Selasa, 09 Oktober 2012

Membongkar Mitos Sekolah Favorit


MEMBONGKAR MITOS SEKOLAH FAVORIT, UNGGULAN DAN SEKOLAH PLUS
OLEH:
Drs.Samsuddin,M.Ag  *)

Salah satu urusan para orangtua yang fenomenal di seputaran bulan Juni dan Juli 2012 ini adalah mencari sekolah yang refsentatif sebagai tempat pendidikan anaknya untuk mencari ilmu pengetahuan. Satuan pendidikan  mulai dari  jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) sampai dengan jenjang Perguruan Tinggi (PT) meretas publikasi dan menebar informasi serta publikasi yang masing-masing mangakui bahwa satuan pendidikannya adalah yang terbaik, tidak mau kalah tanding dengan instrument spesifikasi yang di tawarkan cukup menarik, ada yang mendeklarasikan  sekolahnya sebagai sekolah favorit, unggulan dan sekolah plus.
Fenomena publikasi yang ditawarkan oleh satuan pendidikan tersebut berujung pada kebingunan para orangtua untuk mencari pendidikan bagi buah hatinya, mau masuk kepada sekolah favorit biayanya mahal, untuk masuk sekolah unggulan otak si anak pas-pasan dan untuk masuk sekolah plus harus punya segudang prestasi dan sertifikat sebagai pendukung untuk bisa goal dan masuk pada sekolah tersebut.
Akhirnya orangtua harus menanggung resiko mencari sekolah murah tetapi menjanjikan mengembangkan potensi anak sebagai investasi masa depan. Kenyataan pahit inilah yang dirasakan sejumlah orangtua dewasa ini pada setiap kali datang tahun ajaran baru seperti  tidak terkecuali pada tahun ajaran baru 2012-2013 ini.

SEKOLAH FAVORIT, UNGGULAN DAN SEKOLAH PLUS: BEDA TIPIS
Awan sundiawan pernah mengatakan bahwa  ternyata sekolah favorit itu sekolah pengelolaanya profesional. Sementara sekolah unggulan adalah sekolah-sekolah yang menerima input siswa yang sudah berprestasi (baca: memiliki NEM yang tinggi). Jadi sesungguhnya sekolah ini lazim disebut  kolaborasi anak-anak cerdas sehingga dengan memilih input yang baik otomatis hasil outputnya pun akan baik. Beberapa pakar pendidikan mempertanyakan definisi dari Sekolah Unggulan akhirnya  memunculkan konsep pengertian sekolah unggulan. Atau dalam terjemahan bebasnya diambil dari kata  “Effective School”


Dari paradigma di atas, secara realitasnya sekolah unggulan memilki prottipe yang beragam antara lain; pertama sekolah unggulan tipe input  cerdas;  tipe ini sekolah tersebut menerima dan menyeleksi secara ketat siswa yang masuk dengan kriteria memiliki prestasi akademik yang tinggi. Meskipun proses belajar-mengajar sekolah tersebut tidak luar biasa bahkan cenderung ortodok, namun dipastikan karena memilih input yang unggul, output yang dihasilkan juga unggul. Kedua
sekolah unggulan tipe mewah dengan menawarkan fasilitas yang serba mewah, yang ditebus dengan SPP yang sangat tinggi. Konon, untuk sekolah dasar unggulan di Parung, Bogor uang pangkalnya saja bisa sekitar lebih dari 7 juta. Dan ketiga Sekolah unggul konvensional ini menekan pada iklim belajar yang positif di lingkungan sekolah. Menerima dan mampu memproses siswa yang masuk sekolah tersebut (input ) dengan prestasi rendah menjadi lulusan (output) yang bermutu tinggi. Jadi dengan kata lain sekolah unggulan adalah sekolah yang mampu membawa setiap siswa mencapai kemampuannya secara terukur dan mampu ditunjukkan prestasinya tersebut.
Lain pula halnya sekolah plus (Sekolah Nasional Plus). Istilah ini umumnya mengacu pada sekolah-sekolah yang menggunakan kurikulum Nasional dengan kombinasi kurikulum Negara lain. Oleh karena itu sekolah ini disebut sebagai sekolah bertaraf internasional.  
Jenis Sekolah apapun tipenya supaya bisa dikatakan sekolah favorit, unggul dan plus harus memiliki Kepala Sekolah yang Profesional, Guru-guru yang tangguh dan professional, Memiliki tujuan pencapaian filosofis yang jelas, Lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran, Jaringan organisasi yang baik, Kurikulum yang jelas, Evaluasi belajar yang baik dan Partisipasi orang tua murid yang aktif dalam kegiatan sekolah.
Dengan demikian hampir tidak bisa dibedakan antara sekolah favorit, unggulan dan sekolah plus, jenis lembaga satuan pendidikan ini terkesan mahal dari segi pembiayaan, disamping bagetnya mahal terkesan juga ekskulsif, ibarat menara gading indah bagus tapi sulit terjangkau. Hanya orang atau anak tertentu yang bisa masuk sekolah ini, tapi yang paling menentukan adalah tingkat ekonominya relative mapan, jangan harapkan tingkat ekonomi menengah kebawah masuk dalam kategori pendidikan ini, nyaris tidak bisa, karena kost pendidikannya telah disetting pada orang-orang yang mampu ekonominya. Maka eksesnya bisa menibulkan kesenjangan social  
                Paradigma sekolah dengan model ekskulsif ini membawa kesan bahwa orang atau anak yang IQ pintar dan potensinya bagus tetapi tidak mendapatkan kesempatan untuk dididik dengan lembaga pendidikan yang baik, dengan demikian gaya pendidikan tersebut sama halnya dengan pendidikan pembunuhan karakter pada anak, diskrimiantif, tidak adil dan bertentangan UUD 1945  justeru di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dinyatakan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran,oleh karena itu  pemerintah wajib mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang, selain dari bertentangan pula dengan landasan operasional pendidikan nasional dan aturan main pendidikan nasional sebagaimana yang terdapat pada UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 pada BAB II pasal tentang tujuan pendidikan nasional, yang intinya adalah kehadirian pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik.

SEKOLAH ALTERNATIF: PENDIDIKAN UNTUK KITA SEMUA
                Jika model sekolah seperti halnya yang disebutkan di atas terus berkembang dan bahkan tampaknya terus bertambah setiap tahun,  selanjutnya mendapat legitimasi dari pemerintah dengan tidak mengubah systemnya yaitu dengan tetap menonjolkan sisi matarialnya maka cepat atau lambat pendidikan nasional akan mengalami keruntuhan nilai yang sangat dahsyat, yang akhirnya anak dan orangtua yang nota benenya akan menjadi kelompok masyarakat, tentunya komunitas masyarakat akan terjadi kesenjangan social, yakni kelompok yang berpendidikan kelas satu dan kelompok berpendidikan kelas dua. Suatu kenyataan menunjukkan dewasa ini telah muncul paradigma  bahwa orang yang kayalah yang mendapatkan pendidikan yang bagus, sehingga orang miskin tidak ada motivasinya untuk bangun dan memulai pencerahan terhadap generasinya, justeru dari persepsinya terhadap pendidikan sudah pesimistis, persepsi inilah yang menyebabkan banyaknya orang miskin yang pintar jadi putus sekolah atau tidak mampu melanjutkan sekolahnya kejenjang yang lebih tinngi.  Kelompok atau komunitas kelas tersebut semakin lama semakin curam dan besar kemungkinan akan terjadi repolusi pendidikan.
                Untuk mengatasi system sekolah sectarian itu maka perlu sebuah pemikiran yang cerdas dengan merekonstruksi ulang kembali pendidikan nasional artinya pemerintah harus bisa meruntuhkan simbol-simbol  material dalam pendidikan dengan memberikan pendidikan gratis kepada setiap anak .
                Disisi lain perlu diciptakan “sekolah berbasis kesetaraan” dengan tidak membedakan anak yang mampu dengan anak yang tidak mampu, sekolah ini bercirikan disiplin, professional, modern, anak tidak dituntut dan tidak bebani dengan kewajiban-kewajiban yang bersifat material seperti castum sekolah, sipatu dan symbol-simbol yang menunjukan kemewahan bagi anak, sehingga anak boleh berkreasi dan menggali potensinya secara efektive dengan mengandalkan kesederhanaan tapi penuh demokratis dan nilai.






PENUTUP 
                Demikian tulisan ini diluncurkan untuk tidak salah mencari lembaga pendidikan bagi anak-anak kita, dan menjadi kontribusi kepada pemerintah, masyarakat untuk membangun kualitas pendidikan yang mengandalkan dan menonjolkan humanitis  ketimbang pragmatis. * (penulis adalah Desen Strategi Pembelajaran pada STAIN Padangsidimpuan)
Padangsidimpuan,    juni 2012
Penulis

Drs. Samsuddin M.Ag
    






Tidak ada komentar:

Posting Komentar