BAGIAN II
STRATEGI
PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
BAB III
KONSEP DAN
STRATEGI
PEMBELAJARAN
AGAMA ISLAM
A.
Pengertian Strategi Pembelajaran
1. Pengertian Strategi
Strategi belajar mengajar terdiri dari tiga segmen
(kata) yakni: “strategi”, “belajar” dan “mengajar”. Sebelum diuraikan secara
lengkap defenisi dimaksud terlebih dahulu dibahas pengertian dari segmentnya. Secara etimologi “strategy” –bahasa Inggris- dapat diartikan
sebagai ahli siasat perang.(S.Wojowasito,1991:216). Pengertian tersebut sama
halnya yang dituliskan Jhon M. Echols dalam kamusnya Bahasa Inggris-Indonesia.
Menurut terminologi
“strategi” mengandung makna rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk
mencapai tujuan khusus. Dalam dunia pengajaran istilah “strategi” selalu
di-identifikasikan dengan teknik, pendekatan dan metode. (Guntur Tarigan, 1991:
2) Dalam upaya menjelaskan tiga perbedaan di atas, di bawah
ini akan diuraikan sebagaimana berikut:
Pertama; teknik adalah
merupakan suatu muslihat tipu daya atau penemuan yang dipakai untuk
menyelesaikan serta menyempuranakan suatu tujuan langsung. Kedua; pendekatan
adalah seperangkat asumsi korelatif yang mengenai hakikat pengajaran dan
pembelajaran. Dan ketiga; metode merupakan rencana keseluruhan bagi penyajian
bahan secara rapi dan tertib, yang tidak ada bagian-bagiannya yang bersifat
kontradiktif dan kesemuanya itu didasarkan pada pendekatan terpilih.
Dari perbedaan di atas
dijumpai suatu sintesa bahwa istilah teknik, pendekatan dan metode sering
dipakai secara bergantian, walaupun pada dasarnya ketiga istilah itu tidaklah bersinonim. Ada pakar yang
mengemukakan batasan istilah selabus pendekatan strategi dan metode sebagai
berikut:
“Silabus mengacu kepada
pokok bahasan suatu pelajaran atau rangkaian pelajaran serta urutan pengajaran.
Pendekatan secara ideal merupakan dasar-dasar teoritis yang menentukan
cara-cara memperlakukan atau menjabarkan silabus. Strategi atau teknik adalah
kegiatan instruksional pribadi seperti terjadi dalam kelas. Metode merupakan
gabungan ketiga faktor di atas, walaupun beberapa kombinasi memperlihatkan
kesamaan yang dalam tujuan pelajaran dari pada yang lainnya”. (Westphal, 1970:
120)
Apabila unsur-unsur
silabus, pendekatan, strategi dan teknik
terintegrasi dengan materi pengajaran, maka terpilihlah gaya peribadi sang
pengajar yang menarik dan tetciptalah metode yang utuh.
Agar
pengetian mengenai isitilah ini semakin jelas di bawah ini akan
debentangkan cakupan istilah strategi:
CAKUPAN
ISTILAH STRATEGI
Silabus
|
Pendekatan
|
||
Gaya pribadi
|
Metode
|
Strategi
|
|
Bahan
|
Materi
|
||
Cakupan
istilah strategi (Tarigan, 1991: 4)
Dengan demikian secara
singkat dapat dikatakan bahwa strategi adalah merupakan prosedur-prosedur yang
digunakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
2. Pengetian Belajar
Setelah diuraikan secara
singkat defenisi strategi, dubawah ini ini ditayangkan pula yang berhubungan
dengan “belajar”. Banyak orang beranggapan bahwa belajar adalah mencari ilmu,
ada lagi yang lebih secara khusus mengartikan belajar itu dengan “menyerap
pengetahauan”. Jika konsep ini yang dipakai tidak ubahnya mendefenisikan
dirinya (siswa) seperi botol kosong yang perlu dituangi air.
Anggapan di atas
disebabkan perbuatan belajar itu adalah sangat kompleks sekali. Dengan
kompleksnya belajar itu terdapatlah banyak defenisi yang dituliskan pada ahli,
sebahagian di antaranya ialah seperti yang dijelaskan pada uraian berikut ini:
1.
Menurut M. Gagne; belajar adalah suatu proses yang dapat
dilakukan jenis makhluk hidup tertentu sebahagian besar binatang. Termasuk
manusia tetapi tumbuhan tidak. Belajar merupan poroses memungkinkan
makhluk-makhluk ini merubah tingkah
lakunya cukup cepat dalam cara yang kurang lebih sama, sehingga perubahan yang
sama tidak harus terjadi lagi pada setiap situasi baru. (Robert M. Gagne, 1988:
17)
2.
Menurut Sardiman, belajar dapat diartikan sebagai kegiatan
psiko pisik menuju perkembangan peribadi sutuhnya.(Sardiman AM. 1987: 14)
3.
Cronbac menuliskan bahwa belajar itu adalah learning is shown by change in behavior as a
result of expreince.( Cronbac, 1954: 47)
4.
Satu defenisi lagi yang perlu dikemukakan di sini yaitu learning is the process by which behavior
(in brader sense) is orqineted or changed thrugt praktice or training. (Kingstey,
1952 : 2)
Dari
pengertian di atas dapat diakumulasikan bahwa belajar itu adalah merubahan
tingkah laku (chnage behavior).
Perubahan dimaksud bukan hanya berkaitan dengan ilmu pengetahuan tapi juga
berhubungan dengan kecakapan, ketrampilan, sikap, pengertian, harga diri,
minat, watak dan penyesuaian diri.
3. Pengertian Mengajar
Kalau di atas tadi
dirumuskan pengertian “belajar” selanjutnya di bawah ini akan dibahas pula
pengertian “mengajar”. Sardiman AM menuliskan mengajar ialah merupakan suatu
usaha untuk menciptakan kondisi atau lingkungan yang mendukung dan memungkinkan
untuk berlangsungnya proses belajar. (Sardiman AM, 1994 : 46-47). Sejalan dengan itu mengajar
dapat juga dikatakan suatu kontak antara guru dengan murid dalam rangka
mencapai tujuan. (Iskandar Wiryokusumo, 1982: 48). Rumusan di atas dapat
dipertajam bahwa mengajar itu adalah menanamkan ilmu pengetahuan kepada anak didik
dengan suatu harapan terjadi suatu proses pemahaman. Kata proses dimaksud
berarti “mengajar” itu harus mempunyai perencanaan atau planning yang
matang.
Dari
beberapa pengertian segmen di atas dapat diperoleh makna “Strategi Pembelajaran
” itu adalah: suatu upaya yang digunakan dalam meningkatkan kualitas proses
pengajaran, atau juga dapat disebut sebagai tindakan nyata perbuatan guru itu
sendiri pada saat mengajar berdasarkan rambu-rambu dalam satuan pelajaran,
dengan kata lain ia memandang strategi belajar mengajar sebagai realisasi
disain pegajaran. (Ahmad Rohani, 1990: 33). Pengertian yang lebih luas lagi
seperti halnya yang disebutkan oleh Nama Sujana bahwa Strategi Belajar Mengajar
ialah taktis yang digunakan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar
(pengajaran) agar dapat mempengaruhi para siswa
(peserta didik) mencapai tujuan pengajaran (TIK) secara efektif dan
efisien. (Nana Sujana, 1990: 1990)
B. Hakekat Pembelajaran
1. Hakekat Belajar
M. Gagne menuliskan bahwa
hakekat belajar adalah suatu yang terjadi di dalam benak anak atau di dalam
otaknya. Belajar disebut suatu proses karena secara formal ia dibandingkan
dengan proses organik manusia lainnya.(Robert M.Gagne, 1988: 17) Dengan demikian belajar merupakan suatu hal yang sulit. Namun demikian,
dewasa ini telah banyak referensi yang berkenaan dengan itu, sehingga kesulitan
proses dimksud sebahagian diantaranya telah dapat diantisipasi lewat metoda
ilmiah. Seperti halnya S.Nasution mensinyalir pendapat Bruner bahwa proses
belajar dapat dibedakan tiga episode (1) informasi (2) transformasi (3)
evaluasi.
Urgensi ketiga unsur di
atas dilatarbelakangi oleh ke-fithrahan manusia. Oleh karena itu kata Roijakkers
proses belajar merupakan jalan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk
mengerti suatu hal yang sebenarnya yang tidak diketahui. (Rooijakkers, 1992: 9)
Dari retasan di atas setidaknya ada 5
(lima) pokok besar hakekat belajar itu yakni:
1)
Belajar suatu proses aktif di mana terjadi hubungan saling
mempengaruhi secara dinamis antara siswa dan lingkungannya.
2)
Belajar senantiasa bertujuan terarah dan jelas bagi siswa,
tujuan akan menentukan dalam belajar untuk mencapai tujuan.
3)
Belajar paling efektif apabila didasari oleh dorongan yang
murni dan bersumber dari dirinya sendiri.
4)
Belajar senantisa ada rintangan dan hambatan dalam belajar
karena itu siswa harus sanggup mengatasinya secara tepat.
5)
Belajar memerlukan latihan dan ulangan agar apa-apa yang
telah dipelajari dapat dikuasai.
Demikian halnya yang
berhubungan dengan hakekat belajar, selanjutnya untuk memperjelas bagaimana
eksistensi hakekat belajar itu akan ditayangkan teori-teori tentang belajar
yakni: Menurut Slameto teori belajar ada 13 (tiga belas) macama:
1)
Teori belajar menurut konsep Ilmu Jiwa Daya. Teori ini
menganggap bahwa manusia itu mempunyai daya-daya seperti berfikir dan daya
mengenal
2)
Teori Tanggapan. Artinya adalah di mana inti belajar adalah
ulangan
3)
Teori Assosiasi atau
teori Sarbond. Yakni belajar itu adanya perubahan tingkah laku melalui Stimulus
Respon
4)
Teori Trial And Error. Maksudnya jika salah atau tidak
tepat adakan ulangan sehingga tercapai
tujuan yang ditetapkan
5)
Teori Medan. Teori ini meletakkan persoaalan itu pada suatu
medan konteks sehingga dapat menghubungkan antara persoalan dengan konteksnya
6)
Teori Gestalt. Hukum belajar di sini tak ada bedanya dengan
hukum yang berlaku pada pengamatan
yaitu: di mana belajar titik sentralnya bukan ulangan melainkan insight
atau mengerti
7)
Teori Behaviorisme. Artinya adalah belajar yang menitikberatkan kepada persoalan
perubahan tingkah laku
8)
Teori Belajar Bruner. Teori ini berpandangan belajar harus
mementingkan anak didik lebih banyak berbuat dalam proses belajar mengajar
9)
Teori Belajar Piaget. Teori ini berprinsip bahwa anak
mempunyai perkembangan belajar tertentu, seperti anak memiliki struktur mental
yang berbeda, mempunyai perekembangan mental melalui pase tertentu, yaitu masa
berfikir secara intuitif usia 4 tahun,
berfikir konkrit usia 7 tahun dan berfikir secara foramal diperkirakan usia 11
tahun. Hal ini dipengaruhi oleh pengalaman , integrasi sosial dan
equilibration).
10) Teori Purposiful
Learning. Belajar yang dilakukan dengan sadar untuk mencapai tujuan dan
dilakukan siswa sendiri tanpa perintah orang lain di dalam situasi sekolah
11) Teori R. M.Gagne.
Bayi belajar bukan hanya lewat interaksi tapi baru dalam dalam bentuk sensori-
motor dan ketika anak dewasa berikan kepada anak kebebasan belajar dengan lain
12) Teori Belajar
Learning and Imitation –belajar meniru. Balam belajar ini sangat berpengaruh kepada anak bagaimana tingkah
laku seseorang seperti, orangtua dan
guru
13) Teori Belajar
Mearningful Learning –belajar bermakna-. Model belajar ini sedikitnya ada 5
(lima) macam hal yang perlu diperhatikan yaitu; pertama, tipe-tipe belajar
yakni menerima dan menemukan. Kedua, struktur dan proses internal atau proses
mengintegrasikan yang telah ada. Ketiga, variable di dalam belajar bermakna ini
mencakup pengetahuan yang telah dimiliki, diskriminalibitas dan kemantapan
serta kejelasan (stability and clarity). Keempat, motivasi belajar
bermakna, ini meliputi 3 komponen yang perlu diperhatikan yakni dorongan
kognitif, harga diri, dan kebutuhan berafialisasi, kelima penerapan di sekolah.
(Slameto, 1991: 8 sd 28)
2. Hakekat Mengajar
Ada dua kata yang sering
digunakan dalam memberikan ilmu kepada orang lain termasuk term ini menjadi
issu dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Segmen tersebut adalah kata
mendidik dan mengajar. Menurut Sardiman “mendidik” sama halnya memelihara dan
memberikan latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran, sedangkan “mengajar”
memberi pelajaran.(Sardiman, 1987: 52) Bertitik tolak dari paradigma di atas
bahwa mengajar itu sebgagai usaha guru untuk menyampaikan dan menanamkan ilmu
pengetahaun kepada siswa (transfer of
knowledge). Sedangkan mendidik suatu usaha untuk mengantarkan anak didik ke
arah kedewasaan baik secara jasmani maupun rohani (bukan sebagai transfer knowledge, tapi
ia adalah transfer of values.
Dengan demikian Hakekat
mengajar adalah mentransfer ilmu pengetahuan, eksprien dan mengiternalisasikan velue (nilai) kepada anak, sehinga anak
dapat mensosialisasikan dirinya dalam masyarakat. Beranjak dari itu bahwa tujuan
Pendidikan Nasional dirumuskan untuk membentuk manusia Indonesia susila yang
cakap dan warga egara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang
kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Sardiman, mencoba
memberikan interpretasi beberapa arti yang terkandung dalam tujuan itu. Pertama
“susila” = berbudi luhur, tanggung
jawab. Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mempertinggi budi pekerti. Kedua
“cakap” = memiliki ilmu pengetahuan dan kecerdasan, ketrampilan dan dapat
mengembangkan kreativitas. (Sardiman AM.
1987: 58) Sejalan dengan itu untuk merealisir tujuan di atas Gresser
sebagaimana yang dikutif Ahmad Rohani, menawarkan sebuah pola dasar mengajar
yaitu:
POLA DASAR MENGAJAR
IO
|
ý
|
EB
|
ý
|
IP
|
ý
|
PA
|
Pola Dasar Mengajar, (Ahmad Rohani, dkk. 1990: 69)
Keterangan
IO = Instruktional objektif
IP = Instruktional Procedures
EB = Entering Behavior
PA = Perpormance Assesment
Dari hakekat mengajar
tersebut dapat diinterpretasikan bahwa operasional dalam proses belajar
mengajar setidaknya ada 3 (tiga) macam aspek yakni:
Pertama; aspek materi,
yang meliputi interes (usaha guru menarik perhatian pada materi pelajaran
baru), titik pusat (apa yang diuraikan guru benar terpusat pada bahasan yang
sedang digarap), rantai kognitif (sistematika penyampaian bahan pelajaran)
kontak (menyangkut hubungan bathiniah guru dengan siswa dalam kaitannya dengan
bahan yang sedang dibahas dan penutup (cara guru dalam menutup penjelasan suatu
pokok bahasan)
Kedua; aspek modal
kesiapan, hal ini meliputi gerak suara, titik perhatian, variasi penggunaan media,
isyarat verbal, waktu selang (tenggang waktu antara satu ucapan dengan
pembicaraan berikutnya juga termasuk suatu kegiatan dengan kegiatan berikutnya)
Ketiga; ketrampilan
operasional, antara lain membuka pelajaran, memotivasi mengajukan pertanyaan dan
menggunakan isyarat non verbal atau gerakan anggota badan untuk memberikan
gambaran tentang sesuatu dalam rangka memperjelas yang diucapkan guru,
menanggapi siswa, menggunakan waktu dan mengakhiri pelajaran. (Sardiman Am.
1987: 192-218)
Dengan
berbagai komentar di atas benang merah hakekat mengajar itu ialah suatu
pemikiran atau persiapan untuk melaksanakan tugas mengajar dengan menerapkan
prinsip-prinsip pengajaran disertai dengan langkah-langkah dan perencanaan
pengajaran itu sendiri, pelaksanaan dan penilaian dalam rangka pencapaian
tujuan pengajaran.
C. Tahapan Pembelajaran
Sebagaimana
biasanya bila melakukan aktivitas agar pekerjaan itu hasilnya baik tentunya
aktivitas itu mempunyai planning atau perencanaan yang matang. Demikian
juga proses belajar-mengajar sudah barang tentu memiliki tahapan-tahapan
tertentu sebelum mengaplikasikan proses belajar-mengajar.
Sehubungan
dengan hal tersebut di atas J.J. Hasibuan mengakumulasikan tahapan mengajar
kepada tiga episode:
Episode
Pertama: sebelum mengajar yang harus disiapkan dalam hal ini adalah program
tahunan, pelaksanaan kurikulum, program semester cawu dan program satuan
pembelajaran. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan program
ini ialah:
a.
Bakal
bawaan yang ada pada siswa (pupil entering behavior)
b.
Perumusan
tujuan pelajaran
c.
Pemilihan
metode
d.
Pemilihan
pengalaman-pengalaman belajar
e.
Pemilihan
bahan pengajaran, peralatan, fasilitas belajar
f.
Mempertimbangkan
krakteristik siswa
g.
Mempertimbangkan
cara membuka pelajaran, pengembangan dan menutup pelajaran
h.
Mempertimbangkan
peranan siswa dan pengelompokannya
i.
Mempertimbangkan
prinsip-prinsip belajar antara lain, pemberian penguatan, motivasi, mata rantai
kognitif pokok-pokok yang akan dikembangkan dan penentuan model
Episode
Kedua: tahapan pengajaran, hal ini meliputi:
a.
Pengelolaan
kelas
b.
Penyampaian
informasi
c.
Penggunaan
tingkah laku verbal (kalimat bertanya)
d.
Penggunaan
tingkah laku non verbal (gerak pinadah guru)
e.
Cara
mendapatkan feed beach atau umpan balik
f.
Mempertimbangkan
prinsip-pronsip psikologi antara lain; motivasi, pengulangan dan lain-lain
g.
Mendiagnosa
kesulitan belajar
h.
Menyajikan
kegiatan sehubungan dengan perbedaan individual
i.
Mengevaluasi
kegiatan interaksi
Episode
Ketiga: tahapan sesudah pengajaran, hal ini perlu diperhatikan antara lain:
a.
Menilai
pekerjaan siswa
b.
Membuat
perencanaan untuk pertemuan berikutnya
c.
Menilai
kembali proses belajar-mengajar yang telah berlangsung. (J. J. Hasibuan, 1985:
39-40)
D. Prinsip-Prinsip dan Teori
Pembelajaran
1. Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Dalam
merumuskan prinsip-prinsip mengajar,para ahli tampaknya belum dapat memberikan
suatu keputusan yang final, hal ini disebabkan karena mengajar adalah masalah
yang kompleks, namun demikian beberapa pendapat tentang prinsip-prinsip
mengajar itu akan dibentangkan pada uraian berikut ini secara sederhana yaitu:
Pertama: Pendapat Slameto
1.
Perhatian; Di dalam mengajar guru harus memperhatikan siswa
dan pelajaran yuang disajikan.
2.
Aktivitas; Dalam proses belajar mengajar, guru perlu
menimbulkan aktivitas siswa baik dalam berfikir maupun dalam berbuat.
3.
Appersepsi; Guru harus mampu menghubungkan pelajaran yang
akan diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa atau pengalamannya.
4.
Peragaan: Salah satu indikator guru yang arif itu adalah
mengusahakan menunjukkan benda-benda yang asli minimal guru dapat menunjukkan
model atau menggunakan benda lain dalam proses belajar mengajar.
5.
Repitasi; Guru mengajar perlu menjelaskan sesuatu secara
berulang-ulang
6.
Korelasi; Guru dalam menjalankan tugas mengajar wajib
memperhatikan dan memikirkan hubungan setiap mata pelajaran.
7.
Konsentrasi; Guru harus mampu menimbulkan konsesentrasi
dalam proses belajar mengajar.
8.
Sosialisasi; Dalam perkembangannya siswa perlu banyak
bergaul dengan teman lainnya, disamping sebagai individu ia juga mempunyai rasa
sosial yang tinggi, maka tugas guru sebagai pendidik adalah menumbuhkembangkan
sifat-sifat di atas.
9.
Individualisasi; Siswa merupakan individu yang unik mereka
punya perbedaan, seperti intelgensia. Minat dan bakat, serta tingkah laku, guru
harus menyelidiki dan mendalami perbedaan siswa, agar dapat melayani pendidikan
yang sesuai dengan perbedaan itu.
10. Evaluasi; Semua
kegiatan guru dalam mengajar perlu dievaluasi, dengan evaluasi guru juga dapat
mengetahui prestasi dan kemajuan siswa, sehingga dapat bertindak yang tepat,
bila siswa mengalami kesulitan belajar.
Kedua: Pendapat Mursel
Mursel menuliskan
bahwa prinsip-prinsip mengajar itu ada 6 (enam) macam yaitu:
1.
Konteks: Ciri-ciri konteks yang baik ialah: a) beritegrasi
secara dinamis, mempertimbangkan minat dan bakat, memberikan motivasi aktif
sehingga siswa harus menjadi peserta jangan menjadi penonton. b) terdiri dari
pengalaman aktual dan konkrit. c) pengalaman konkrit dan dinamis, merupakan
alat untuk menyusun pengertian bersifat sederhana dan pengalaman itu dapat
ditiru untuk diulangi.
2.
Fokus; Ciri-ciri fokus yang baik ialah: a) memobilisasi
tujuan. b) memberi bentuk dan informasi keseragaman belajar. c) mengorganisasi
belajar. d) menyiapkan ketrampilan yang
harus dikuasai, dilanjutkan dengan usaha yang sedang berjalan.
3.
Sosialisasi: Ciri-ciri adalah: a) fasilitas sosial. b) perangsang (incentives).
c) kelompok demokratis.
4.
Individualisasi; Dalam mengorganisasi belajar guru harus
memperhatikan kesanggupan para siswa, sebab siswa punya perbedaan dengan siswa
lainnya. Perbedaan itu ditandai dengan adanya perbedaan vertikal (perbedaan
mental intelgensia, minat dan bakat,
serta tingkah laku) dan perbedan kualitatif (perbedaan cara bekerja, kecenderungan
terhadap mengerjakan soal)
5.
Sequence (rangkaian); Maksudnya ialah belajar mengajar
sebagai gejala tersendiri, contoh bila guru mengajarkan Diponegoro guru juga
harus mengajarkan sejarah Indonesia, adapun ciri-cirinya ialah:
1)
pertunbuhan itu bersifat kontiniu
2)
pertumbuhan tergantung dari tujuan
3)
pertumbuhan merupakan perubahan dari pengusaan langsung
menuju kepada kontrol yang jauh.
4)
Pertumbuhan tergantung pada munculnya makna
5)
Pertumbuhan merupakan perubahan dari yang konrit ke arah
yang abstrak
6)
Pertumbuhan sebagai suatu gerakan dari yang kasar dan
global ke arah memperbedakan
7)
Pertumbuhan merupakan proses transformasi
6.
Evaluasi; Evaluasi dilaksanakan adalah untuk menilai hasil
proses belajar mengajar, adapun kritera evaluasi yang perlu diperhatikan ialah:
a) penilaian pada hasil langsung. b) evaluasi transfer. c) penilaian langsung
dari proses belajar.
2.
Teori-Teori Pembelajaran
Teori
pembelajaran berusaha merumuskan cara-cara untuk membuat orang dapat belajar
dengan baik. Ia tidak semata-mata merupakan penerapan dari teori atau
prinsip-prinsip belajar walaupun berhubungan dengan proses belajar. Dalam teori
pembelajaran dibicarakan tentang prinsip-prinsip yang dipakai untuk memecahkan
masalah-masalah praktis di dalam pembelajaran dan bagaimana menyelesaikan
masalah yang terdapat dalam pembelajaran sehari hari. (Snelbaker,) Teori
pembelajaran tidak saja berbicara tentang bagaimana manusia belajar tetapi juga
mempertimbangkan hal-hal lain yang mempengaruhi manusia secara psycologis,
biografis, antropologis dan sosiologis. Tekanan utama teori ini adalah prosedur
yang telah terbukti berhasil meningkatakan kualitas pembelajaran yaitu ;
1.
Belajar
merupakan suatu kumpulan proses yang bersifat individu, yang merubah stimuli
yang datang dari lingkungan seseorang ke dalam sejumlah informasi yang selanjutnya
dapat menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk ingatan jangka panjang.
Hasil-hasil belajar ini memberikan kemampuan melakukan berbagai penampilan;
2.
Kemampuan
yang merupakan hasil belajar ini dapat dikatagorikan sebagai a. bersifat
praktis dan teoritis.
3.
Kejadian-kejadian
di dalam pembelajaran yang mempengaruhi proses belajar dapat di kelompokkan ke
dalam kategori umum, tanpa memperhatikan hasil belajar yang diharapkan. Namun
tiap-tiap hasil belajar memerukan adanya kejadian-kejadian khusus untuk dapat
terbentuk. (M. Gagne 1985 : 19)
Dari
uraian di atas tampak bahwa teori pembelajaran merupakan suatu kumpulan
prinsip-prinsip yang terintegrasi dan memberikan preskripsi untuk mengatur
situasi agar siswa mudah mencapai tujuan belajar. Prinsip-prinsip pembelajaran
dapat diterapkan dalam pembelajaran tatapmuka di kelas maupun tidak seperti
pembelajaran jarak jauh, terprogram dll. Teori pembelajaran juga memberi arahan
dalam memilih metode pengajaran yang mana yang paling tepat untuk suatu
pembelajaran tertentu. Sehubungan dengan itu berdasarkan teori yang
mendasarinya yaitu teori psikologi dan teori belajar maka teori pembelajaran
ini dapat dibagi ke dalam lima kelompok yaitu:
Pertama:
Teori pembelajara berbasis pendekatan
modifikasi tingkahlaku;
Teori
pembelajaran ini menganjurkan agar para guru menerapkan prinsip penguatan
(reinforcment) untuk mengidentifikasi aspek situasi pendidikan yang penting dan
mengatur kondisi sedemikian rupa yang memungkinkan siswa dapat mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran. Untuk itu guru sangat penting untuk mengenal
karakteristik siswa dan karakteristik situasi belajar sehingga guru dapat
mengetahui setiap kemajuan belajar yang diperoleh siswa.
Kedua:
Teori Pembelajaran Konstruk Kognitif;
Teori ini diturunkan dari prinsip/teori belajar
kognitifisme. Menurut teori ini prinsip pembelajaran harus memperhatikan
perubahan kondisi internal siswa yang terjadi selama pengalaman belajar
diberikan di dikelas. Pengalaman belajar yang diberikan oleh siswa harus
bersifat penemuan yang memungkinkan siswa dapat memperoleh informasi dan
ketrampilan baru dari pelajaran sebelumnya. (Harun rasyid dan mansur 2008:45)
Ketiga:
Teori pembelajaran berdasarkan
prinsip-prinsip belajar;
Dari
berbagai teori belajar yang ada, Bulgelski (dalam Snelbecer) mengidentifikasi
beberapa puluh prinsip kemudian dipadatkan menjadi empat prinsip dasar yang
dapat diterapkan oleh para guru dalam melaksanakan tugas mengajar. Ke empat
prinsip dasar tersebut adalah:
1)
Untuk
belajar siswa harus mempunyai perhatian dan responsif terhadap materi yang akan
diajarkan. Jadi materi pembelajaran harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat
menarik perhatian si belajar.
2)
Semua
proses belajar memerlukan waktu, dan untuk suatu waktu tertentu hanya dapat
dipelajari sejumlah materi yang sangat terbatas.
3)
Di
dalam diri orang yang sedang belajar selalu terdapat suatu alat pengatur
internal yang dapat mengotron motivasi serta menentukan sejauh mana dan dalam
bentuk apa seseorang bertindak dalam suatu situasi tertentu.
4)
Pengetahuan
tentang hasil yang diperoleh di dalam proses belajar merupakan faktor penting
sebagai pengontrol. Disini ditekankan juga perlunya kesamaan antara situasi
belajar dengan pengalaman-pengalaman yang sesuai dengan kehidupan nyata.
Kempat:
Teori Pembelajaran berdasarkan analisis
tugas;
Teori
pembelajaran yang ada diperoleh dari berbagai penelitian dilaboratorium dan ini
dapat diterapkan dalam situasi persekolahan namun hasil penerapannya tidak
selalui memuaskan oleh karena itu sangat penting untuk mengadakan analisis
tugas (task analysis) secara sistematis mengenai tugas-tugas pengalaman belajar
yang akan diberikan kepada siswa, yang kemudian disusun secara hierarkis dan
diurutkan sedemikian rupa tergantung dari tujuan yang ingin dicapai.
Kelima:
Teori
Pembelajaran berdasarkan Psikologi Humanistik;
Teori
pembelajaran ini sangat menganggap penting teori pembalajaran dan psikoterapi
dari suatu teori belajar. Prinsip yang harus diterapkan adalah bahwa guru harus
memperhatikan pengalaman emosional dan karakteristik khusus siswa seperti aktualisasi
diri siswa. Dengan memahami hal ini dapat dibuat pilihan-pilihan kearah mana
siswa akan berkembang.
E. Tujuan Pengajaran
Tujuan
pengajaran dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh guru untuk
memperoleh hasil yang dicapai oleh siswa. Dalam proses pembelajaran, seorang
guru harus mempu mengetahui dan merumuskan tujuan pengajaran, dan ini merupakan
hal yang penting, karena jika tidak
mengetahui dan tidak ada rumusan tujuan pengajaran, maka suasana pebelajaran
akan kehingan arah dan kendali. Mengajar tidak sama dengan ceramah, mimbar
bebas, tapi mengajar adalah suatu proses yang sangat normatif dan prosedural.
Tujuan pengajaran
merupakan utama yang terlebih dahulu harus dirumuskan guru dalam proses belajar
mengajar sebelum proses pembelajaran dimulai. Perumusan tujuan itu sangat
penting, karena merupakan sasaran dari proses belajar mengajar. Karena itu,
tujuan pengajaran sering dinamakan juga
sasaran belajar.
Sejauh ini para ahli
merumuskan bahwa instrumen tujuan –ruang lingkup- pengajaran itu dapat dikategorikan kepada 3
(tiga) domain yaitu:
Pertama : Tujuan Kognitif
Aspek
ini berkenaan dengan proses mental, seperti pemahaman terhadap pengetahuan,
sehingga dapat mengungkapkan kegiatan mental seseorang yang berawal dari
tingkat pengetahuan sampai ke tingkat evaluasi. Atau juga tujuan ini dapat
dikatakan suatu tujuan yang lebih banyak berkenaan dengan prilaku dalam aspek
berfikir/intelektual. (Sadiman, 1988: 108)
Nana Sudjana menuliskan
bahwa yang disebut tujuan kognitif itu adalah tujuan yang lebih banyak
berkenaan dengan prilaku dalam aspek berfikir/intelektual. (Nana Sudjana, 2000:
50). Ditinjau dari tipe hasil belajar pada aspek ini termasuk ilmu pengetahuan
yang sifatnya faktual, disamping itu pengetahuan hal-hal yang perlu diingat
kembali, seperti batasan, peristilahan, pasal, hukum, bab, ayat, rumus, dan
lain-lain.
Apabila diikuti pendapat
Bloom sebagaimana yang dikutif Harjanto akan tampak lebih jelas ciri-ciri
tingkat tujuan kognitif ini, yaitu:
1.
Tingkat
Pengetahuan (Knowledge), pengetahuan
di sini diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menghapal atau mengingat
kembali pengetahuan yang pernah diterima.
Termasuk di dalamnya tujuan kemampuan untuk menghafal, meniru,
mengungkapkan kembali dan sebagainya
2.
Tingkat
Pemahaman (Comprehension), yaitu kemampuan untuk mengerti, mengintrepretasikan
dan menyatakan kembali dalam bentuk lain. Pemahaman diartikan sebagai kemampuan
seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan sesuatu
dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernag diterimanya.
3.
Tingkat Penerapan (Aplication),
yaitu kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan teori, prinsip, peraturan,
atau informasi ke dalam situasi yang baru. Penerapan di sini diartikan sebagai
kemampuan seseorang dalam menggunanan pengetahuan untuk memecahkan berbagai
masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.
4.
Tingkat
Analisis (Analysis), yaitu menganalisis suatu masalah yang kompleks dengan
membaginya menjadi beberapa bagian kecil untuk ditelaah satu persatu (kasus)
Tingkat ini dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang merinci dan
membandingkan pengetahuan atau data yang begitu rumit serta
mengklasifikasikannya menjadi beberapa kategori, dengan tujuan agar dapat
mengenal hubungan dan kedudukan masing-masing data terhadap data lain.
5.
Tingkat
Sintesis (Syntesis), yaitu menggabungkan beberapa bagian (hal) ke dalam satu
wadah/ bentuk baru. Tingkat Sintesis (Syntesis) dapat diartikan sebagai
kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur
pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
6.
Tingkat
Evaluasi (Evaluation), yaitu
kemampuan untuk menentukan kriteria. Tingkat ini dimaksudkan sebagai kemampuan
seseorang dalam membuat perkiraan atau keputusan yang tepat berlandaskan
kriteria atau pengetahuan yang dimilikinya. (Sadiman, 1988: 109-111)
Kedua: Tujuan Afektif
Menurut Sadiman yang dimaksud
dengan tujuan Afektif adalah tujuan yang mencakup berbagai aspek yang
berhubungan dengan sikap, prilaku, perasaan dan nilai. (Sadiman, 1980: 113).
Jelasnya tujuan ini berkaitan erat dengan peneNtuan sikap, nilai, evaluasi,
menyenangi dan menghormati.
Untuk lebih
memperdalam pemahaman kita pada tujuan
afektif ini, para ahli kategorikannya kepada 5 (lima) tingkatan. Kategori
ini dimulai dari tingkat yang dasar atau
sederhana sampai tingkat yang kompleks.
1.
Penerimaan (receiving/attending),
yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang pada siswa, baik dalam bentuk
masalah situasi, gejala. Dalam tingkatan ini termasuk kesadaran, keinginan
untuk menerima stimulus, kontrol dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.
2.
Pemberian Respon (responding),
yakni reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulus yang datang dari luar.
Dalam hal ini termasuk ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab
stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.
3.
Penghargaan (valuing),
yakni berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhdap gejala atau stimulus.
Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar
belakang atau pengalaman untuk menerima nilai, dan kesepakatan terhadap nilai
tersebut.
4.
Pengorganisasian, yaitu pengembangan nilai ke dalam satu
sistem organisasi, termasuk menentukan hubungan satu nilai dengan nilai lainnya
dan kemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk dalam
organisasi ialah konsep tentanh nilai, organisasi dari pada sistem nilai.
5. Krakterisasi,
yakni keterpaduan dari semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang
mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini termasuk keluhuran
nilai dan krakteristiknya.
Ketiga: Tujuan Psikomotor
Tujuan-tujuan psikomotor
adalah tujuan-tujuan yang banyak berkenaan dengan aspek ketrampilan motorik
atau gerak dari peserta didik. Atau juga boleh dikatakan merupakan tujuan yang
berhubungan dengan ketrampilan atau keaktifan pisik.kawasan psikomotor adalah
berhubungan dengan seluk beluk yang terjadi karena adanya koordinasi
otot-otot oleh pikiran sehinga diperoleh
ketrampilan pisik tertentu.
Menurut Simpson
sebagaimana yang dikutif oleh Sudjana domain psikomotor terbagi atas tujuh
kategori tingkatan yaitu:
1.
Persepsi, aspek ini mengacu pada penggunaan alat dirior
untuk memperoleh kesadaran akan suatu objek/gerakan dan mengalihkannya ke dalam
kegiatan/perbuatan.
2.
Kesiapan, aspek ini mengacu ada kesiapan memberikan respon
secara mental, fisik maupun perasaan untu suatu kegiatan.
3.
Respon terbimbing, aspek ini mengacu pada pemberian respon
sesuai dengan contoh perilaku/gerakan-gerakan yang
diperlihatkan/didemonstrasikan sebelumnya.
4.
Mekanism, aspek ini mengacu pada keadaan di mana respon
fisik yang dipelajari telah menjadi kebiasaan.
5.
Respon yang
kompleks, aspek ini mengacu pada pemberian respon atau penampilan
perilaku/gerakan yang cukup rumit dengan trampil dan efisien.
6.
Adaptasi, aspek ini mengacu pada kemampuan menyesuaikan
respon atau perilaku/gerakan dengan situasi yang baru.
7. Organisasi, aspek
ini mengacu pada kemampuan menampilkan dalam arti menciptakan perilaku/gerakan
yang baru.
E.
Teknik Merumuskan Tujuan Pembelajaran
1. Pengertian
Dalam
merumuskan tujuan pengajaran identik dengan bagaimana perumusan atau
pengembangan sistem instruksional dalam pembelajaran, “sistem” sama dengan system –bahasa Inggris- artinya suatu
perangkat dari bagian-bagian yang diikat atau dipersatukan oleh beberpa bentuk
hubungan saling mempengaruhi. Sementara instruksional dapat diberi arti
pembelajaran, pengajaran dan bahan-bahan instruksi dalam arti perintah.
(Harjanto, 1997:51-52)
Dari
term di atas Soeparman mensinyalir Scahaure bahwa pengembangan instruksional
adalah sebagai perencanaan akal sehat untuk mengindentifikasi masalah belajar
dan mengusahakan pemecahan masalah tersebut dengan menggunakan pelaksanaan
evaluasi, uji coba, umpan balikdan hasilnya, atau juga dapat dikatakan bahwa
pengembangan instruksional adalah sebagai proses sistematis untuk meningkatkan
kualitas kegiatan instruksional. (Atwi Soeparman, 1997: 29)
Dalam
bahasa yang sangat sederhana dapat dipahami bahwa tujuan pengembangan
instruksional itu adalah rumusan pernyataan mengenai kemampuan atau tingkah
laku yang diharapkan, dimiliki, dikuasai siswa setelah ia menerima proses
pembelajaran.
Dengan
demikian sistem pengembangan isntruksional sekurang-kurangnya memiliki dua
dimensi yaitu; pertama, dimensi
rencana (a plan), artinya dalam dimensi ini sistem instruksional harus merujuk
kepada prosesdur atau langkah-langkah yang seogianya dilalui dalam
mempersiapkan terjadinya proses belajar-mengajar, dan kedua, dimensi proses nyata (a
reality), maksudnya sistem instruksional harus merujuk kepada interaksi
kelas atau the classroom system. Kedua
sistem ini secara konseptual merupakan suatu sistem kurikulum yang dengan
sendirinya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan.
Dari
paradigma di atas urgensi pengembangan instruksional dalam pembelajaran adalah
merupakan suatu hal yang sangat penting. Dan sejalan dengan urgensi itulah
pengembangan instruksional sejak lebih kurang dua puluh tahun yang lalu
penerapannya di Indonesia mulai populer penggunaannya. Penggunaan tersebut di
singkat dengan PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksinal) program ini
lahir pada perinsipnya untuk mengiringi munculnya kurikulum 1975 yang berlaku
untuk tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah.
Sejalan
dengan perkembangan dunia pendidikan dan pengajaran, tampaknya istilah sistem
pengembangan instruksional nyaris hampir tidak digunakan lagi dalam
pembelajaran. Istilah itu telah bergeser menjadi “pembelajaran”, ini dapat dipahami bahwa kata “instruksional”
lebih otoriter bila dibandingkan kata “pembelajaran”, lagi pula kata “instruksional” menuntut otoritas guru dalam
pembelajaran, terkesan satu arah, sementara kata “pembelajaran” menuntut
demokratisasi guru dalam pembelajaran, terkesan multi arah. Oleh karena itu
dalam menyebutkan tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan instruksional
khusus (TIK), di ganti dengan kalimat tujuan pembelajaran umum (TPU) dan tujuan
pembelajaran khusus (TPK). Dalam konsep Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
istilah TIU diidentikkan dengan Standar Kompetensi (SK) dan istilah TPK disebut
dengan Kompetensi Dasar (KD)
2. Indikator Rumusan Tujuan Pembelajaran
Dalam
pengertian yang sederhana indicator dapat dipahami sebagai alat ukur yang jelas
dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Terlepas dari itu yang menjadi
pokok pembicaran dalam sesi ini adalah bagaimana merumuskan tujuan pembelajaran,
karena salah satu yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah rumusan
pembelajaran khusus, justeru tujuan pembelajaran itu sendiri adalah merupakan
perumusan tingkah laku/kemampuan yang diharapkan dimiliki peserta didik setelah
mengikuti suatu program pembelajaran tertentu. Jadi tujuan dan indicator
pembelajaran harus menggambarkan tingkah laku peserta didik yang diharapkan dengan
jelas dan spesifik.
Dengan
berpedoman kepada pendapat Mager ini, R. Ibarahim dan Nana Syaodah mengatakan
bahwa indicator Pembelajaran yang sempurna itu hendaknya memiliki 5 (lima)
unsur, yaitu:
1.
Unsur
siswa atau audience (A)
Maksudnya dalam
TPK ini dituliskan adanya peserta didik. Dalam penulisan audience ini dianjurkan penampilan yang diharapkan adalah
penemapilan mandiri, yaitu dituliskan dalam kata “peserta didik” bukan sebahagian peserta didik” atau “seluruh
peserta didik” . dalam kata laian siapa siswa yang bersangkutan, misalnya
seluruh siswa kelas I atau kelas V.
2.
Unsur
prilaku atau behaviour (B)
Maksudnya
mengandung kemampuan spesifik operasional. Untuk itu prilaku yang diharapkan
hendaknya ditulis dalam bentuk kata kerja yang operasional yang tepat dan dapat
diukur. Misalnya membuat gambar kucing, mempratekkan gerakan shalat.
3.
Unsur
kondisi atau condition (C)
Maksudnya
dituliskan persyaratan dan kondisi yang diperlukan untuk terjadinya penampilan
atau tingkah laku yang diharapkan. Artinya menjelaskan kondisi di mana prilaku
yang dimaksud diharapkan terjadi. Misalnya tanpa diberi contoh, dengan
menggunakan microskop, dengan menggunakan jangka.
4.
Unsur
standard atau degree (D)
Maksudnya
dijelaskan kritria keberhasilannya. Kriteria keberhasilan ini dapat berupa satu
atau gabungan dari pernyataan sebagai berikut:
1)
watku
yang diperlukan untuk menyelesaikan perbuatan. Misalnya jangka waktu tidak
lebih dari lima minit;
2)
jumlah
atau persentase atau porsi dari keseluruhan butir test yang harus dipenuhi/dijawab
dengan kriteria tertentu mislanya 80 % benar. Misalnya menyebutkan minimum tiga
dari pulau yang besar.
3)
kualitas
hasil
4)
kualitas
porsen
5.
Unsur
satu penampilan atau single performance
(SP)
Maksudnya satu
Indikator hanya memuat satu perubahan tingkah laku. (R. Ibarahim dan Nana
Sapdah S. 1996: 80-81)
Dari
komponen-komponen di atas, di bawah ini
akan diluncurkan satu contoh indicator yang mengandung audience, behaviuor, condition, degree dan single performance sebagai berikut:
“Siswa kelas V/a dapat menggunakan mikroskop
tanpa bantuan guru dalam waktu 15 minit untuk mengidentifikasi penampung
batang, tanpa ketinggalan dan banyak kesalahan 10 %”.
Berdasarkan
unsur-unsur indicator tersebut Harjanto mengakumulasikan bahwa indicator itu harus dirumuskan dengan kriteria seperti
disebutkan di bawah ini:
1)
Menggunakan
kata kerja operasional, maksudnya rumusan yang diharapkan dirumuskan dalam kata
kerja yang dapata diamati dan diukur, contoh siswa dapat menyebutkan,menggunakan,
membedakan dan lain-lain.
2)
Berorientasi
kepada anak didik, maksudnya TPK memberikan tekanan pada apa yang dikerjakan
peserta didik, bukan apa yang dikerjakan guru. Contoh peserta didik dapat
menyebutkan proses terjadinya gerhana matahari.
3)
Berbentuk
tingkah laku, maksudnya memuat pernyataan tentang tingkag laku kemampuan yang
diharapkan dimiliki peserta didik, misalnya peserta didik dapat
mengindentifikasi komponen-komponen sistem belajar-mengajar.
4)
Hanya
memuat satu perubahan tingkah laku, maksudnya dalam satu TPK sebaiknya hanya
memuat satu perubahan tingkah laku/kemampuan yang diharapkan dimiliki peserta
didik. Misalnya, pesrta didik dapat membedakan proses terjadinya angin darat
dan angin laut. (Harjanto, 1997: 90-91)
Dari
ketentuan-ketentuan yang disebutkan di atas, tampaknya indikatir itu sangat sukar untuk merumuskannya, terutama
dalam membuat dan menentukan kata-kata operasional yang tepat dan signifikan,
untuk mengatasi kesulitan ini para ahli pendidikan merumuskan kata-kata kunci
yang operasional dalam membuat indicator Konsep tersebut sebagaimana yang
dituliskan oleh Bloom yang menyebutkan taksonomi tujuan pembelajaran khusus.
Seperti yang disebutkan pada uraiaan berikut ini:
TAKSONOMI
INSTRUKSIONAL
DALAM PROSES
PEMBELAJARAN
I. ASPEK DOMAIN
KOGNITIF
No
|
INDIKATOR
|
1
|
Pengetahuan (Knowladge)
mendefenisikan,
mendiskripsikan, mengidentifikasikan, menyebutkan, menyatakan dan
merepreduksikan
|
2
|
Pemahaman (Comprehension)
mempertahankan,
membedakan, menerangkan, memperluas, menyimpulkan, mengeneralisasikan,
memberi contoh, menuliskan kembali dan memperkirakan
|
3
|
Aplikasi (Aplikation)
mengubah,
menghitung, menemukan, memanipulasikan, memodifikasikan, mengoperasikan,
meramalkan, menyiapkan, menghasilkan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan
dan menggunakan
|
4
|
Analisis (Analysis)
merinci,
menyusun diagram, membedakan, mengidentifikasikan, mengilustrasikan,
menyimpulkan, menunjukkan, menghubungkan, memilih, memisahkan dan membagi
|
5
|
Sintesis (Syntesis)
mengatagorikan,
mengombinasikan, menciptakan, memberi desain, menjelaskan, memodifikasi,
mengorganisasikan, menyusun, membuat rencana, mengatur kembali,
mengkonstruksikan, menghubungkan, merevisi, menuliskan kembali, dam
menceritakan
|
6
|
Evaluasi (Evaluation)
menilai,
membandingkan, menyimpulkan, mempertentangkan, mengkritik, mendiskripsikan,
membedakan, menerangkan, memutuskan, menafsirkan, menghubungkan, dam membantu
|
II. ASPEK DOMAIN
AFEKTIF
No
|
INDIKATOR
|
1
|
Penerimaan (Reesiving)
menyatakan,
memilih, mendiskripsikan, mengikuti, memberikan, mengidentifikasikan,
menyebutkan, menunjukkan, dan menjawab
|
2
|
Pemberikan Tanggapan (Responding)
menjawab,
mendiskusikan, membantu, berbuat, melakukan, memberikan, menghapal,
melaporkan, memilih, menceritakan dan menuliskan
|
3
|
Penghargaan (Valuiting)
melengkapi,
menggambarkan, membedakan, menerangkan, mengikuti, membentuk, menggabungkan,
mengusulkan, membaca, melaporkan, memilih, bekerja, mengambil bagian, dan
mempelajari
|
4
|
Pengorganisasian
(Organizing)
mengubah,
mengatur, menggabungkan, membandingkan, melengkapi, mempertahankan,
menerangkan, mengeneralisasikanmengidentifikasikan, mengitegrasikan,
memodifikasikan, mengorganisir, menyiapkan, menghubungkan, dan
mensistematiskan
|
5
|
Pengkrakterisasian (Crakterization)
membedakan,
menerapkan, mengusulkan, memperagakan, mempengaruhi, mendengarkan,
memodifikasikan,mempertunjukkan, menanyakan, merevisi, melayani, memecahkan
dan menggunakan
|
III. ASPEK
DOMAIN PSYCHOMOTORIS
No
|
INDIKATOR
|
1
|
Ket. Motoris (Motor Skill)
mempertontonkan
gerak, menunjukkan hasil, melompat, menggerakkan dan menampilkan
|
2
|
Respon Mekanis (Manipulation)
meresepsi,
menyusun, membersihkan, menggeser, memindahkan dan membentuk
|
3
|
Respon Komplek (Newromuscularas Coordination)
mengamati,
menerapkan, menghubungkan, menggandengkan, memadukan, memasang, memotong,
menarik dan menggunakan
|
Dengan demikian dapat di
sederhanakan bahwa untuk merumuskan indicator pembelajaran itu harus mengukuti
instrument seperti yang disebutkan dibawah ini:
a.
Indicator
pembelajaran harus mengandung unsure A-B-C-D
b.
Indicator
pembelajaran tidak boleh mengandung single performance
c.
Indicator
pembelajaran tidak boleh terkonsentrasi pada salah satu aspek domain
d.
Indicator
pembelajaran harus mengacu kepada kata-kata operasional yang ditetapkan oleh
Bloom
3. Penyusunan Satuan Pembelajaran
Penjelasan
ini diharapkan menjadi petunjuk praktis bagi guru dalam membuat satuan
pelajaran, setelah menetapkan satuan pelajaran yang akan diajarkan. Sesuai
dengan uraian di atas, penjelasan tentang cara penyusunan satuan pelajaran ini akan yaitu; kerangka satuan pelajaran, isi satuan
pelajaran dan teknik menyusun satuan pelajaran.
1. Kerangka Satuan Pelajaran (RPP)
Beberapa
penyederhanaan dalam kerangka satuan pelajaran ini dapat dikemukakan sebagai
berikut;
1)
bagian
petunjuk umum dihilangkan karena RPP ini dibuat oleh masing-masing guru untuk
digunakan oleh guru itu sendiri.
2)
Bagian
metode sekaligus dicakup dalam kegiatan belajar-mengajar.
Dengan
demikian kerangka satuan pelajaran yang telah disederhanakan menjadi sebagai
berikut:
KERANGKA
RENCANA PERSIAPAN PEMBELAJARAN
I.
Identitas
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
No RPP
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Nama Sekolah
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Nama Calon
Guru/Guru
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Mata
pelajaran
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Standar Isi
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Kelas
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Semester
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Waktu
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
II.
Standar kompetensi
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
III.
Kompetensi dasar
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
IV. Indikator
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
V. Tujuan
Pembelajaran
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
VI.
Materi Pembelajaran
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
V. Metode Pembelajaran
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
VI . KBM
VII. Alat dan Sumber
Belajar
1. Alat Pelajaran
2. Sumber Pelajaran
VIII.
Evaluasi
A. Tekhnik B.
Bentuk Instrumen
1) Preetest : Tulisan 1) Uraian test
2) Posttest : Lisan 2) Isian
C. Item test / Istrumen test
IX
Aspek yang diukur
X.
Rublik Permintaan
XI.
Pedoman Penilaian
Nilai
siswa : skor perolehan siswa x
100 %
skor maksimum
XII.
Kunci Jawaban
|
----------,-----------20
Kepala
Sekolah Guru
Bidang Studi
------------------------
---------------------
G.Keterampilan
Dasar Pemberlajaran
Moh.
Uzer Usman merumuskan dalam bukunya Menjadi Guru Profesional bahwa
ketrampilan mengajar yang harus di miliki oleh seorang guru paling tidak ada
8 (delapan) bagian, tapi diantara yang 8
(delapan) itu ada lima hal penting yang mau tidak harus dikuasai oleh
guru, yaitu:
1. Ketrampilan
Bertanya
Ketrampilan
bertanya artinya kompotensi guru memberikan atau mengajukan pertanyaan yang
baik dan benar kepada siswa sesuai dengan perinsip dan kaedah yang tentukan
untuk itu, dengan tujuan meningkatkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap
suatu masalah yang sedang dihadapi atau dibicarakan. Tujuan lain ketrampilan
bertanyak ini adalah untuk mengembangkan pola berpikir dan cara belajar aktif
dari siswa sebab berpikir itu sendiri sesungguhnya adalah bertanya.
Dengan
melihat pentingnya ketrampilan bertanya ini, seorang guru harus mengusai dan
memahami beberapa hal yang paling perinsipil untuk diketahui oleh guru yaitu:
Dasar-Dasar
Pertanyaan yang Baik
1)
Jelas
dan mudah dimengerti oleh siswa
2)
Berikan
informasi yang cukup untuk menjawab pertanyaan
3)
Difokuskan
pada suatu masalah atau tugas tertentu
4)
Berikan
waktu yang cukup kepada ank untukberpikir sebelum menjawab pertnyaan
5)
Bagikanlah
semua pertanyaan kepada seluruh murid secara merata
6)
Berikan
respon yang ramah dan menyenangkan sehingga timbul keberanian siswa untuk
menjawan atau bertanya
7)
Tuntunlah
jawaban siswa sehingga mereka dapat menemukan sendiri jawaban yang benar.
Jenis-Jenis
Pertanyaan
Jenis Pertanyaan Menurut Maksudnya
a)
Pertanyaan
permintaan (complianc question), yakni pertanyaan yang mengharapkan agar
siswa mematuhi perintah yang diucapkan dalam bentuk pertanyaan. Seperti:
Dapatkah kamu tenang agar suara Bapak/Ibu dapat didengar oleh kalian semua?
b)
Pertanyaan retoris (rhetorical question), yaitu
pertanyaan yang tidak menghendaki jawaban, tetapi dijawab oleh guru. Hal ini
merupakan teknik penyampaian informasi kepada murid. Contoh: Mengapa observasi
diperlukan sebelum PPL, sebab observasi merupakan... dst.
c)
Pertnyaan
mengarahkan atau menuntun (prompting question), yakni pertanyaan yang
diajukan untuk memberi arah kepada murid dalam proses berpikirnya.
d)
Pertanyaan
menggali (probing question), yaitu pertanyaan lanjutan yang akan
mendorong murid untuk lebih mendalam
Komponen-Komponen
Ketrampilan Bertanya
1.
Pemmberian acuan, maksudnya sebelum memberikan pertanyaan guru perlu
memberikan acuan yang berpa pertanyaan
yang brisi informasi yang relevan dengan jawaban yang duharapkan dari siswa.
2.
Pemindahan
giliran, artinya pertanyaan perlu dijawab oleh lebih dari seorang karena
jawaban siswa belum benar atau belum memadai.
3.
Penyebaran,
pertanyaan yang diajukan para siswa hendaknya dapat giliran menjawab secara
acak.
4.
Pemberian
waktu berpikir, seluruh siswa sebelum menjawab pertanyaan harus diberikan waktu
berpikir untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.
5.
Pemberian
tuntunan, apabila siswa tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan, maka guru
harus memberikan tuntunan pertanyaan sehingga siswa dapat menjawab pertanyaan
yang diajukan.
Hal-hal yang
Perlu Perhatikan dan Kebiasaan yang Perlu Dihindari
Dalam mengajukan pertanyaan kepada siswa
perlu dibarengi dengan kehangatan dan keantusiasan, dan perlu juga diingat
bahwa kebiasaan yang perlu dihindarkan dalam memberikan pertanyaan kepada siswa
yaitu:
1.
Jangan
mngulang-ngulang pertanyaan
2.
Jangan
mengulang jawaban, jangan menjawaab sendiri pertanyaan
3.
Usahakan agar siswa tidak menjawab pertanyaan
secara serempak
4.
Tidak menentukan atau menetapkan siswa yang
harus menjawab sebelum mengajukan pertanyaan
5.
Dan
menghindari pertanyaan ganda
2. Ketrampilan
Memberi Penguatan
Pengertian dan
Tujuan
Penguatan
disebut juga reinforcement, maksudnya adalah segala bentuk respon,
apakah bersifat verbal ataupun nonverbal, yang merupakan bagian dari modifikasi
tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa yang betujuan untuk memberikan
informasi ataupun feedback bagi siswa guna untuk meningkatkan perhatian
siswa terhadap pelajaran, atau merangsang dan meningkatkan motivasi belajar
Jenis-Jenis
Penguatan
Memberikan penguatan pada pembelajaran suatu hal
yang terpuji dan merupakan keharusan dalam mengimplementasikannya dalam proses
pembelajaran, penguatan dalam pembelajaran dapat dikategorikan kepada dua jenis
penguatan pertama Penguatan Verbal dan Kedua Penguatan Non Verbal
Penguatan verbal adalah penguatan yang dilakukan oleh guru melalui ungkapan
atau kata-kata dengan menggunakan kalimat pujian, penghargaan, persetujuan dan
sebagainya. Misalnya bagus, bagus sekali, betul, pintar ya, seratus untuk kamu.
sementara Penguatan Non-Verbal adalah
penguatan yang diberikan oleh guru dalam bentuk yang berkaitan dengan
pengelolaan pembelajaran, adapun jenis-jenis penguatan non verbal itu adalah:
1)
Penguatan
gerak isyarat; misalnya anggukan atau gelengan kepala, senyuman. Kerut kening ,
acungan jempol, wajah mendung, wajah cerah, sorot mata yang ssejuk bersahabat
atau tajam menentang
2)
Penguatan pendekatan; guru mendekati siswa
untuk menyatakan perhatian dan kesenangannya terhadap pelajaran, tingkah laku
atau penampilan siswa. Misalnya guru berdiri di samping siswa, berjalan menuju
siswa, dekat seorang atau kelompok siswa atau berjalan di sisi siswa. Penguatan
ini berfungsi menambah penguatan verbal.
3)
Penguatan dengan sentuhan (contak), guru
menyatakan persetujuan dan penghargaan terhadap usaha dan penampilan siswa
dengan cara menepuk-nepuk bahu atau pundak siswa, berjabat tangan mengangkat
tangan siswa yang menang dalam pertandingan. Penggunaannya harus dipertibangkan
dengan sekasama agar semua usia, jenis kelamin, dan latar belakang kebudayaan
setempat
4)
Penguatan
dengan kegiatan yang menyenangkan; guru dapat menggunakan kegiatan-kegiatan
atau tugas yang disenangi oleh siswa sebagai penguatan, misalnya seorang siswa
yang menunjukkan kemajuan dalam pelajaran musik ditunjuk sebagai pimpinan
paduan suara sekolah
5)
Penguatan
berupa simbol atau benda; penguatan ini dilakukan dengan cara menggunakan
berbagai simbol berupa benda seperti kartu begambar, bintang plastik, lencana,
ataupun komentar tertulis pada buku siwa. Hal ini jangan terlalu sering
digunakan agar tidak terjadi kebiasaan siswa mengharap imbalan
6)
Penguatan
tak penuh atau partial; penguatan ini diberikan jika siswa memberikan jawaban
yang hanya sebagian saja yang benar guru hendaknya tidak langsung menyalahkan
siswa. Umpamanya ya... jawabanmu sudah baik, tapi masih perlu disempurnakan.
Dengan prinsip diatas dapat dirumuskan bahwa
penguatan dapat dilakukan paling tidak dengan 4 (empat) cara: 1) Penguatan
kepada pribadi tertentu 2) Penguatan kepada kelompok siswa, 3) Pemberian
penguatan dengan segera dan 4) Pemberian variasi dalam penguatan. (Moh. Uzer
Usman, 1994:73-74)
3. Ketrampilan
Mengadakan Variasi
Pengertian dan
Tujuan Ketrampilan Mengadakan Variasi
Variasi mengajar adalah suatu kegiatan guru dalam
konteks proses interakasi belajar-mengajar yang ditujukan untuk mengatasi
kebosanan nuris sehingga dalam situasi belajar-mengajar muris senantiasa
menunjukkan ketekunan, antusiasme serta penuh partisipasi.
Dari pengertian di atas dapat di diperoleh gambaran
bahwa tujuan Ketrampilan Mengadakan Variasi adalah:
1. untuk menimbulkan dan meningkatkan perhatian siswa kepada aspek-aspek
belajar-mngajar yang relevan.
2. untuk memberikan kesempatan bagi berkembangnya bakat ingin mengetahui dan
menyelidiki pada siswa tentang hal-hal- yang baru.
3. untuk memupuk tingkah laku yang positif terhadap guru dan sekolah dengan
berbagai cara mengajar yang lebih hidup dan lingkungan belajar yang lebih baik.
4. guna memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh cara menerima
pelajaran yang disenanginya.
Komponen-Komponen
Ketrampilan Mengadakan Variasi
Dalam proses pembelajaran
sangat diperlukan membuat aksi dan aksen di dalam ruangan kelas, melakukan aksi
dimaksud bertujuan untuk menghindari kekakuan dalam proses pembelajaran, maka
untuk itu perlu dilaksanakan dalam proses pembelajaran dengan variasi dan gaya
mengajar, variasi dan gaya mengajar guru dimaksud dapat di ketegorikan seperti
halnya berikut ini:
a. Penggunaan variasi suara (teachers
voice): variasi suara adalah perubahan suara dari keras menjadi lemah, dari
tinggi menjadi rendah, dari capat berubah menjadi lambat, dari gembira menjadi
sedih, atau pada saat memberikan tekanan pada kata-kata tertentu.
b. Pemusatan perhatian siswa (focusing):
memusatkan perhatian siswa pada hal-hal yang dianggap penting dapat dilakukan
oleh guru. Misalnya dengan perkataan “perhatikan
baik-baik” atau “Nah, ini penting sekali” atau perhatikan dengan baik, ini agak
sukar dimengerti”
c. Kesenyapan atau kebisuan guru (teachers
silence): adanya kesenyapan, kebisuan atau “selingan diam” yang tiba-tiba
disengaja selagi guru menerangkan sesuatu merupakan alat yang baik untuk
menarik perhatian siswa. Perubahan stimulus dari adanya suara kepada keadaan
tenang atau senyap, atau dari adanya kesibukan atau kegiatan lalu dihentikan
akan dapat menarik perhatian karena siswa ingin tahu apa yang terjadi.
d. Mengadakan kontak pandang gerak (eye
contak and movement): bila guru sedang berbicara atau berintegrasi dengan
siswanya, sebaiknya pandangan menjelajahi seluruh kelas dan melihat ke mata
murid-murid untuk menunjukkan adanya hubungan yang intim dengan mereka. Kotak
pandang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi dan untuk mengetahui
perhatian atau pemahaman siswa.
e. Gerakan badan dan mimik: variasi dalam ekspresi wajah guru, gerakan
kepala dam gerakan badan adalah aspek yang sangat penting dalam berkomunikasi.
Gunanya untuk menarik perhatian dan menyampaikan arti pesan lisan
f. Pergantian posisi guru di dalam kelas dan gerak guru (teachers movement): pergantian posisi
guru di dalam kelas dapat digunakan untuk mempertahankan perhatian siswa.
Terutama sekali bagi calon guru dalam menghantarkan pelajaran di dalam kelas. (Moh.
Uzer Usman, 1994:77-79)
4. Ketrampilan Menjelaskan
Pengertian dan
Tujuan Ketrampilan Menjelaskan
Ketrampilan Menjelaskan dalam pengajaran adalah penyajian informasi
secara lisan yang diorganisasi secara sistematis untuk menunjukkan adanaya
hubungan yang satu dengan lainnya, misalnya antara sebab dan akibat, adefenisi
dengan contoh atau sesuatu yang belum diketahui. Penyampaian informasi yang
terencana dengan baik dan disajikan
dengan urutan yang cocok merupakan ciri utama kegiatan menjelaskan. Pemberian
penjelasan merupakan salah satu aspek yang amat penting dari kegiatan guru
dalam interaksinya dengan siswa dalam kelas. Dan biasanya guru cenderung lebih
mendominasi pembicaraan dan mempunyai pengaruh langsung, misalnya dalam
memberikan fakta, ide maupun pendapat, oleh sebab itu, hal ini haruslah
dibenahi untuk ditingkatkan keefektifan agar hasil yang optimal dari penjelasan
dan pembicaraan guru tersebut bermakna bagi murid.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa tujuan ketrampilan menjelaskan dalam proses
pembelajaran adalah untuk membimbing murid agar dapat memahami hukum, dalil,
fakta, defenisi dan prinsip secara objektif dan bernalar. Atau juga dapat
berguna melibatkan murid untuk berpikir dengan memecahkan masalah-masalah atau
pertanyaan. Tujuan lain dari ketrampilan
menjelaskan ini adalah untuk mendapatkan balikan dari murid mengenai tingkat
pemahamannya dan untuk mengatasi kesalahpahamannnya dan mengatasi
kesalahpahaman mereka.
Komponen-Komponen
Ketrampilan Menjelaskan.
Penyajian
suatu penjelasan dapat ditingkatkan hasilnya dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a. Kejelasan; penjelasan hendaknya diberikan dengan menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti oleh siswa, menghindari penggunaan ucapan-ucapan “e” , “aa”,
“mm”, “kira-kira”, “umumnya” , “biasanya”, “ sering kali”, dam isitilah yang
tidak dapat dimengerti oleh anak.
b. Penggunaan contoh ilustrasi; dalam memberikan penjelasan sebaiknya
digunakan contoh-contoh yang ada hubungan dengan suatu yang dapat ditemui oleh
siswa dalam kehidupan sehari-hari.
c. Pemberian tekanan; dalam memberikan penjelasan, guru harus memusatkan
perhatian siswa kepada masalah pokok dan mengurangi informasi yang tidak begitu
penting. Dalam hal ini guru dapat menggunakan tanda atau isyarat lisan seperti,
“ yang terpenting adalah”, “perhatikan baik-baik konsep ini”.
d. Penggunaan balikan; guru hendaknya memberi kesempatan kepada siswa untuk
menunjukkan pemahaman, keraguan, atau ketidak mengertian ketika penjelasan itu
diberikan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan seperti, “
apakah kalian mengerti dengan penjelasan tadi? (Moh. Uzer Usman, 1994:80-81)
5. Ketrampilan
Membuka Dan Menutup Pelajaran
Pengertian
Ketrampilan Membuka Dan Menutup Pelajaran
Ketrampilan Membuka Pelajaran lazim juga disebut
dengan set induction artinya suatu
usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran untuk
menciptakan prakondisi bagi murid agar mental maupun perhatiannya terpusat pada
apa yang akan dipelajarinya sehingga usaha tersebut akan memberikan efek
positif terhadap kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain, kegiatan yang
dilakukan oleh guru untuk menciptakan suasana siap mental dan menimbulkan
perhatian siswa agar terpusat pada hal-hal yang akan dipelajarinya.
Kegiatan membuka pelajaran tidak hanya dilakukan
oleh guru pada awal jam pelajaran, tetapi juga awal setiap penggal kegiatan
inti pelajaran yang diberikan selama jam pelajaran itu. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan cara mengemukakan tujuan yang akan dicapai, menarik perhatian
siswa, memberi acuan, dan membuat kaitan antara materi pelajaran yang telah
dikuasai oleh siswa dengan bahan yang akan dipelajari.
Dari pengertian tersebut maka dapat diambil natijah
bahwa tujuan diadakannya membuka dan menutup pelajaran itu adalah untuk
menyiapkan mental siswa agar siap memasuki persoalan yang akan dipelajarinya,
tujuan lain adalah untuk menimbulkan minat serta pemusatan perhatian siswa
terhadap apa yang akan dibicarakan dalam kegiatan pembelajaran.
Kemudian ketrampilan menutup pelajaran dapat juga
disebut dengan set closure artinya
kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mengakhiri pelajaran atau kegiatan
belajar-mengajar. Hal bertujuan untuk memberi gambaran menyeluruh tentang apa
yang dipelajari oleh siwa, atau juga untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa
dan keberhasilan guru dalam proses belajar-mengajar.
Siasat Membuka
dan Menutup Pelajaran
Sekedar ilustrasi siasat membuka pelajaran dibawah
ini digambarkan set iduction, seperti
berikut ini:
Guru: Nah, anak-anak! Pada pertemuan kali ini kita
akan mempelajari suatu pokok bahasan yakni tentang “Thaharah” . tetapi sebelu
kita pelajari kebih lanjut topik ini, sebaiknya cobalah perhatikan dahulu ke
depan, Gambar apa yang Ibu pegang ini? Ya. Kamu Indara, dan seterusnya.
Selanjutnya untuk melakukan siasat dalam menutup
pembelajaran, dapat dilaksanankan sesuai dengan bentuk usaha kegiatan
belajar-mengajar sebagai berikut:
a. merangkum atau membuat garis-garis besar persolan
yang baru dibahas atau dipelajari sehingga siswa memperoleh gambaran yang jelas
tentang makna serta esensi pokok persoalan yang baru saja diperbincangkan atau
dipelajari.
b. mengonsolidasikan perhatian siswa terhadap
hal-hal yang pokok dalam pelajaran yang bersangkutan agar informasi yang telah
dierimanya dapat membangkitkan minat dan kemampuan terhadap pelajaran
selanjutnya.
c. mengorganisasi semua kegiatan atau pelajaran yang
dipelajari sehingga merupakan suatu kebulatan yang berarti dalam memahami
materi yang baru dipelajari.
d. memberikan tindak lanjut (follow up) berupa saran-saran serta ajakan agar materi yang baru
dipelari jangan dilupakan serta agar dipelajari kembali di rumah. (Moh. Uzer
Usman, 1994:82-84)
Komponen
Ketrampilan membuka dan menutup pelajaran.
1. Mebuka Pelajaran
Komponen ketrampilan membuka pelajaran meliputi:
a. Menarik perhatian siswa: Banyak cara yang dapat digunakan oleh guru untuk
menarik perhatian siswa antara lain dengan; gaya mengajar guru, penggunaan alat
bantu pelajaran dan pola interakasi yang bervariasi
b. Menimbulkan motivasi dengan cara; disertai dengan kehangatan dan
keantusiasan, menimbulkan rasa ingin tahu, mengemukakan ide yang bertentangan
dan memperhatikan minat siswa.
c. Memberik acuan melalui berbagai usaha seperti; mengemukakan tujuan dan
batas-batas tugas, menyarankan langkah yang akan dilakukan, mengingatkan
masalah pokok yang akan dibahas dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
d. Membuat kaitan atau hubungan di antara materi-materi-materi yang akan
dipelajari dengan pengalaman dan pengetahuan yang telah dikuasai oleh siswa.
2. Menutup Pelajaran
Cara yang
dapat dilkukan oleh guru dalam menutup pelajaran adalah:
a. Menuju kembali penguasaan inti pelajarana dengan merangkum inti pelajaran
dan membuat ringkasan.
b.
Mengevaluasi. Bentuk evaluasi yang dapat dilakukan
oleh guru antara lain; mendemonstrasikan ketrampilan, mengaplikasikan ide baru
pada situasi lain, mengekspolrasi pendapat siswa sendiri dam memberikan
soal-soal tertulis. (Moh. Uzer Usman, 1994:85-86)
Prinsip-Prinsip
Penggunaan Ketrampilan Dasar Pembelajaran
Penggunaan ketrampilan pembelajaran harus mempunyai
prinsip-prinsip tertentu dengan tujuan agar pembelajaran dapat berhasilguna dan
berdayaguna, prinsip-prinsip dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Kehangatan dan keantusiasan: sikap dan gaya guru termasuk suara, mimik
dan gerak badan akan menunjukkan adanya kehangatan keantusiasan dalam
memberikan penguatan.
2. Kebermaknaan: penguatan hendajnya diberikan sesuai dengan tingkah laku
dan penampilan siswa sehingga ia mengerti dan yakin bahwa ia patutut diberi
penguatan.
3. Menghindari penggunaan respons yang negatif: teguran dan hukuman masih
bisa digunakan, respons negatif yang diberikan oleh guru berupa komentar
bercanda menghina, ejekan yang kasar perlu dihindari karena akan memtahkan
semangat siswa untuk mengembangkan dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar