Selasa, 09 Oktober 2012

Membangun Moralitas Bangsa


MEMBANGUN MORALITAS BANGSA
Oleh: Drs.Samsuddin,M.Ag

Pendahuluan

Dalam beberapa tahun ini kita melihat fenomena anak bangsa, mulai dari usia remaja, dewasa  yang bahkan orangtua cenderung melakukan perbuatan aksi social yang menyimpang, aktivitas yang dilakukan terkesan bebas nilai, mulai dari politisi, penegak hukum, legeslatif, eksekutif, tenaga pendidik orangtua, sampai kepada kehidupan remaja kita tampaknya kalau diamati dari berita media, baik media elektronik maupun media cetak perilaku anak bangsa telah cukup mencemaskan, moralitas bangsa telah terpuruk, kegelisahan ini presiden RI SBY sempat berkomentar lebih kurang mengatakan “ moralitas bangsa telah cukup menghawatirkan”.
Untuk menguak realitas fenomena di atas pada tulisan akan diturunkan pembahasan seputar masalah bagaimana membangun kembali moralitas bangsa,agar perilaku dan moral bangsa ini kembali  kepada fithrah yang utuh dan bersinergi serta dapat mewujudkan misi kemanusiaan yang hakiki.

Menguak Moralitas Bangsa

Cukup banyak kasuistis perilaku masyarakat yang menyimpang dan kasus tersebut dapat berdampak negative terhadap dirinya dan tidak mustahil bisa juga berdampak sistemik terhadap masyarakat banyak, salah satu di antaranya adalah kasus trio moral adegan panas yang mirip Ariel, Luna Maya dan Cuttari, kasus ini hamper satu bulan menjadi pemberitaan media masa dan media cetak dan bisa mengalahkan dan menenggalamkan berita penting lainnya seperti kasus Century, kasus Jenderal besar Susno Duadji.
Kasus pornografi dan pornoaksi berdampak negative secara sistemik kepada masyarakat, terlebih-lebih kepada remaja dan pelajar/mahasiswa, pada akhirnya cepat atau lambat dapat menghancurkan generasi muda kita, data menunjukkan sebagaimana yang dilansir Komisi Perlindungan Anak (KPA) pada harian Waspada  (koran Nasional yang terbit di Sumatera Utara Medan)  bahwa 97 % remaja pernah menonton atau mengakses pornografi, dan 93 % pernah berciuman sedangkan 62 % pernah berhubungan badan serta 21 % remaja telah melakukan aborsi. Data ini cukup beralasan di mana KPA telah melakukan survey terhadap remaja di 12 kota besar seluruh Indonesia. Dan juga majalah BIAS edisi Juli 2010 melansir dan mempertegas berita yang cukup mencengangkan itu bahwa 62,7 % anak-anak SMP ternyata sudah tidak perawan lagi dan 21% siswa SMA pernah melakukan aborsi.
  Kasus lain yang paling menggemparkan di seputar awal tahun 2010 lalu adalah kasus moralitas bangsa di kalangan penegak hukum yakni adanya markus Anggodo yang terkuak di pengadilan mahkamah konstitusi, dari adegan sang Anggodo yang melakukan negosiasi dengan aparat penegak hukum  baik dari kepolisian maupun dari pengadilan, dari kasus ini tampak jelas betapa terpuruknya moralitas bangsa, para penegak hukum  telah terjerumus persoalan pragmatis, kapitalis dan individualistis, tidak cukup hanya itu terbongkarnya kasus Gayus seorang pegawai negeri di Dirjen Pajak pusat, kasus ini sempat menggegerkan saentero nusantara seorang Gayus bisa melincinkan perkaranya dengan memberikan sejumlah material kepada orang-orang tertentu baik di kepolisian maupun juga di pengadilan, akhirnya dia bebas dari perkaranya, tak lama setelah itu muncul sang pahlawan Mantan Kabagreskrim Polri Jenderal Susno Duadji, mencoba membuka kran kasus Gayus, ternyata markus yang dilakukan oleh Gayus adalah melobi aparat penegak hukum, dan akhirnya Gayus mendekam dalam trali besi, Gayus juga memperkaya dirinya dan keluarga dengan memanfaatkan jabatannya hingga kini menurut laporan media massa maupun cetak Gayus tercatat PNS terkaya di Indonesia, hal ini cukup beralasan hanya seorang pegawai negeri golongan III/a mampu mengumpulkan uang sampai miliaran rupiah.
Kasus lain adalah patologi social yang selalu meresahkan orangtua, masyarakat bangsa dan Negara, termasuk NARKOBA, peredaran Narkoba berbagai modus operandi mulai dari kemasan kecil yang berbagai bentuk termasuk kemasan yang bisa di masukkan ke dalam sandal sampai kepada tempat yang sensitive peria dan wanita, sekedar bukti peradaran Narkoba ini, Waspada, melansir berita pada pada tanggal 28 juli 2010 di mana seorang pengedar narkoba  berinisial Et, 34 warga Kecamatan Lima Puluh Sumatera Utara membuat kemasan kecil menjadi satu bungkusan dengan kertas bertuliskan belanja temu lawak, kunyit dan peralatan alat jamu lainnya.
Pengguna dan sasaran Narkoba yang paling banyak adalah generasi muda yang masih produktif, sehingga pada saat kita harus kehilangan generasi yang cerdas tidak beretika kehilangan jati diri serta tidak bernurani. Selain dari itu ada penyimpangan social yang melanda negeri ini termasuk belum terberantasnya berbagai macam jenis perjudian, efek dari judi tersebut dalam masyarakat menimbulkan penyakit malas bekerja sehingga SDM yang handal tidak akan besinergi di masa depan.      
Dari moralitas bangsa yang menyimpang itu pada perinsipnya didasari arus globalisasi dan informasi yang tidak seimbang  antara knowledge, afeksi dan spritualitas masyarakat  sehingga prilaku masyarakat cenderung melakukan hal-hal yang menyimpang, secara tataran akademi dapat dipetakan perilaku masyarakat lewat nilai-nilai moral di lakukan oleh masyarakat itu sendiri. Prof. Darmiyati Zuhcdi membagi prototive prilaku masyarakat kepada tiga hal.
 Pertama prilaku pra Konvensional; perilaku ini adalah merupakan Moralitas Hereronomi, ia menganggap benar itu apabila taat kepada hukum karena takut untuk dihukum. Prototive ini disebut pandangan egosenteris, tidak mempertimbangkan keinginan orang lain atau tidak menyadari bahwa orang lain berbeda dengan dirinya sendiri.
Kedua prilaku Konvensional, perilaku ini merupakan harapan bersama antarpribadi, hubungan dan pesesuaian antarpribadi. Ia menganggap sesuatu itu benar apabila berbuat sesuai dengan harapan orang-orang yang dekat dengan dirinya atau sesuai dengan harapan orang pada umumnya.

Ketiga, Pasca Konvensional, prilaku ini merupakan kontrak social atau hak milik dan hak individu, ia menganggap dan menyadari kebenaran itu bahwa masyarakat memiliki berbagai nilai dan pendapat.
Tampaknya yang paling banyak dilakonkan oleh masyarakat kita adalah prilaku pra konvensional dan  konvensional sementara prilaku pasca konvensional sangat jarang dilakukan oleh masyarakat. Prilaku penyimpangan-penyimpangan social dan patologi social yang disebutkan di atas adalah merupakan tindakan prilaku pra konvensional dan konvensional, karena tindakan yang mereka lakukan tidak memikirkan orang lain, mereka hanya takut hukuman dan melanggar aturan norma masyarakat, Negara dan lazim tidak perduli dengan nilai religiusitas yang di anugerahkan Tuhan terhadapnya.

    Tiga Pilar Penyangga Moralitas Bangsa

 Dari berbagai macam prilaku moralitas bangsa yang menyimpang yang terjadi pada masyarakat kita ini baik yang telah disebutkan di atas maupun yang tidak disebutkan di atas pada dasarnya disebabkan oleh krisis mental yang didesak oleh materialistis, pragmatis dan kapitalis. Akumulasi ini di presser oleh globalisasi dan informasi pada akhirnya menuntut semua pihak bergeser dari nilai yang positif menjadi negative.
Upaya  agar pergeseran moralitas bangsa  sehingga tetap dapat dipertahankan atau paling tidak meminimalisir penyimpangan social maka ada tiga pilar penyangga yang harus di tanamkan dalam prilaku kehidupan sehari-hari.
Pertama tegaknya pilar keagamaan, suatu kenyataan menunjukkan bahwa semua agama sangat menginginkan tindakan dan prilakunya akan bernilai moral di dalam kehidupan masyarakat. Agama dalam prespektif Islam adalah ajaran Tuhan yang memberikan peluang keselematan dunia dan akhirat. Penganut ajaran agama Islam yang berdasarakan al-Qur`an dan Hadist ini akan selalu memberikan keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Oleh karena itu betapapun kencangnya arus globalisan dan informasi jika agama dibuat sebagai filternya ia sudah barangtentu tidak terkontaminasi arus yang datang dari luar dirinya. Jadi orangtua, generasi muda dan masyarakat dewasa ini sudah melupakan kehadiran Tuhan dalam proses kehidupan ini, jika ini yang terjadi maka wajar moralitas bangsa terpuruk dan semakin chaos di masa depan.
Kedua tegaknya pilar social, sejarah menunjukkan di mana sebelum paham benar masyarakat tentang kehidupan beragama yang menjadi acuan dalam prilaku bermasyarakat adalah tegaknya pilar social, siapapun tidak ada yang berani melanggar aturan social, dan tentunya pelanggaran nilai social yang dilakukan cepat atau lambat dia akan mendapat sanksi social dari masyarakat di mana di bermukim. Dahulu jika ada orang yan berzina, maka dia akan diusir dari desanya, jika ada orang mencuri, maka ia akan dihakimi massa dan banyak lagi contoh lain yang harus diadopsi utuk ditanamkan kembali nilai social terhadap masyarakat kita. Jika perekatan social sudah mantap di laksanakan di dalam masyarakat maka dapat mengurangi penyimpangan moral anak bangsa ini.
Ketiga tegaknya pilar adat dan budaya, adat dan budaya merupakan tatanan kehidupan bagi masyarakat kita, adat dan budaya kita bangsa Indonesia pada dasarnya sangat kental menjaga keharmonisan antar sesama, budaya korupsi, markus, pelecehan seksual, pornografi/pornoaksi, trifiking Narkoba, judi dan sejumlah penyimpangan moral lainnya bukan adat dan budaya kita. Maka untuk tegaknya moral masyarakat tidak lain salahsatu kuncinya adalah harus kita kembalikan masyarakat ini untuk memahami dan mengamalkan nilai adat dan budaya kita.                     

Penutup

 Demikian sekedar ulasan tentang moralitas bangsa yang terpuruk, maka jalan keluar yang harus kita tempuh adalah memberdayakan para ulama tokoh adat dan budaya serta memberikan dukungan moral dan material untuk memberikan kajian-kajian kontemporer terhadap tiga dimensi pilar tegaknya moralitas bangsa. Percayalah jika ketiga pilar itu dapat dipahami oleh masyarakat dan generasi muda maka akan terwujudlah masyarakat yang makmur serta masyarakat yang demokratis yang selalu memberikan terbaik kepada orang lain. Trims (penulis adalah Dosen STAIN Padangsidimpuan)  


            Padangsidimpuan   Maret 2011
            Penulis


            Drs. Samsuddin M.Ag

Tidak ada komentar:

Posting Komentar