BAGIAN I
KURIKULUM
MATA PELAJARAN
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
BAB I
MENGENAL MATA PELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A.
Pengertian Mata Pelajaran Agama
Islam
Pendidikan
Agama Islam yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah materi pembelajaran yang
diberikan kepada anak melalui tingkat satuan pendidikan dengan tujuan agar anak
dapat “memahami ajaran agama Islam secara paripurna” sehingga anak dapat
beriman dan bertaqwa kepada allah serta dapat melaksanakan tugas-tugas dalam
kehidupan sesuai dengan ajaran Islam. Dengan demikian secara filosofis Pendidikan
Agama Islam dapat di artikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
dalam meyakini, memahami, mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan
pengajaran atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama
lain dalam hubungan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan
persatuan nasional. (Muhaimin, 2001: 75).
Dari
pengertian di atas identik juga dengan konsep aplikatif dari Pendidikan Agama
Islam itu, hal ini sebagaimana yang terdapat dalam Panduan Pengembangan Silabus Pendidikan Agama Islam dijelaskan bahwa Pendidikan Agama
Islam, adalah “Usaha sadar untuk menyiapkan anak dalam meyakini, memahami,
menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran
dan latihan. (Badan Standar Nasional Pendidikan. (Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Agama Islam, 2006:2).
Dengan
demikian dapat dipahami bahwa Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar yang
dilakukan oleh seseorang untuk menanamkan nilai-nilai yang berasaskan agama
Islam kepada orang lain dalam rangka mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangannya dalam meyakini, memahami dan menghayati, selanjutnya
mengamalkan ajaran Islam. Berdasarkan pengertian
Pendidikan Agama Islam itu berarti maka terdapat sebuah proses yang dilakukan untuk
menciptakan manusia-manusia yang seutuhnya, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah Allah di muka bumi,yang
berdasarkan kepada ajaran Alqur’an dan sunnah.
B. Ruang
Lingkup Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Pendidikan
Agama yang kita bicarakan ini ialah pengajaran agama Islam. Dilihat dari segi
penanaman suatu mata pelajaran, sebenarnya agama Islam itu bukan suatu mata
pelajaran. Islam itu adalah suatu agama yang berisi ajaran tentang tata hidup
yang diturunkan Allah kepada umat manusia melalui para Rasulnya, sejak dari
Nabi Adam sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Ajaran ini diturunkan Allah untuk
kesejahteraan hidup manusia di dunia ini dan diakhirat nanti. Ajaran yang
dibawa oleh Nabi Muhammad ini, lebih lengkap dan lebih sempurna dari ajaran
yang dibawa oleh Nabi-nabi sebelumnya.
Dengan
demikian berarti ruang lingkup pengajaran Agama Islam ini luas sekali meliputi
seluruh aspek kehidupan. Kita ambil saja satu contoh pembahasan fiqh misalnya Mata
Pelajaran Fiqh merupakan salah satu bidang studi pengajaran agama Islam. Dilihat
dari sudut ruang lingkup pembahasannya, pengajaran agama Islam yang umum
dilaksanakan di perguruan-perguruan Agama sekarang terdiri dari sejumlah mata
pelajaran, dua belas (12) diantaranya adalah :
1.
Pengajaran ke-Imanan
Iman
berarti percaya, pengajaran keimanan berarti proses belajar mengajar tentang
berbagai aspek kepercayaan. Dalam hal ini tentu saja kepercayaan menurut agama
Islam. Menurut rumusan para Ulama tauhid, iman berarti membenarkan dengan hati,
mengikrarkan, dengan lidah akan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW dari
Allah. Jadi ruang lingkup pengajaran keimanan itu meliputi rukun Iman yang
enam, yaitu: percaya kepada Allah, kepada para Rasul Allah, kepada para
Malaikat, kepada kitab-kitab suci yang diturunkan kepada Rasul Allah, kepada
hari kiamat dan kepada Qadha dan Qadar.
2.
Pengajaran Akhlak
Akhlak
diartikan dengan tingkah laku atau budi pekerti. Pengertian ini belum tepat
menuntut arti istilah yang umum digunakan oleh para ahli ilmu akhlak. Kata
akhlak berasal dari bahasa arab, yang berarti bentuk kejadian, dalam hal ini
tentu bentuk batin (psikis) seseorang. Menurut Imam Ghazali, akhlak itu ialah
suatu istilah tentang bentuk batin yang tertanam dalam jika seseorang yang
mendorong ia berbuat (bertingkah laku), bukan karena suatu pemikiran dan bukan
pula karena suatu pertimbangan. Jadi pengajaran akhlak berarti pengajaran
tentang bentuk batin seseorang yang kelihatan pada tidak tanduknya (tingkah
lakunya) dalam pelaksanaannya, pengajaran berarti proses kegiatan belajar
mengajar dalam mencapai tujuan supaya yang diajar berakhlak baik.
3.
Pengajaran ibadat
Dalam
bahasa Indonesia, kata ibadat sudah biasa digunakan orang, bila disebut ibadat
orang sudah mengerti, aslinyaa kata itu berasal dari bahasa arab, yang berarti
penyembahan.
Materi
pelajaran ibadah ini seluruhnya dimuat dalam ilmu fiqh. Karena itu, ada orang
yang mengidentikkan ibadat dengan fiqh sehingga pelajaran fiqh itukah pelajaran
ibadat.
Pengajaran
ibadat ini termasuk salah satu bagian dari pengajaran fiqh. Dalam ruang lingkup
pengajaran agama, ibadat ini disebut tersendiri, karena ibadat merupakan inti
agama dan ada diantaranya yang wajib dikerjakan setiap hari.
Karena
luasnya ruang laingkup pengajaran ibadat ini, meliputi semua rukun Islam,
membicarakan hal-hal yang wajib, yang sunat, yang dapat membuat ibadah itu sah
atau batal, rukun, syarat, kaifiyat dan bai’atnya, tidak mungkin diajarkan
keseluruhannya dalam suatu tingkat pengajaran. Untuk tingkat sekolah rendah tentu
hanya dapat diajarkan pokok-pokok saja. Semakin tinggi tingkat pengajaran,
semakin luas dan dalam pula jangkauan daan ruang lingkupnya. Semua ini diatur
dalam silabi dan GBPP.
Dalam
pengajaran ibadat, ibadat pokok yang merupakan rukun Islam yang harus diajarkan.
Sedangkan dalam pelajaran fiqh dibicarakan berbagai aspek. Ibadat itu, seperti
bentuknya, macamnya, caranya, wataknya, hukumnya, fadillah/hikmahnyaa dan
sebagainya.
Materi
ibadat itu meliputi:
a.
Thaharah (bersuci) meliputi:
1.
Masalah najis dan kotoran
2.
Istinja’ dan menghilangkan najis dan kotoran
3.
Masalah hadas dan cara mensucikannya
4.
Masalah adab buang air (kecil dan besar)
5.
Wudhu dan mandi
b.
Shalat (sembahyang) meliputi:
1.
Caranya dan bacaannya
2.
Syaratnya, rukunnya, sunatnya dan membatalkannya
3.
Macamnya, waktunya
4.
Hukumnya, hikmahnya
5.
Hal-hal yang langsung berhubungan dengan pelaksanaannya seperti, aurat,
pakaian, azan, iqamah, jama’ah, shaf, masbuk, do’a, dan sebagainya.
c.
Puasa meliputi:
1.
Syaratnya, rukunnya, sunatnya, dan yang membatalkannya
2.
Caranya, macamnyaa, waktunya
3.
Hukumnya, dan hikmahnya
4.
Hal-hal yang langsung berhubungan dengan pelaksanaannya seperti amalan-amalan
yang dilakukan selama dalam bulan puasa.
d.
Zakat meliputi:
1.
Pengertiannya dan harta yang wajib dizakatkan
2.
Macamnya, kadarnya dan waktu pelaksanaannya
3.
Hukumnya dan hikmahnya
e.
Haji meliputi:
1.
Pengertiannya, ka’bah, sunatnya dan arah kiblat
2.
Syaratnya, rukunnya, sunatnya dan yang membatalkannya
3.
Waktunya, cara pelaksanaannya
4.
Macamnya dan umroh
5.
Hukum dan hikmahnya
6.
Hal-hal yang langsung berhubungan dengan pelaksanaany seperti masalah wajib
haji, ziarah, makam Rasul, dan lain-lain.
f.
Athiyah (pemberian) meliputi:
1.
Sedekah
2.
Hadiah
3.
Wibah
4.
Waqaf
5.
Udhiyah (kurban)
Dan
di dalam bidang materi ibadat ini dapat disimpulkan atau dapat dibagi menjadi :
Thaharoh, sholat, jenazah, syiam, zakat, haji, jihad, nazar, sumpah, qurban,
penyembelihan, pemburuan, aqiqah, minuman, makanan dan lain-lain. Pengajaran
ibadat ini termasuk salah satu pembagian dari pengajaran fiqh. Dalam ruang
lingkup pengajaran agama, ibadat ini disebut tersendiri, karena ibadah
merupakan inti agama dan ada diantaranya yang wajib dikerjakan setiap hari.
4.
Pengajaran Fiqh
Ilmu
fiqh membicarakan hubungan yang meliputi kedudukannya, hukumnya, caranya,
alatnya dan sebagainya, hubungan-hubungan itu ialah:
a.
Hubungan manusia dengan Allah, Tuhannya dan para Rasulullah
b.
Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
c.
Hubungan manusia dengan keluarga dan tetangganya
d.
Hubungan manusia dengan orang lain yang beragama dengan din
e.
Hubungan manusia dengan orang lain yang tidak seagama dengan dia
f.
Hubungan manusia dengan makhluk hidup yang lain
g.
Hubungan manusia dengan benda mati dan alam semesta
h.
Hubungan manusia dengan menyangkut dan lingkungannya
i.
Hubungan manusia dengan akal pikiraan dan ilmu pengetahuan
j.
Hubungan manusia dengan alam ghoib.
5.
Pengajaran Ushul Fiqih
Suatu
ilmu yang sangat berguna dan pengembangan pelaksanaan syari’at Islam. Dengan
mempelajari ushul fiqh orang mengetahui bagaimana hukum fiqh.
6.
Pengajaran Qimat Qur’an
Suatu
ilmu yang mengandung seni baca Al-Qur’an. Karena membaca al-Qur’an tidak sama
dengan membaca buku atau membaca kitab suci lain.
7. Pengajaran Tafsir dan Ilmu tafsir
Maksudnya
pengajaran tafsir al-Qur’an. “Tafsir” adalah bahasa arab yang diartikan dengan
“tabyin” artinya penjelasan. Sedang menurut Al Kitby dalam kitab Tas-hicnya,
tafsir itu ialah uraian Al-Qur’an, penjelasan maknanya dan penjelasan apa yang
dimaksud oleh teksnya, oleh isyaratnya atau oleh rahasia yang terkandung di
dalamnya. Sekelompok teori (ilmu) yang dapat digunakan untuk menafsirkan
al-Qur’an. Dalam ilmu ini dibicarakan masalah untuk al-Qur’an, kaidah-kaidah
untuk menafsir, istilah-istilah yang digunakan dalam menafsir, macam-macam
tafsiran, ayat muhkam dan mutasyabih, penamaan surat dan tahapan turun ayat dan
banyak lagi yang berhubungan dengan berbagai ketentuan dan cara menafsir,
kategori ini disebut dengan Ilmu Tafsir
9.
Pengajaran Hadist Dan Pengajaran Ilmu Hadist
Pengajaran
Hadist adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW, baik
merupakan perkataan, perbuatan, ketetapan, ataupun sifat fisik kepribadian. Sementara
pengajaran Ilmu Hadist adalah sekelompok teori ilmu yang dapat digunakan untuk
mempelajari hadist, baik dari segi wurudnya, dari segi matan dan maknanya, dari
riwayat dan riwayahnya dari segi sejarah dan tokoh-tokohnya.
11.
Pengajaran Tarikh Islam
Sejarah
yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan umat Islam.
12.Pengajaran
Tarikh Tasyri’
Sejarah persyariatan ajaran (hukum) Islam, sejarah resminya berlaku
ajaran Islam. Pengajaran ini sebenarnya pengajaran sejarah yang sudah di
kembangkan yang materinya khusus mengenai ajaran atau hukum Islam. (Zakiah
Daradjat, 1995: 72-73).
C. Landasan
Pelaksanaan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
1.
Landasan ideal :
Pancasila dan UUD 1945
Landasan
ideal pelaksanaan pendidikan agama Islam yaitu dasar dari
falsafah
negara pancasila, yaitu sila pertama pancasila Ketuhanan
Yang Maha Esa. Dasar ini mengandung pengertian bahwa seluruh warga bangsa
indonesia harus percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa atau harus beragama.
2.
Landasan
Konstitusional
Landasan konstitusional adalah dasar pelaksanaan agama islam yang
diambil dari UU Dasar 1945 dalam Bab XI pasala 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi “
1) Negara Berdasarkan atas Ketuahan Yang Maha Esa. 2) Negara Menjamin Tiap-Tiap
Penduduk untuk Memeluk Agama Masing-Masing dan Beribadat Menurut Agama dan
Kepercayaannya itu. Dalam dasar ini mengandung pengertian bahwa tiap-tiap warga
negara harus memeluk agama dan tidak ada pelakasanaan dalam memilih agama, dan
orang atheis dilarang untuk hidup di negara indonesia. Pasal 32 berbunyi :
pemerintah memajukan kebudayaan nasioanal Indonesia. Dalam pembukaan UUD 1945
dapat dilihat bahwa pemeritah: a. Memjukan kesejahteraan umum, b. Mencerdaskan
kehidupan bangsa, c. Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.
3.
Landasan
Religius
Dasar Religius, yang dimaksud dengan dasar religius adalah dasar-dasar yang
bersumber dari ajaran yang tertera dalam Al-quran maupu hadis. Dalam Al-quran
banyak terdapat ayat-ayat yang
menjelaskan tentang pelaksanaan pendidikan agama memerlukan peritah dari Tuhan
dan merupakan ibadah melaksanakannya.
4.
Landasan Psikologis
Landasan
Psikologis, yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek
kejiawaan kehidupan bermasyarakat. Dalam hidupnya manusia selalu memerlukan
pegangan hidup yang disebut agama. Manusia merasakan bahwa dalam jiwanya
terdapat suatu perasaan yang mengakui adanya zat Yang Maha Kuasa, Dialah tempat
berlindung dan tempat memohon pertolongan. Oleh karena itu manusia senantiasa
mendekatkan dirinya kepada Tuhan. Adapun cara mereka mengabdi kepada Tuhan
mereka dengan cara yang berbeda-beda sesuai denagn agama yang mereka anut. (http://id .shvoong.com/social-sciences/education/218904-Dasar-Dasar
Pelaksanaan Pendidikan Agama/ ix22InmGyoITN)
5.
Landasan Historis
Ketika Pemerintah Sjahrir menyetujui
pendirian Kementrian Agama
(sekarang Departemen Agama) pada 3
Januari 1946, elit Muslim menempatkan agenda pendidikan menjadi salah satu
agenda utama Kementrian Agama selain urusan haji, peradilan, dan penerangan.
Sebagai reaksi terhadap kenyataan lembaga pendidikan yang tidak memuaskan
harapan mereka, elit Muslim tersebut dalam alam proklamasi memusatkan perhatian
kepada dua upaya utama yang satu sama lain saling berkaitan.
Petama ialah
mengembangkan pendidikan agama (Islam) pada sekolah-sekolah umum yang sejak
Proklamasi berada di bawah pembinaan Kementrian Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan (Kementrian PPK). Upaya ini meliputi: (1) memperjuangkan status
pendidikan agama di sekolah-sekolah umum dan pendidikan tinggi, (2)
mengembangkan kurikulum agama, (3) menyiapkan guru-guru agama yang berkualitas,
dan (4) menyiapkan buku-buku pelajaran agama. Kedua, upaya yang dilakukan oleh
Kementrian Agama ialah peningkatan kualitas atau “modernisasi” lembaga-lembaga
pendidikan yang selama ini telah memberi perhatian pada pendidikan/pengajaran
agama Islam dan pengetahuan umum modern sekaligus.
Strateginya
ialah: (1) dengan cara memperbarui kurikulum yang ada dan memperkuat porsi
kurikulum pengajaran umum modern sehingga tak terlalu ketinggalan dari
sekolah-sekolah umum, (2) mengembangkan kualitas dan kuantitas guru-guru bidang
umum, (3) menyediakan fasilitas belajar seperti buku-buku bidang studi umum,
dan (4) mendirikan sekolah Kementrian Agama di berbagai daerah/wilayah sebagai
percontohan atau model bagi lembaga pendidikan Islam setingkat.
Dari
landasan sejarah di atas dapat kita pahami bahwa salah satu perjuangan elit
Muslim Indonesia sejak awal kemerdekaan pada bidang pendidikan adalah
memperkokoh posisi pendidikan agama Islam (PAI) di sekolah-sekolah umum sejak
tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Dari perjuangan ini dapat kita pahami
bahwa masuknya PAI pada kurikulum sekolah umum seluruh jenjang merupakan
perjuangan gigih para tokoh elit Muslim sejak awal kemerdekaan hingga sekarang
ini. Maka dari itu, keberadaan dan peningkatan mutunya tentunya merupakan
kewajiban kita khususnya kalangan akademis di lingkungan PTAI maupun para
praktisi pendidikan di lapangan.
6.
Landasan Operasional
1) UU SISDIKNAS
Landasan
perundang-undangan sebagai landasan hukum positif keberadaan PAI pada kurikulum
sekolah sangat kuat karena tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas Bab V Pasal 12 ayat 1 point (a), bahwasannya setiap peserta didik
dalam setiap satuan pendidikan berhak: (a) mendapatkan pendidikan agama sesuai
dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.
Peningkatan
iman dan taqwa serta akhlak mulia dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
Bab X Pasal 36 ayat 3 point (a), bahwasannya kurikulum disusun sesuai dengan
jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
memperhatikan: (a) peningkatan iman dan taqwa. Dan pasal 37 ayat 1 point (a),
bahwasannya kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: (a)
pendidikan agama. Dengan merujuk beberapa pasal dalam UUSPN No. 20/2003, maka
semakin jelaslah bahwa kedudukan PAI pada kurikulum sekolah dari semua jenjang
dan jenis sekolah dalam perundang-undangan yang berlaku sangat kuat.
2) PP No 19 Thn 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Pada Pasal 6
poin 1 dijelaskan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan
khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia; kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian; kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; kelompok
mata pelajaran estetika; kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan
kesehatan.
Selanjutnya
pada pasal 7 poin 1 dijelaskan bahwa kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket C,
SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau
kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi,
estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Dari
beberapa landasan perundang-undangan di atas sangat jelas bahwa pendidikan
agama merupakan salah satu mata pelajaan yang wajib ada di semua jenjang dan
jalur pendidikan. Dengan demikian, eksistensinya sangat strategis dalam usaha
mencapai tujuan pendidikan nasional secara umum.
Sementara
itu, bila dilihat dari proses pengembangan kurikulum, maka ketika KBK
diterapkan di beberapa sekolah sejak tahun 2004 atau bahkan ada yang telah
menetapkannya sejak tahun 2003, maka kurikulum itu masih dalam taraf uji coba
(eksperimen) dan belum ditetapkan dalam bentuk peraturan pemerintah. Namun
demikian, pemerintah tetap menghargai terhadap mereka yang telah melakukan
eksperimen KBK tersebut, sehingga di dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2005 tentang Ujian Nasional tahun
pelajaran 2005/2006 pada pasal 8 dinyatakan bahwa “Bahan ujian nasional disusun
berdasarkan kurikulum 1994 atau standar kompetensi lulusan “Kurikulum 2004”.
Dengan kata lain satuan pendidikan dapat memilih di antara kedua kurikulum
tersebut. Bagi sekolah atau madrasah yang menetapkan kurikulum 2004, bahan
ujian disesuaikan dengan kurikulum 2004.
Uraian
diatas menggarisbawahi bahwa pengembangan KTSP antara lain menggunakan
menggunakan pendekatatan KBK yang memiliki ciri-ciri antara lain:
a. Menitik
beratkan pencapaian target (attainment targets) kompetensi daripada penguasaan
materi.
b. Lebih
mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia.
c. Memberikan
kebebasan yang luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk mengembangkan
dan melaksanakan program pendidikan sesuai dengan kebutuhan.
Berdasarkan
penjelasan di atas, dapat ditarik benang merah bahwa esensi pengembangan KTSP
adalah “mengembangkan pendidikan yang demokratis dan non-monopolistik”. Karena
itulah kurikulum yang dikembangkan di pusat cukup sebagai rambu-rambu umum
tentang standar kompetensi lulusan yang harus dicapai serta standar isi. Di
pusat tidak perlu sampai mengatur urutan perbulan/minggu dan seterusnya, yang
diberlakukan untuk sekolah/madrasah di daerah, apalagi sampai memaksakan suatu
metode dan teori mengajar tertentu.
Terkait
dengan hal di atas, pendidikan agama yang nota benenya hanya diajarkan dalam
bobot 2 sks akan mudah disiasati oleh para guru agama dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Guru agama memiliki keleluasaan dalam mengembangkan materi agama
sehingga tidak selalu terpaku pada pencapaian target dari rentetan materi yang
ada, tetapi lebih terfokus pada tercapainya tujuan dari setiap sub bahasan yang
disampaikan.
D. Tujuan
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Sebelum lebih jauh menjelaskan tujuan pendidikan Islam
terlebih dahulu dijelaskan apa sebenarnya makna dari ”tujuan” tersebut. Secara
etimologi, tujuan sama dengan arah,
maksud atau haluan. Secara terminologi, tujuan berarti “sesuatu yang diharapkan
tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan selesai” oleh H.M.Arifin
menyebutkan,bahwa tujuan proses pendidikan Islam adalah “Idealitas (cita-cita)
yang mengandung nilai-nilai Islam yang hendak dicapai dalam proses kependidikan
yang berdasarkan ajaran Islam. Armai Arief, (2002: 15).
Tujuan
merupakan standar usaha yang dapat ditentukan,serta mengarahkan usaha yang akan
dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain.
Abd
al-Rahman Shaleh Abd Allah dalam bukunya, Educational Theory,a Qur’anic,menyatakan
tujuan pendidikan Islam dapat diklasifikasikan menjadi empat dimensi,yaitu :
1.
Tujuan
pendidikan jasmani (al-ahdaf al-jismiyah )
Mempersiapkan diri manusia sebagai
pengemban tugas khalifah di bumi,melalui keterampilan-keterampilan fisik.
2.
Tujuan
pendidikan rohani (al-ahdap al-ruhaniyyah)
Meningkatkan jiwa dari kesetian yang
hanya kepada Allah SWT.semata dan melaksanakan moralitas islami yang diteladani
oleh Nabi SAW
3.
Tujuan
pendidikan akal (al-ahdap al-aqliyah)
Pengarahan inteligensi untuk menemukan
kebenaran dan sebab-sebabnya dengan telaah tanda-tanda kekuasaan Allah dan
menemukan pesan-pesan ayat-ayat-Nya yang berimplikasi kepada peningkatan iman
kepada Sang Pencipta.
4.
Tujuan
pendidikan social (al-ahdap al itjimaiyyah) Tujuan pendidikan social
adalah pembentukan kepribadian yang utuh yang menjadi bagian dari komunitas
sosial. (Armai Arief, 2002: 71-79).
Dengan
demikian tujuan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam adalah Untuk memberikan
ilmu pengetahuan kepada anak sesuai dengan materi pada setiap jenjang satuan pendidikan, sehingga anak dapat
memahami dan mengamalkan ajaran islam secara benar dan dapat bertaqwa kepada
allah swt.
E.
Fungsi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Fungsi
mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam. Adapun fungsi
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Fungsi Pengembangan, yaitu
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah SWT. yang telah
ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Pada dasarnya dan pertama-tama kewajiban menanamkan keimanan dan
ketaqwaan dilakukan oleh setiap orang tua dalam keluarga. Sekolah berfungsi
untuk menumbuh kembangkan lebih lanjut dalam diri anak melalui bimbingan,
pengajaran dan pelatihan agar keimanan dan ketaqwaan tersebut dapat berkembang
secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.
2.
Fungsi Penanaman, nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat.
3.
Fungsi Penyesuaian mental, yaitu untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan
sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
4. Fungsi Perbaikan,
yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan
kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman
ajaran dalam kehidupan sehari-hari.
5. Fungsi
Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya
atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat
perkembangannya menuju manusia seutuhnya.
6. Fungsi Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam
nyata dan nir-nyata), sistem dan fungsionalnya.
7. Fungsi
Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki
bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara
optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.(http://id.shvoong.com/
social-sciences/education/2244453-fungsi-mata-pelajaran-pai/ygkg )
Dengan
demikian fungsi mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam itu adalah sebagai acuan dan norma bagi satuan tingkat
pendidikan tertentu sehingga anak bisa diukur tingkat pemahaman dan pengamalan
anak itu sendiri
F. Pendekatan
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pembelajaran dan bimbingan guru dalam mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan. Pendekatan
berarti cara pandang terhadap sebuah objek persoalan, di mana cara pandang itu
adalah cara pandang dalam konteks yang lebih luas”( Ramayulis, 2008: 127). Pendekatan
belajar dengan “cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai maksud
(dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya)” atau “cara kerja yang berssitem
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan”(
Zakiah Daratjat dkk, 2001:93)
Ada
beberapa pendekatan yang dapat dilakukan pendidik untuk kegiatan pembelajaran
dalam Pendidikan Agama Islam:
a.
Pendekatan Pengalaman
Pendekatan
ini merupakan pemberian pengalaman keagamaan kepada peserta didik dalam rangka
penanaman nilai-nilai keagamaan. Dengan pendekatan ini peserta didik diberi
kesempatan untuk mendapatkan pengalaman keagamaan baik secara individual maupun
kelompok.
Dalam
pembelajaran ibadah misalnya, guru atau pendidik akan menemui kesulitan yang
besar apabila mengabaikan pendekatan ini. Peserta didik harus mengalami sendiri
ibadah itu dengan bimbingan gurunya. Belajar dari pengalaman jauh lebih baik
dari pada hanya sekedar bicara, tidak pernah berbuat sama sekali. Pengalaman
yang dimaksud di sini tentunya pengalaman yang bersifat mendidik. Memberikan
pengalaman yang edukatif kepada peserta didik diarahkan untuk mencapai tujuan
yang sudah ditetapkan.
b.
Pendekatan Pembiasaan
Pendekatan ini dimaksudkan agar seseorang memiliki
kebiasaan berbuat hal-hal yang baik sesuai dengan ajaran agama Islam. Edi Suardi dalam bukunya, Pedagogik 2,
menjelaskan bahwa ”kebiasaan itu adalah suatu tingkah laku tertentu yang
sifatnya otomatis, tanpa direncanakan dulu, serta berlaku begitu saja tanpa
dipikir lagi” ( Edi Suardi, tt :12.) Pembiasaan memberikan
kesempatan kepada peserta didik terbiasa mengamalkan ajaran agamanya dalam
kehidupan sehari-hari.
c.
Pendekatan Emosional
Emosi merupakan gejala kejiwaan yang ada di dalam diri
seseorang. Emosi tersebut berhubungan dengan masalah perasaan. Karena itu
pendekatan emosional merupakan ”usaha untuk menggugah perasaan dan emosi
peserta didik dalam meyakini ajaran Islam serta dapat merasakan mana yang baik
dan mana yang buruk”( Ramayulis,2008: 129). Emosi berperan dalam pembentukan kepribadian
seseorang, oleh karena itu pendekatan emosional merupakan salah satu pendekatan
dalam Pendidikan Agama Islam. Metode
pembelajaran dalam pendekatan emosional ini yang digunakan adalah metode ceramah,
sosio drama atau bercerita.
d.
Pendekatan Rasional
Pendekatan
rasional merupakan sutu pendekatan yang mempergunakan rasio (akal) dalam
memahami dan menerima suatu ajaran agama. Dengan mempergunakan akalnya
seseorang bisa membedakan mana yang baik, mana yang lebih baik, atau mana yang
tidak baik. Pembelajaran dengan melalui metode tanya jawab atau kerja kelompok,
misalnya seorang guru bisa melakukan pendekatan rasional dengan memberikan
peran akal dalam memahami dan menerima kebenaran ajaran atau tuntunan agama.
e.
Pendekatan Fungsional
Pendekatan
ini merupakan upaya memberikan materi pembelajaran dengan menekankan kepada
segi kemanfaatan bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran
dan bimbingan untuk melakukan shalat misalnya, diharapkan berguna bagi
kehidupan seseorang, baik dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan
sosial. Melalui pendekatan fungsional ini berarti peserta didik dapat
memanfaatkan ilmu dalam kehidupan sehari-hari. Metode yang dapat digunakan
dalam pendekatan ini antara lain metode latihan, demonstrasi, dan pemberian
tugas.
f.
Pendekatan Keteladanan
Pendekatan keteladanan adalah memperlihatkan
keteladanan atau memberikan contoh yang baik. Guru yang senantiasa bersikap
baik kepada setiap orang misalnya, secara langsung memberikan keteladanan bagi
anak didiknya. Keteladanan pendidik terhadap anak didiknya merupakan faktor
yang sangat penting dan menentukan keberhasilan pembelajaran. Hal ini
disebabkan karena guru akan menjadi tokoh identifikasi dalam pandangan anak
yang akan dijadikannya sebagai teladan dalam mengidentifikasikan diri dalam
kehidupannya. (Zakiah Daradjad, 2001: 127-129)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar