MENGANKAT PAMOR KUALITAS
PENDIDIKAN NASIONAL
Oleh:
Drs.Samsuddin M.Ag *)
Pendahuluan
Bangsa yang maju
dan modern diawali dengan pendidikan yang baik dan benar, pendidikan yang baik
dan berkualitas akan membawa bangsanya ke dunia sains dan bangsa yang modern,
lihat saja bangsa yang maju seperti Negara Jepang, menurut I.N.Thut (seorang
Profesor pendidikan di Universitas Connecticut) kurikulum di sekolah-sekolah
Jepang pada semua tingkatan mencerminkan tujuan kembar antara modernisasi dan
persatuan. (I.N.Thut, 2005: 480).
Secara realitas
Negara Jepang start awal pembangunan negaranya nyaris bersamaan dengan Negara
Indonesia pada tahun 1945 setelah hancurnya Negara tersebut dibombardir dengan
bom atom, maka negaranya hancur
berantakan, Negara Indonesia tepatnya juga pada tahun 1945 itu kembali kepangkuan ibu pertiwi.
Tapi kenyataannya dari sector pendidikan kita jauh ketinggalan dari Negara
Jepang. Lain pula halnya dengan Negara tetangga kita Malaysia, dalam konteks
sejarah kita masih ingat benar bahwa pada tahun 60-70 an Negara kita banyak
mengirimkan tenaga pendidik ke Negara tersebut, sekarang malah terbalik, diakui
atau tidak Malaysia sudah melijit ke papan atas dari kualitas pendidikannya,
anak-anak bangsa kita banyak belajar dewasa ini dari sana karena dunia
pendidikan yang mereka kemas adalah pendidikan modern dan berkualitas.
Menurut Muchtar
Buchori ketertinggalan kita dalam sector pendidikan adalah disebabkan sistem
pendidikan yang kita miliki sekarang ini pada dasarnya tidak dapat menjangkau
golongan papa pada masyarakat, anak-anak
dari golongan ini menjadi dewasa tanpa pendidikan, tanpa bimbingan mengenai
norma-norma sosial. (Muchtar Buchori, 2001:21). Mereka hidup semata-mata untuk survival
pribadi tanpa mengindahkan survival kolektif.
Persoalan ini bagaimanapun kita tidak boleh tinggal diam, berpikir
secara kontributif untuk membebaskan Negara kita dari keterpurkan, agar
Negara kita eksis sebagai bangsa yang berdaulat yang dihormati oleh bangsa
lain. Dan kita harus optimis akan keluar dari keterpurukan ini serta dapat
diselesaikan oleh generasi yang sedang memegang pimpinan kehidupan bangsa saat
ini.
Oleh karena itulah pada tulisan ini hadir bersama kita mungkin
bermanfaat bagi pemegang kebijakan yang pada saat ini terus menggulirkan
reformasi secara total dalam segala lini kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menguak Pendidikan Bangsa
Secara filosofik pendidikan suatu bangsa harus di awali dengan
acuan yang jelas agar tujuan pendidikan yang dicanangkan dapat diukur dan di
evaluasi, tampaknya acuan itu kita sudah punya, bahkan secara pluktuatif acuan tersebut dinamikanya telah bergeser untuk
mengikuti perkembangan zaman. Acuan dimaksud adalah lahir dan berubahnya
undang-undang sistem pendidikan nasional, sampai saat ini telah tiga kali
undang-undang sistem pendidikan nasional berubah,UU No 4 tahun 1959, tentang
Dasar-Dasar Pendidikan Nasional, UU No 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan terakhir UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Landasan tegaknya
pendidikan yang berkualitas para penyelenggara pendidikan termasuk tenaga
pendidikan dan tenaga kependidikan harus secara konsekwen beracuan pada
perinsip-perinsip yang yang ditetapkan pada undang-undang tersebut, pada saat
ini sekedar mengingatkan kita landasan operasional pendidikan kita adalah
termaktub dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, secara
jelas di sana digambarkan pada BAB II Pasal 3 “Pendidikan nasional bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta anak didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis
serta bertanggung jawab”.
Paradigma di atas
menggambarkan dengan jelas bahwa produk tujuan pendidikan kita akan
menghasilkan paling tidak ada sepuluh karakteristik yang membanggakan yaitu 1)
terkuaknya potensi anak, 2) terwujudnya insan yang beriman dan bertaqwa, 3)
terbentuknya pribadi yang luhur, 4) terwujudnya kesehatan jasmani dan rohani,
5) memperoleh ilmu pengetahuan, 6) terdapat pribadi yang cakap, 7) munculnya
kreatifitas di dalam kehidupan anak, 8) tidak tergantung pada orang lain, 9)
mau menerima pendapat dan bisa menerima perbedaan dari orang lain dan 10) siap
bertanggung jawab dari hal-hal apa saja yang diamanahkan kepada anak.
Nah, kita lihat
indicator di atas setelah delapan tahun kita dekat dengan tujuan pendidikan
itu, artinya sejauh mana keberhasilan pendidikan kita dewasa ini. Potensi anak
bangsa masih banyak yang terkurung disebabkan mahalnya biaya pendidikan, adanya
sekolah elit dan munculnya sekolah paporit yang miskin terlunta-lunta hanya
tinggal di pedesaan dengan pendidikan rendah. Kemudian mana insan yang beriman
dan bertaqwa itu, kita lihat anak bangsa masih banyak yang melanggar norma
Tuhan termasuk Narkoba, Pekerja Seks Komersil, anak doyan judi, pejabat
pemerintah dan masyarakat bawah ketagihan korupsi, kasus selingkuh dikalngan
orangtua merajalela dan tidak perduli pada norma-norma sosial lainnya.
Tentang pribadi
luhur, tampaknyapun belum ada pengruh yang signifikan hasil dari pendidikan
kita terbukti anak-anak bangsa kita termasuk anak-anak sekolah bersikap
anarkhis, tawuran mahasiswa antar perguruan tinggi memaksakan kehendak,
demonstrasi cheos dan tidak berlaku sopan antar sesama serta tidak bisa
menghargai perbedaan. Lain pula halnya dengan anak sehat, sudahkah terwujud
bangsa kita dengan bangsa yang sehat. Mari kita lihat peta pemukiman kumuh di
Indonesia, di setiap kabupaten kota terutama pada desa terpencil di sana ada
anak-anak banyak yang kurang gizi,
busung lapar dan penyakit lainnya yang membutuhkan pelayanan sosial tentang
kesehatan. Sama juga halnya dengan kasus lainnya tentang terwujudnya anak yang
berilmu, pribadi yang cakap, kreatifitas di dalam kehidupan anak, tidak
tergantung pada orang lain, mau menerima pendapat dan bisa menerima perbedaan
dari orang lain dan siap bertanggung jawab dari hal-hal apa saja yang
diamanahkan kepada anak. Di mana mereka itu semua, jadi tampaknya tawaran
tujuan pendidikan nasional tersebut masih gagal, belum menggambarkan hasil
sukses dari pendidikan kita. Bisa saja pendidikan kita disebut carut marut. Hal
ini merupakan cambuk bagi kita untuk segera memperbaikinya bila tidak bangsa
ini akan hancur dan berantakan dan tidak ada kenyamanan dan keamanan dalam
Negara ini dan pada akhirnya Negara kita ini akan bubar, justeru kendali pendidikan
terabaikan.
Mengangkat Pamor Pendidikan Bangsa
Usaha dan gerakan
untuk meningkatakan kualitas pendidikan nasional telah diakui beberapa kalangan
masyarakat, fakta ini dapat dibuktikan, bahwa
perjalanan kurikulum pendidikan nasional terus dikembangkan sekali dalam setiap
sepuluh tahun, dengan tujuan agar reven dengan konteks kekinian, lihat saja kurikulum
1974 dengan sistem Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI) berubah
menjadi kurikulum 1984, selanjutnya 1994, dan sepuluh tahun kemudian 2004,
kurikulum yang satu ini kita kenal dengan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi).
Kemudian dari segi
anggaran pendidikan Negara telah memplot dana pendidikan 20%, untuk
realisasinya pemerintah memberikan angin segar dengan memberikan tunjangan
profesionalisme kepada guru-guru yang telah melewati dan lulus sertifikasi
guru. Kabar gembira ini harus disadari bahwa perhatian pemerintah kepada sang
pahlawan tanpa tanda jasa ini, adalah merupakan upaya mendongkarak kualitas
pendidikan nasional.
Lain lagi
pelatihan atau diklat guru-guru, yang secara operasionalnya diberikan secara
serba gratis, terkadang guru harus meninggalkan yang dikasihinya termasuk suami
atau istrinya dan anak-anaknya, mereka
dilatih secara intensif dengan tutor yang professional, sekali lagi ini sebuah
bukti betapa usaha pemerintah memaksimalkan bagaimana untuk mewujudkan
pendidikan yang berkualitas bagi bangsa ini.
Sekarang apa yang
harus kita lakukan dalam upaya mengangkat pamor pendidikan nasional ini, untuk
menjawab pertanyaan ini baiklah saya akan menurunkan kontributif dari berbagai
pisau analisis.
Dari segi konsep kita harus mengacu kepada apa
yang dituliskan oleh Soedijarto, dalam buku, Kurikulum yang Mencerdaskan Visi
2030. Bahwa proses pembelajaran modern harus mengacu kepada rekomendasi yang
dikeluarkan oleh Komisi Internasional UNESCO. Rekomendasi dimaksud adalah bahwa
untuk menjadikan proses pembelajaran bermakna, proses belajar berkemampuan
ganda, nilai dan sikap insan modern yang demokratis dan bertanggung jawab,
harus mengacu kepada empat pilar pembelajaran yaitu: learning to know,
learning to do, learning to live together, learning to be. (Soedijarto,
2008: 22)
Pertama; learning
to know, maksudnya proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menghayati yang akhirnya dapat
merasakan dan menerapkan cara memperoleh pengetahuan, ini dapat diaplikasikan
dengan menanamkan sikap ilmiah, sikap ingin tahu, menimbulkan rasa mampu untuk
mencari atas masalah yang dihadapinya. Dunia Barat mereka maju adalah disebabkan di mana
peserta didiknya tersebut menegakkan pilar learning to know, yang pada
akhirnya memunculkan sikap skeptic atau sikap ketidak puasan terhadap
sesuatu ilmu pengetahuan, sikap ketidak puasan inilah mereka termotivasi untuk
terus maju mencari ilmu pengetahuan baru dan muncullah dan lahirlah generasi
pembaharu yang mampu mendukung sains dan teknologi.
Kedua; learning
to do, maksudnya proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik
menghadapi masalah untuk dipecahkan dengan menggunakan IPTEK yang secara teori
telah dipelajari. Sasaran ini dari pilar ini adalah lahirnya generasi muda yang
dapat bekerja secara cerdas dengan memanfaatkan IPTEK.
Ketiga learning
to live together, artinya proses pembelajaran yang memungkina peserta didik
dapat merasakan dan melaksanakan betapa perlunya hidup bersama tanpa melihat
perbedaan sebagai kekurangan tapi perbedaan dapat dibuat sebagai kekuatan.
Pentingnya pilar ini diakui oleh komisi Internasional untuk pendidikan, bahwa
untuk abad 21 sulit menciptakan kerukunan, toleransi dan saling pengertian dan
bebas dari prasangka. Dengan konsekwensi penerapan ini dapat mengurangi fenomenal
masyarakat kita yang rapuh, tidak mampu melihat perbedaan sebagai kekuatan,
akhirnya terjadi masyarakat saling serang, seperti tawuran dan saling curiga
antara satu sama lain.
Keempat; learning
to be, urgensitas dari pilar ini memungkinkan proses pembelajaran peserta
didik dapat dan mampu mencari informasi atau menemukan ilmu pengetahuan,
melaksanakan tugas, memecahkan masalah secara cerdas, bekerjasama, bertenggang rasa dan toleran
terhadap perbedaan. Jadi bila tiga pilar di atas berhasil, maka akan menimbulkan
adanya rasa percaya diri pada masing-masing peserta didik, inilah kurang lebih
maksud learning to be, yaitu muara akhir dati tiga pilar belajar
pendidikan.
Kemudian dalam perspektif
jalur pendidikan informal dan nonformal, diharapkan dapat berperan
sebagai sosial kontrol terhadap pelaksanaan pendidikan, sebab sebagus apapun sistem
pendidikan kita jika tidak ada sosial kontrol dan dukungan orangtua dan
masyarakat maka pendidikan anak nyaris tidak akan terwujud kualitas pendidikan
kita. Dukungan orangtua dan masyarakat seharusnya dapat dioptimaslisasikan
terhadap penyelenggaraan pendidikan, dukungan maupun apresiasi dimaksud dapat
dilakukan dengan memberikan pengawasan secara intesif kepada anak agar dapat memanfaatkan waktu se-efektif mungkin
untuk belajar, dapat menciptakan suasana
belajar, baik di rumah maupun di masyarakat, sebagai perwujudan konsep ini
dapat dilakukan dengan menciptakan “tradisi masyarakat belajar”. Tradisi ini
diperlukan kebijakan orangtua dan masyarakat agar di rumah maupun di lingkungan
masyarakat diciptakan suasan belajar, seperti gerakan mematikan pesawat
televisi pada saat jam belajar anak malam, pengadaan pepustakaan mini rumah dan
mendirikan taman-taman bacaan di lingkungan masyarakat, jelasnya orangtua dan
masyarakat harus bisa dan sepakat untuk menciptakan nuansa belajar baik dirumah
tangga maupun di lingkungan masyarakat.
Dari sisi lain dari segi sumber daya manusia tenaga pendidik dan pengelola kependidikan,
tenaga pendidik atau guru memegang peranan penting dalam mendongkrak kualitas
penddikan, karena gurulah anak akan kelak menjadi pemimpin bangsa ini, guru
adalah mesin untuk memproses anak menjadi kepala desa, camat, bupati, gubernur,
menteri dan bahkan menjadi presiden pun tidak terlepas kepada peranan guru.
Oleh karena itu kualitas guru dan tenaga kependidikan lainnya harus
memiliki kualifikasi yang standar, baik dari segi jenjang akademik maupun dari
segi pisik dan mentalnya. Guru yang baik adalah guru yang professional, mampu
bekerja keras, loyalitas, adil, articulatif dan kreativ. Untuk mewujudkan
cita-cita guru yang berkualitas itu, mari kita mulai dengan sistem rekrutman
guru. Sebuah pengalaman yang berharga bagi kita, ketika bercita-cita menjadi guru yang professional, bagi sarjana
yang berlatarbelakang pendidikan, ketika mengikuti testing masuk untuk jadi guru
materi-materi apa saja yang diujikan? Tentu tidak ada yang menyangkut tentang
kompetensi guru, Anda tidak pernah menumukan soal tentang metode pembelajaran,
tindakan kelas, penguasaan dan managemen kelas, ketrampilan pembelajaran,
desain pembelajaran dan materi lain yang berkaitan dengan tugas guru dalam
belajar dan pembelajaran. Kemudian yang sangat ganjil adalah calon guru kita
tidak pernah di test “studi kelayakan mengajarnya”.
Jelasnya paradigma
rekrumen guru tidak relevan cita-cita professional guru itu sendiri. Nah
kedepan diharapkan dalam penyaringan guru itu harus professinya yang di test,
karena cukup aneh jika guru matematika, bahasa Inggris, dan guru Fisika disuguhkan
soal masalah sejarah, zaman batu tua, tentu tidak hubungan dengan disiplin ilmu
yang dia miliki. Maka sebagai kontribusi pemikiran dalam upaya meningkatkan
kualitas guru dan tentu saja kualitas pendidikan hendaknya diseleksi dengan
materi; kebijakan pemerintah tentang pendidikan, strategi pembelajaran,
penguasaan materi sesuai dengan latarbelakang pendidikannya, dan diakhiri
dengan praktek studi kelayakan mengajarnya.
Masalah lain yang datang dari guru adalah tidak adanya kesadaran
diri untuk mau berubah dari pola gaya mengajar konvensional menuju pola atau sistem
pembelajaran modern. Etos kerja guru nyaris rendah dan lemah, penguasaan TIK
tidak menjadi prioritas utama, media teknologi pembejaran tidak diberdayakan.
Problematika ini sudah tidak asing lagi bagi guru, terlebih-lebih guru di
daerah pedesaan. Model guru yang seperti ini tidak lagi obatnya, kecuali
disuruh untuk mengundurkan diri jadi seorang guru atau di mutasikan jadi tenaga
kependidikan. Jika mereka tetap dipertahankan maka terjadilah pembodohan dalam
pembelajaran, akhirnya anak-anak bangsa ini yang jadi korban mall praktek
dalam pembelajaran.
Maka para guru, mulai sekarang berubahlah jadi guru, jangan
membuang waktu belajar dan manfaatkan tujangan professi guru itu untuk yang terbaik dalam
menunjang professi guru, belilah laptop, belajarlah IT (ilmu pengetahuan dan
teknologi). Jangan titipkan jualan dikantin sekolah, jaga disiplin dengan baik,
hindari pragmatism. Ingat guru tidak ada yang kaya di negeri ini, kalau mau
jadi orang millionern jangan pilih jadi guru,“berhenti ajalah jadi guru”,
jadilah seorang pengusaha. Nah renungkanlah itu…!
Dari renungan di atas, maka perlu adanya kebijakan pemerintah
antara lain; membuat peta guru yang tidak
mampu beradaftasi dengan kondisi zaman yang selalu berubah-ubah,
selanjutkan diberikan tindakan tegas kepada guru yang melalaikan tugas.
Sebaliknya guru yang berprestasi diberikan penghargaan yang layak dan insentif
yang memadai, sehingga guru termotivasi dalam menjalankan tugasnya sebagai
pahlawan tanpa tanda jasa.
Dari paradigma berpikir di atas dapat dikembangkan bahwa dalam
upaya mengangkat pamor pendidikan Nasional ada “20 M” saran yang perlu diperhatikan yaitu : Memaksimalkan
dukungan orangtua dan masyarkat terhadap penyelenggaraan pendidikan; Menegakkan
empat pilar pendidikan, Mengubah paradigma guru dari kondisi yang jumud menjadi
generalition; Mengubah paradigma pembelajaran dari yang konvensional
menjadi modern; Menciptakan masyarakat belajar, Meningkatkan kualitas guru; Memberikan
reword kepada guru dan siswa yang berprestasi; Meningkatkan insentif guru; Membentuk
pustaka mini di dalam keluarga dan taman bacaan di masyarakat; Menstardkan
fasilitas belajar dengan berbasis teknologi, Mengubah paradigma ujian nasional,
Memberdayakan media dan teknologi pembelajaran, Mengubah proses dan sistem
rekrutmen guru; Meninggalkan mitos KKN dalam proses pembelajaran; Melaksanakan
demokratisasi dalam proses pembelajaran; Memproritaskan pembangunan dalam bidang
pendidikan; Memfasilitasi guru dalam bidang pendidikan dan pembelajaran; Meningkatkan
jenjang akademik guru; Mengadakan pertukaran guru dan siswa keluar negeri; Membumikan
keikhlasan terhadap siswa dalam proses pembelajaran.
Penutup
Demikian saran dan kontribusi dalam upaya meningkatkan kualitas
pendidikan dan pengajaran bagi anak bangsa ini, dengan adanya kotribusi ini,
kita berharap cepat atau lambat dapat diimplementasikan agar pendidikan
Nasional dapat bersaing dan setara dengan bangsa lain. Kita sebagai orang tua,
tokoh masyarakat, pejabat, ekonom, politikus dan anggota profesi lainnya mari
kita satu komitmen untuk mewujudkan dan memproritaskan pemikiran kita dan
tenaga kita pada sector pendidikan agar bangsa ini tidak terpuruk dalam
kejahilan dan tidak dibodohi Negara lain. Kita yakin pasti bisa. (* Penulis adalah Dosen Strategi Pembelajaran pada STAIN
Padangsidimpuan)
Padangsidimpuan Nopember
2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar