyarakat.
Kasus di atas merupakan kasus
negative yang dimiliki guru kita, sehingga nama guru tercoreng nama baiknya di
kalangan masyarakat, apabila terus dilanjutkan profil guru yang demikian maka
orang tidak percaya lagi akan terangkat kualitas pendidikan kepada lembaga
pendidikan.
Standar dan
idealisasi Guru: Sesuatu yang Perlu
Di dalam Undang-undang nonor
14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 1 disebutkan bahwa guru adalah pendidik professional dengan
tugas utama mendidik, mengajar,membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Sejalan dengan itu
Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional disebutkan
pada Bab II pasal 3 bahwa tujuan pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kereatif, mandiri
dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Bagi professor Muhammad Numan Soemantri inilah
rumusan konsep pendidikan nasional
“terlengkap di dunia”.
Dari landasan di atas
secara normative guru itu tidak ada kaitannya dengan pragmatism yang membangun
kepribadiannya menjadi manusia materialitis, jadi jangan ada prinsip guru
menjadi orang terkaya serba, ada serba mewah, kalau ingin menjadi orang kaya
konversi saja menjadi pengusaha, justeru yang terkaya di Indonesia bahkan di
dunia adalah orang pengusaha, jadi guru tidak pernah tercatat menjadi “seorang
millioner”. Konsekwensi seorang guru adalah membangun anak bangsa menjadi orang
cerdas sesuai dengan prinsip dan aturan yang berlaku.
Dari paradigm di atas di sinilah
perlunya professionalism guru, sehingga muncul komitmen ideal bahwa sekali guru
tetap menjadi guru. Dengan demikian untuk menjadi dan menciptakan seorang guru
harus benar-benar ideal dan berlandasan kepada kualitas dan kepribadian yang
mantap. Oleh karena itu tahapan menciptakan dan rekrutmen guru itu sangat
memerlukan pemikiran yang matang sehingga guru itu bisa dianggap sebagai generalization,
Professor H.A.R Tilaar menyatakan bahwa idealisasi seorang guru itu
setidaknya mempunyai 10 (sepuluh) kualifikasi
penting yaitu: 1) Memiliki suatu keahlian khusus, 2) Memiliki motivasi
yang tinggi, 3) Memiliki teori-teori yang baku secara universal, 4) Mengadikan diri untuk masyarakat dan bukan
untuk diri sendiri, 5) Mempunyai kecakapan diagnostic dan kompetensi yang
aplikatif, 6) Memiliki otonomi dalam melaksanakan pekerjaannya, 7) Mempunyai
moral dan kepribadian yang mantap, 8) Mempunyai klien yang jelas, 9) Mempunyai
kepedulian terhadap orang lain dan 10) Mempunyai hubungan dengan profesi pada
bidang-bidang yang lain.
Beranjak dari konsep Tillaar di atas, seogianya kontribusi itu dapat
dijadikan sebagai acuan dalam rekrumen seorang guru. Sejalan
dengan itu, dalam implementasinya di lapangan
guru adalah sebagai tenaga Professional harus melaksanakan tugas dengan
melakukan sesuatu pekerjaan pokok bukan sebagai pekerjaan hoby, dan melaksanankan
pekerjaan dengan penuh, Expert (ahli), Responsibility (tanggungjawab), Self concept (konsep pribadi). Self idea (pribadi yang
banyak ide), Self reality (pribadi tegas).
Untuk mewujdkan guru yang ideal seperti yang disebutkan di atas maka
sangat diperlukan prinsip-prinsip yang melekat pada kepribadian seorang guru
seperti; mampu bekerja keras, dan kerja sama, mempunyai komitmen, menguasai pekerjaan, memiliki integritas dan motivasi yg tinggi dan
memiliki loyalitas. Selain dari itu guru juga harus memiliki bakat sebagai
guru, memiliki keahlian sebagai guru, memilki emosional yang sehat, memiliki
pengalaman dan pengetahuan yang luas.
Penutup
Demikian sekilas kontribusi
tentang idealisasi guru, dengan adanya tulisan dapat menjadi acuan kepada
pemegang kebijakan dalam bidang pendidikan, sehingga dengan acuan ini kita
bergerak cepat agar pendidikan dapat berobah menjadi pendidikan yang
berkualitas
*) Penulis adalah Dosen Strategi
Pembelajaran STAIN Padangsidimpuan
Padangsidimpuan, September 2012
Penulis
Drs. Samsuddin, M.Ag
Tidak ada komentar:
Posting Komentar