Selasa, 09 Oktober 2012

Strabel Baagian I bab 1



BAGIAN I
KURIKULUM MATA PELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM



BAB I
MENGENAL MATA PELAJARAN
 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

A.    Pengertian Mata Pelajaran Agama Islam

Pendidikan Agama Islam yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah materi pembelajaran yang diberikan kepada anak melalui tingkat satuan pendidikan dengan tujuan agar anak dapat “memahami ajaran agama Islam secara paripurna” sehingga anak dapat beriman dan bertaqwa kepada allah serta dapat melaksanakan tugas-tugas dalam kehidupan sesuai dengan ajaran Islam. Dengan demikian secara filosofis Pendidikan Agama Islam dapat di artikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan pengajaran atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. (Muhaimin, 2001: 75).

Dari pengertian di atas identik juga dengan konsep aplikatif dari Pendidikan Agama Islam itu, hal ini sebagaimana yang terdapat dalam Panduan Pengembangan Silabus Pendidikan  Agama Islam dijelaskan bahwa Pendidikan Agama Islam, adalah “Usaha sadar untuk menyiapkan anak dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan. (Badan Standar Nasional Pendidikan. (Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Agama Islam, 2006:2).

Dengan demikian dapat dipahami bahwa Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar yang dilakukan oleh seseorang untuk menanamkan nilai-nilai yang berasaskan agama Islam kepada orang lain dalam rangka mengarahkan pertumbuhan dan perkembangannya dalam meyakini, memahami dan menghayati, selanjutnya mengamalkan ajaran Islam. Berdasarkan  pengertian Pendidikan  Agama Islam  itu berarti maka  terdapat sebuah proses yang dilakukan untuk menciptakan manusia-manusia yang seutuhnya, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah Allah di muka bumi,yang berdasarkan kepada ajaran Alqur’an dan sunnah.

B.     Ruang Lingkup Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama yang kita bicarakan ini ialah pengajaran agama Islam. Dilihat dari segi penanaman suatu mata pelajaran, sebenarnya agama Islam itu bukan suatu mata pelajaran. Islam itu adalah suatu agama yang berisi ajaran tentang tata hidup yang diturunkan Allah kepada umat manusia melalui para Rasulnya, sejak dari Nabi Adam sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Ajaran ini diturunkan Allah untuk kesejahteraan hidup manusia di dunia ini dan diakhirat nanti. Ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad ini, lebih lengkap dan lebih sempurna dari ajaran yang dibawa oleh Nabi-nabi sebelumnya.
                              
Dengan demikian berarti ruang lingkup pengajaran Agama Islam ini luas sekali meliputi seluruh aspek kehidupan. Kita ambil saja satu contoh pembahasan fiqh misalnya Mata Pelajaran Fiqh merupakan salah satu bidang studi pengajaran agama Islam. Dilihat dari sudut ruang lingkup pembahasannya, pengajaran agama Islam yang umum dilaksanakan di perguruan-perguruan Agama sekarang terdiri dari sejumlah mata pelajaran, dua belas (12) diantaranya adalah :

1. Pengajaran ke-Imanan
Iman berarti percaya, pengajaran keimanan berarti proses belajar mengajar tentang berbagai aspek kepercayaan. Dalam hal ini tentu saja kepercayaan menurut agama Islam. Menurut rumusan para Ulama tauhid, iman berarti membenarkan dengan hati, mengikrarkan, dengan lidah akan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW dari Allah. Jadi ruang lingkup pengajaran keimanan itu meliputi rukun Iman yang enam, yaitu: percaya kepada Allah, kepada para Rasul Allah, kepada para Malaikat, kepada kitab-kitab suci yang diturunkan kepada Rasul Allah, kepada hari kiamat dan kepada Qadha dan Qadar.
2. Pengajaran Akhlak
Akhlak diartikan dengan tingkah laku atau budi pekerti. Pengertian ini belum tepat menuntut arti istilah yang umum digunakan oleh para ahli ilmu akhlak. Kata akhlak berasal dari bahasa arab, yang berarti bentuk kejadian, dalam hal ini tentu bentuk batin (psikis) seseorang. Menurut Imam Ghazali, akhlak itu ialah suatu istilah tentang bentuk batin yang tertanam dalam jika seseorang yang mendorong ia berbuat (bertingkah laku), bukan karena suatu pemikiran dan bukan pula karena suatu pertimbangan. Jadi pengajaran akhlak berarti pengajaran tentang bentuk batin seseorang yang kelihatan pada tidak tanduknya (tingkah lakunya) dalam pelaksanaannya, pengajaran berarti proses kegiatan belajar mengajar dalam mencapai tujuan supaya yang diajar berakhlak baik.

3. Pengajaran ibadat
Dalam bahasa Indonesia, kata ibadat sudah biasa digunakan orang, bila disebut ibadat orang sudah mengerti, aslinyaa kata itu berasal dari bahasa arab, yang berarti penyembahan.
Materi pelajaran ibadah ini seluruhnya dimuat dalam ilmu fiqh. Karena itu, ada orang yang mengidentikkan ibadat dengan fiqh sehingga pelajaran fiqh itukah pelajaran ibadat.
Pengajaran ibadat ini termasuk salah satu bagian dari pengajaran fiqh. Dalam ruang lingkup pengajaran agama, ibadat ini disebut tersendiri, karena ibadat merupakan inti agama dan ada diantaranya yang wajib dikerjakan setiap hari.
Karena luasnya ruang laingkup pengajaran ibadat ini, meliputi semua rukun Islam, membicarakan hal-hal yang wajib, yang sunat, yang dapat membuat ibadah itu sah atau batal, rukun, syarat, kaifiyat dan bai’atnya, tidak mungkin diajarkan keseluruhannya dalam suatu tingkat pengajaran. Untuk tingkat sekolah rendah tentu hanya dapat diajarkan pokok-pokok saja. Semakin tinggi tingkat pengajaran, semakin luas dan dalam pula jangkauan daan ruang lingkupnya. Semua ini diatur dalam silabi dan GBPP.
Dalam pengajaran ibadat, ibadat pokok yang merupakan rukun Islam yang harus diajarkan. Sedangkan dalam pelajaran fiqh dibicarakan berbagai aspek. Ibadat itu, seperti bentuknya, macamnya, caranya, wataknya, hukumnya, fadillah/hikmahnyaa dan sebagainya.
Materi ibadat itu meliputi:
a. Thaharah (bersuci) meliputi:
1. Masalah najis dan kotoran
2. Istinja’ dan menghilangkan najis dan kotoran
3. Masalah hadas dan cara mensucikannya
4. Masalah adab buang air (kecil dan besar)
5. Wudhu dan mandi
b. Shalat (sembahyang) meliputi:
1. Caranya dan bacaannya
2. Syaratnya, rukunnya, sunatnya dan membatalkannya
3. Macamnya, waktunya
4. Hukumnya, hikmahnya
5. Hal-hal yang langsung berhubungan dengan pelaksanaannya seperti, aurat, pakaian, azan, iqamah, jama’ah, shaf, masbuk, do’a, dan sebagainya.

c. Puasa meliputi:
1. Syaratnya, rukunnya, sunatnya, dan yang membatalkannya
2. Caranya, macamnyaa, waktunya
3. Hukumnya, dan hikmahnya
4. Hal-hal yang langsung berhubungan dengan pelaksanaannya seperti amalan-amalan yang dilakukan selama dalam bulan puasa.

d. Zakat meliputi:
1. Pengertiannya dan harta yang wajib dizakatkan
2. Macamnya, kadarnya dan waktu pelaksanaannya
3. Hukumnya dan hikmahnya

e. Haji meliputi:
1. Pengertiannya, ka’bah, sunatnya dan arah kiblat
2. Syaratnya, rukunnya, sunatnya dan yang membatalkannya
3. Waktunya, cara pelaksanaannya
4. Macamnya dan umroh
5. Hukum dan hikmahnya
6. Hal-hal yang langsung berhubungan dengan pelaksanaany seperti masalah wajib haji, ziarah, makam Rasul, dan lain-lain.

f. Athiyah (pemberian) meliputi:
1. Sedekah
2. Hadiah
3. Wibah
4. Waqaf
5. Udhiyah (kurban)

Dan di dalam bidang materi ibadat ini dapat disimpulkan atau dapat dibagi menjadi : Thaharoh, sholat, jenazah, syiam, zakat, haji, jihad, nazar, sumpah, qurban, penyembelihan, pemburuan, aqiqah, minuman, makanan dan lain-lain. Pengajaran ibadat ini termasuk salah satu pembagian dari pengajaran fiqh. Dalam ruang lingkup pengajaran agama, ibadat ini disebut tersendiri, karena ibadah merupakan inti agama dan ada diantaranya yang wajib dikerjakan setiap hari.

4. Pengajaran Fiqh
Ilmu fiqh membicarakan hubungan yang meliputi kedudukannya, hukumnya, caranya, alatnya dan sebagainya, hubungan-hubungan itu ialah:
a. Hubungan manusia dengan Allah, Tuhannya dan para Rasulullah
b. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
c. Hubungan manusia dengan keluarga dan tetangganya
d. Hubungan manusia dengan orang lain yang beragama dengan din
e. Hubungan manusia dengan orang lain yang tidak seagama dengan dia
f. Hubungan manusia dengan makhluk hidup yang lain
g. Hubungan manusia dengan benda mati dan alam semesta
h. Hubungan manusia dengan menyangkut dan lingkungannya
i. Hubungan manusia dengan akal pikiraan dan ilmu pengetahuan
j. Hubungan manusia dengan alam ghoib.

5. Pengajaran Ushul Fiqih
Suatu ilmu yang sangat berguna dan pengembangan pelaksanaan syari’at Islam. Dengan mempelajari ushul fiqh orang mengetahui bagaimana hukum fiqh.

6. Pengajaran Qimat Qur’an
Suatu ilmu yang mengandung seni baca Al-Qur’an. Karena membaca al-Qur’an tidak sama dengan membaca buku atau membaca kitab suci lain.

7. Pengajaran Tafsir dan Ilmu tafsir
Maksudnya pengajaran tafsir al-Qur’an. “Tafsir” adalah bahasa arab yang diartikan dengan “tabyin” artinya penjelasan. Sedang menurut Al Kitby dalam kitab Tas-hicnya, tafsir itu ialah uraian Al-Qur’an, penjelasan maknanya dan penjelasan apa yang dimaksud oleh teksnya, oleh isyaratnya atau oleh rahasia yang terkandung di dalamnya. Sekelompok teori (ilmu) yang dapat digunakan untuk menafsirkan al-Qur’an. Dalam ilmu ini dibicarakan masalah untuk al-Qur’an, kaidah-kaidah untuk menafsir, istilah-istilah yang digunakan dalam menafsir, macam-macam tafsiran, ayat muhkam dan mutasyabih, penamaan surat dan tahapan turun ayat dan banyak lagi yang berhubungan dengan berbagai ketentuan dan cara menafsir, kategori ini disebut dengan Ilmu Tafsir

9. Pengajaran Hadist Dan Pengajaran Ilmu Hadist
Pengajaran Hadist adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW, baik merupakan perkataan, perbuatan, ketetapan, ataupun sifat fisik kepribadian. Sementara pengajaran Ilmu Hadist adalah sekelompok teori ilmu yang dapat digunakan untuk mempelajari hadist, baik dari segi wurudnya, dari segi matan dan maknanya, dari riwayat dan riwayahnya dari segi sejarah dan tokoh-tokohnya.

11. Pengajaran Tarikh Islam
Sejarah yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan umat Islam.

12.Pengajaran Tarikh Tasyri’
Sejarah persyariatan ajaran (hukum) Islam, sejarah resminya berlaku ajaran Islam. Pengajaran ini sebenarnya pengajaran sejarah yang sudah di kembangkan yang materinya khusus mengenai ajaran atau hukum Islam. (Zakiah Daradjat, 1995: 72-73).

C.    Landasan Pelaksanaan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam

1.      Landasan  ideal : Pancasila dan UUD 1945
Landasan ideal pelaksanaan pendidikan agama Islam yaitu dasar dari falsafah negara pancasila, yaitu sila pertama pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa. Dasar ini mengandung pengertian bahwa seluruh warga bangsa indonesia harus percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa atau harus beragama.

2.      Landasan Konstitusional
Landasan konstitusional adalah dasar pelaksanaan agama islam yang diambil dari UU Dasar 1945 dalam Bab XI pasala 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi “ 1) Negara Berdasarkan atas Ketuahan Yang Maha Esa. 2) Negara Menjamin Tiap-Tiap Penduduk untuk Memeluk Agama Masing-Masing dan Beribadat Menurut Agama dan Kepercayaannya itu. Dalam dasar ini mengandung pengertian bahwa tiap-tiap warga negara harus memeluk agama dan tidak ada pelakasanaan dalam memilih agama, dan orang atheis dilarang untuk hidup di negara indonesia. Pasal 32 berbunyi : pemerintah memajukan kebudayaan nasioanal Indonesia. Dalam pembukaan UUD 1945 dapat dilihat bahwa pemeritah: a. Memjukan kesejahteraan umum, b. Mencerdaskan kehidupan bangsa, c. Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaaan, perdamaian abadi  dan keadilan sosial.
3.      Landasan Religius
Dasar Religius, yang dimaksud dengan  dasar religius adalah dasar-dasar yang bersumber dari ajaran yang tertera dalam Al-quran maupu hadis. Dalam Al-quran banyak terdapat  ayat-ayat yang menjelaskan tentang pelaksanaan pendidikan agama memerlukan peritah dari Tuhan dan merupakan ibadah melaksanakannya.

4.      Landasan Psikologis
Landasan Psikologis, yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek kejiawaan kehidupan bermasyarakat. Dalam hidupnya manusia selalu memerlukan pegangan hidup yang disebut agama. Manusia merasakan bahwa dalam jiwanya terdapat suatu perasaan yang mengakui adanya zat Yang Maha Kuasa, Dialah tempat berlindung dan tempat memohon pertolongan. Oleh karena itu manusia senantiasa mendekatkan dirinya kepada Tuhan. Adapun cara mereka mengabdi kepada Tuhan mereka dengan cara yang berbeda-beda sesuai denagn agama yang mereka anut. (http://id .shvoong.com/social-sciences/education/218904-Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama/ ix22InmGyoITN)  

5.      Landasan Historis
Ketika Pemerintah Sjahrir menyetujui pendirian Kementrian Agama
(sekarang Departemen Agama) pada 3 Januari 1946, elit Muslim menempatkan agenda pendidikan menjadi salah satu agenda utama Kementrian Agama selain urusan haji, peradilan, dan penerangan. Sebagai reaksi terhadap kenyataan lembaga pendidikan yang tidak memuaskan harapan mereka, elit Muslim tersebut dalam alam proklamasi memusatkan perhatian kepada dua upaya utama yang satu sama lain saling berkaitan.

Petama ialah mengembangkan pendidikan agama (Islam) pada sekolah-sekolah umum yang sejak Proklamasi berada di bawah pembinaan Kementrian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (Kementrian PPK). Upaya ini meliputi: (1) memperjuangkan status pendidikan agama di sekolah-sekolah umum dan pendidikan tinggi, (2) mengembangkan kurikulum agama, (3) menyiapkan guru-guru agama yang berkualitas, dan (4) menyiapkan buku-buku pelajaran agama. Kedua, upaya yang dilakukan oleh Kementrian Agama ialah peningkatan kualitas atau “modernisasi” lembaga-lembaga pendidikan yang selama ini telah memberi perhatian pada pendidikan/pengajaran agama Islam dan pengetahuan umum modern sekaligus.

Strateginya ialah: (1) dengan cara memperbarui kurikulum yang ada dan memperkuat porsi kurikulum pengajaran umum modern sehingga tak terlalu ketinggalan dari sekolah-sekolah umum, (2) mengembangkan kualitas dan kuantitas guru-guru bidang umum, (3) menyediakan fasilitas belajar seperti buku-buku bidang studi umum, dan (4) mendirikan sekolah Kementrian Agama di berbagai daerah/wilayah sebagai percontohan atau model bagi lembaga pendidikan Islam setingkat.

Dari landasan sejarah di atas dapat kita pahami bahwa salah satu perjuangan elit Muslim Indonesia sejak awal kemerdekaan pada bidang pendidikan adalah memperkokoh posisi pendidikan agama Islam (PAI) di sekolah-sekolah umum sejak tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Dari perjuangan ini dapat kita pahami bahwa masuknya PAI pada kurikulum sekolah umum seluruh jenjang merupakan perjuangan gigih para tokoh elit Muslim sejak awal kemerdekaan hingga sekarang ini. Maka dari itu, keberadaan dan peningkatan mutunya tentunya merupakan kewajiban kita khususnya kalangan akademis di lingkungan PTAI maupun para praktisi pendidikan di lapangan.



6.      Landasan Operasional
1) UU SISDIKNAS
Landasan perundang-undangan sebagai landasan hukum positif keberadaan PAI pada kurikulum sekolah sangat kuat karena tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab V Pasal 12 ayat 1 point (a), bahwasannya setiap peserta didik dalam setiap satuan pendidikan berhak: (a) mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.
Peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab X Pasal 36 ayat 3 point (a), bahwasannya kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: (a) peningkatan iman dan taqwa. Dan pasal 37 ayat 1 point (a), bahwasannya kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: (a) pendidikan agama. Dengan merujuk beberapa pasal dalam UUSPN No. 20/2003, maka semakin jelaslah bahwa kedudukan PAI pada kurikulum sekolah dari semua jenjang dan jenis sekolah dalam perundang-undangan yang berlaku sangat kuat.

2) PP No 19 Thn 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Pada Pasal 6 poin 1 dijelaskan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; kelompok mata pelajaran estetika; kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Selanjutnya pada pasal 7 poin 1 dijelaskan bahwa kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/ Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Dari beberapa landasan perundang-undangan di atas sangat jelas bahwa pendidikan agama merupakan salah satu mata pelajaan yang wajib ada di semua jenjang dan jalur pendidikan. Dengan demikian, eksistensinya sangat strategis dalam usaha mencapai tujuan pendidikan nasional secara umum.

Sementara itu, bila dilihat dari proses pengembangan kurikulum, maka ketika KBK diterapkan di beberapa sekolah sejak tahun 2004 atau bahkan ada yang telah menetapkannya sejak tahun 2003, maka kurikulum itu masih dalam taraf uji coba (eksperimen) dan belum ditetapkan dalam bentuk peraturan pemerintah. Namun demikian, pemerintah tetap menghargai terhadap mereka yang telah melakukan eksperimen KBK tersebut, sehingga di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2005 tentang Ujian Nasional tahun pelajaran 2005/2006 pada pasal 8 dinyatakan bahwa “Bahan ujian nasional disusun berdasarkan kurikulum 1994 atau standar kompetensi lulusan “Kurikulum 2004”. Dengan kata lain satuan pendidikan dapat memilih di antara kedua kurikulum tersebut. Bagi sekolah atau madrasah yang menetapkan kurikulum 2004, bahan ujian disesuaikan dengan kurikulum 2004.

Uraian diatas menggarisbawahi bahwa pengembangan KTSP antara lain menggunakan menggunakan pendekatatan KBK yang memiliki ciri-ciri antara lain:
a. Menitik beratkan pencapaian target (attainment targets) kompetensi daripada penguasaan materi.
b. Lebih mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya   pendidikan yang tersedia.
c. Memberikan kebebasan yang luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan sesuai dengan kebutuhan.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik benang merah bahwa esensi pengembangan KTSP adalah “mengembangkan pendidikan yang demokratis dan non-monopolistik”. Karena itulah kurikulum yang dikembangkan di pusat cukup sebagai rambu-rambu umum tentang standar kompetensi lulusan yang harus dicapai serta standar isi. Di pusat tidak perlu sampai mengatur urutan perbulan/minggu dan seterusnya, yang diberlakukan untuk sekolah/madrasah di daerah, apalagi sampai memaksakan suatu metode dan teori mengajar tertentu.

Terkait dengan hal di atas, pendidikan agama yang nota benenya hanya diajarkan dalam bobot 2 sks akan mudah disiasati oleh para guru agama dalam mencapai tujuan pembelajaran. Guru agama memiliki keleluasaan dalam mengembangkan materi agama sehingga tidak selalu terpaku pada pencapaian target dari rentetan materi yang ada, tetapi lebih terfokus pada tercapainya tujuan dari setiap sub bahasan yang disampaikan.

D.      Tujuan Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam    
Sebelum lebih jauh menjelaskan tujuan pendidikan Islam terlebih dahulu dijelaskan apa sebenarnya makna dari ”tujuan” tersebut. Secara etimologi, tujuan sama dengan  arah, maksud atau haluan. Secara terminologi, tujuan berarti “sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan selesai” oleh H.M.Arifin menyebutkan,bahwa tujuan proses pendidikan Islam adalah “Idealitas (cita-cita) yang mengandung nilai-nilai Islam yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang berdasarkan ajaran Islam. Armai Arief, (2002: 15).
Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan,serta mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain.
Abd al-Rahman Shaleh Abd Allah dalam bukunya, Educational Theory,a Qur’anic,menyatakan tujuan pendidikan Islam dapat diklasifikasikan menjadi empat dimensi,yaitu :
1.      Tujuan pendidikan jasmani (al-ahdaf al-jismiyah )
Mempersiapkan diri manusia sebagai pengemban tugas khalifah di bumi,melalui keterampilan-keterampilan fisik.
2.      Tujuan pendidikan rohani (al-ahdap al-ruhaniyyah)
Meningkatkan jiwa dari kesetian yang hanya kepada Allah SWT.semata dan melaksanakan moralitas islami yang diteladani oleh Nabi SAW
3.      Tujuan pendidikan akal (al-ahdap al-aqliyah)
Pengarahan inteligensi untuk menemukan kebenaran dan sebab-sebabnya dengan telaah tanda-tanda kekuasaan Allah dan menemukan pesan-pesan ayat-ayat-Nya yang berimplikasi kepada peningkatan iman kepada Sang Pencipta.
4.      Tujuan pendidikan social (al-ahdap al itjimaiyyah) Tujuan pendidikan social adalah pembentukan kepribadian yang utuh yang menjadi bagian dari komunitas sosial. (Armai Arief, 2002: 71-79).
Dengan demikian tujuan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam adalah Untuk memberikan ilmu pengetahuan kepada anak sesuai dengan materi pada setiap jenjang  satuan pendidikan, sehingga anak dapat memahami dan mengamalkan ajaran islam secara benar dan dapat bertaqwa kepada allah swt.



E.       Fungsi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Fungsi mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.  Adapun fungsi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

1.      Fungsi Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah SWT. yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Pada dasarnya dan pertama-tama kewajiban menanamkan keimanan dan ketaqwaan dilakukan oleh setiap orang tua dalam keluarga. Sekolah berfungsi untuk menumbuh kembangkan lebih lanjut dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan agar keimanan dan ketaqwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.
2.      Fungsi Penanaman, nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
3.      Fungsi Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
4.    Fungsi Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari.
5.    Fungsi Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia seutuhnya.
6.     Fungsi Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata dan nir-nyata), sistem dan fungsionalnya.
7.     Fungsi Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.(http://id.shvoong.com/ social-sciences/education/2244453-fungsi-mata-pelajaran-pai/ygkg )

Dengan demikian fungsi  mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam itu adalah sebagai acuan dan norma bagi satuan tingkat pendidikan tertentu sehingga anak bisa diukur tingkat pemahaman dan pengamalan anak itu sendiri

F.       Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pembelajaran dan bimbingan guru dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan. Pendekatan berarti cara pandang terhadap sebuah objek persoalan, di mana cara pandang itu adalah cara pandang dalam konteks yang lebih luas”( Ramayulis, 2008: 127). Pendekatan belajar dengan “cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya)” atau “cara kerja yang berssitem memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan”( Zakiah Daratjat dkk, 2001:93)
             
Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan pendidik untuk kegiatan pembelajaran dalam Pendidikan Agama Islam:

a.       Pendekatan Pengalaman
Pendekatan ini merupakan pemberian pengalaman keagamaan kepada peserta didik dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan. Dengan pendekatan ini peserta didik diberi kesempatan untuk mendapatkan pengalaman keagamaan baik secara individual maupun kelompok.
Dalam pembelajaran ibadah misalnya, guru atau pendidik akan menemui kesulitan yang besar apabila mengabaikan pendekatan ini. Peserta didik harus mengalami sendiri ibadah itu dengan bimbingan gurunya. Belajar dari pengalaman jauh lebih baik dari pada hanya sekedar bicara, tidak pernah berbuat sama sekali. Pengalaman yang dimaksud di sini tentunya pengalaman yang bersifat mendidik. Memberikan pengalaman yang edukatif kepada peserta didik diarahkan untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.
b.      Pendekatan Pembiasaan
Pendekatan ini dimaksudkan agar seseorang memiliki kebiasaan berbuat hal-hal yang baik sesuai dengan ajaran agama Islam.  Edi Suardi dalam bukunya, Pedagogik 2, menjelaskan bahwa ”kebiasaan itu adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis, tanpa direncanakan dulu, serta berlaku begitu saja tanpa dipikir lagi” ( Edi Suardi, tt :12.) Pembiasaan memberikan kesempatan kepada peserta didik terbiasa mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari.

c.       Pendekatan Emosional
Emosi merupakan gejala kejiwaan yang ada di dalam diri seseorang. Emosi tersebut berhubungan dengan masalah perasaan. Karena itu pendekatan emosional merupakan ”usaha untuk menggugah perasaan dan emosi peserta didik dalam meyakini ajaran Islam serta dapat merasakan mana yang baik dan mana yang buruk”( Ramayulis,2008: 129). Emosi berperan dalam pembentukan kepribadian seseorang, oleh karena itu pendekatan emosional merupakan salah satu pendekatan dalam Pendidikan Agama Islam.  Metode pembelajaran dalam pendekatan emosional ini yang digunakan adalah metode ceramah, sosio drama atau bercerita.

d.      Pendekatan Rasional
Pendekatan rasional merupakan sutu pendekatan yang mempergunakan rasio (akal) dalam memahami dan menerima suatu ajaran agama. Dengan mempergunakan akalnya seseorang bisa membedakan mana yang baik, mana yang lebih baik, atau mana yang tidak baik. Pembelajaran dengan melalui metode tanya jawab atau kerja kelompok, misalnya seorang guru bisa melakukan pendekatan rasional dengan memberikan peran akal dalam memahami dan menerima kebenaran ajaran atau tuntunan agama.

e.       Pendekatan Fungsional
Pendekatan ini merupakan upaya memberikan materi pembelajaran dengan menekankan kepada segi kemanfaatan bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran dan bimbingan untuk melakukan shalat misalnya, diharapkan berguna bagi kehidupan seseorang, baik dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan sosial. Melalui pendekatan fungsional ini berarti peserta didik dapat memanfaatkan ilmu dalam kehidupan sehari-hari. Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini antara lain metode latihan, demonstrasi, dan pemberian tugas.

f.       Pendekatan Keteladanan
Pendekatan keteladanan adalah memperlihatkan keteladanan atau memberikan contoh yang baik. Guru yang senantiasa bersikap baik kepada setiap orang misalnya, secara langsung memberikan keteladanan bagi anak didiknya. Keteladanan pendidik terhadap anak didiknya merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan keberhasilan pembelajaran. Hal ini disebabkan karena guru akan menjadi tokoh identifikasi dalam pandangan anak yang akan dijadikannya sebagai teladan dalam mengidentifikasikan diri dalam kehidupannya. (Zakiah Daradjad, 2001: 127-129)
           



























Tidak ada komentar:

Posting Komentar